Slogan #footballiscominghome digemakan Inggris tatkala bertempur di Piala Dunia 2018. Berbekal Gareth Southgate sebagai pelatih dan skuat yang dihuni penggawa berkualitas prima layaknya Dele Alli, Jesse Lingard, Harry Kane, Raheem Sterling, hingga the phenomenon, Danny Welbeck, Inggris punya keyakinan tinggi buat sukses di Rusia.
Hasil undian babak penyisihan yang menempatkan mereka bersama Belgia, Panama, dan Tunisia di Grup G, semakin melambungkan asa The Three Lions untuk beroleh prestasi gemilang.
Aksi ciamik yang diperlihatkan Sterling dan kawan-kawan saat menggulung Les Aigles de Carthage serta Los Canaleros pada sepasang laga awal babak penyisihan grup, bikin kepercayaan diri Inggris menebal. Sejumlah pengamat bahkan langsung menempatkan mereka sebagai kandidat juara.
Ketika tumbang di tangan De Rode Duivels pada partai terakhir babak penyisihan grup, Inggris tak kehilangan gengsi besarnya. ‘Pilihan’ untuk kalah dari Belgia bahkan dicatut khalayak sebagai langkah The Three Lions supaya finis di peringkat kedua Grup G serta terhindar dari tim-tim seperti Argentina, Brasil, Prancis, dan Uruguay yang menempati rute serupa buat lolos ke partai puncak.
Realitanya, pada jalur yang ‘dipilih’ Inggris, hanya bercokol nama-nama seperti Denmark, Kroasia, Rusia, dan Swiss. Satu-satunya tim kelas berat yang nyasar pada rute ini hanyalah Spanyol.
Utusan Amerika Latin, Kolombia, jadi lawan Inggris di babak 16 besar. Sempat unggul lebih dahulu via sepakan penalti Kane, Los Cafeteros mampu menyeimbangkan skor lewat Yerry Mina. Skor 1-1 bertahan sampai periode normal habis dan dua kali masa perpanjangan waktu selesai. Alhasil, The Three Lions pun kudu melakoni adu penalti, sebuah prosesi yang selama ini tak pernah mereka menangi.
Namun ajaibnya, hantu adu penalti yang sudah lama membayangi Inggris justru berhasil disingkirkan tatkala mereka menang 4-3 dari Kolombia guna mengunci tiket di fase perempat-final. Keberhasilan tersebut dirayakan secara masif oleh suporter kampiun Piala Dunia 1966 itu. Rasa percaya bahwa tim asuhan Southgate bakal membawa trofi jawara pulang ke negera asal sepak bola (meski klaim sepihak Inggris ini kerap dibantah oleh pengamat), terus membubung.
Di partai perempat-final melawan Swedia, Sterling dan kawan-kawan kembali tampil brilian. Dua gol yang disumbangkan oleh Harry Maguire, dan Dele Alli, sukses melapangkan jalan mereka ke babak semifinal. Catatan ini sendiri jadi yang paling mentereng bagi The Three Lions sejak Piala Dunia 1990.
Pencapaian itu semakin meninggikan optimisme Inggris buat mencaplok titel dunianya yang kedua. Namun siapa sangka, harapan itu justru kandas di kaki-kaki letih para kuda hitam yang menantang mereka di semifinal, yakni Kroasia.
Pada pertandingan tersebut, lagi-lagi Inggris berhasil unggul cepat setelah Kieran Trippier menciptakan gol indah via sepakan bebas. Akan tetapi, skema permainan The Three Lions mampu dibaca secara teliti oleh pelatih Vatreni, Zlatko Dalic.
Keadaan itu lantas dimanfaatkannya buat mengirim ajian sakti dan menetralkan aksi-aksi tim besutan Southgate. Hasilnya ciamik, Kroasia yang lihai dalam mengontrol tempo, terus memanfaatkan serangan lewat sayap guna mencecar lini pertahanan Inggris.
Sempat bertahan dengan kokoh, tembok itu akhirnya jebol juga setelah Ivan Perisic dan Mario Mandzukic bikin gol pembalik keadaan sekaligus penghenti langkah The Three Lions ke final.
Dengan perasaan hati yang kurang enak, Inggris pun kudu puas menjalani partai yang sering diledek tidak penting dalam Piala Dunia, perebutan peringkat ketiga, versus Belgia yang di semifinal lain keok dari Prancis.
Dengan merotasi tim utama, harapan untuk mengakhiri turnamen di posisi tiga berkecamuk dalam dada seluruh penggawa Inggris. Nahasnya, harapan tinggal harapan, sebab De Rode Duivels yang dikomandoi Eden Hazard, tampil lebih trengginas daripada Sterling dan kawan-kawan sehingga membungkus kemenangan via skor 2-0.
Inggris yang tampil di atas ekpektasi berbekal kelihaian mengolah bola mati pada Piala Dunia kali ini, lagi-lagi harus kembali ke negaranya tanpa membawa trofi. Tak sekadar gagal menjadi kampiun, The Three Lions juga tak berdaya untuk menggamit medali perunggu. Alhasil, mereka harus mudik dengan tangan kosong.
Inggris, sang orang tua yang melahirkan sepak bola, di tahun 2018 kembali pulang ke negaranya tanpa menggandeng sang buah hati.