Walaupun James Rodriguez meraih predikat man of the match dengan dua asis, sementara Radamel Falcao dan Juan Cuadrado turut mencetak gol, penggemar Kolombia yang semalam memenuhi Kazan Arena atau penggemar Kolombia di layer kaca patut sampaikan rasa terima kasih juga atas aksi Juan Fernando Quintero. Tanpa mengecilkan peran dari tiga seniornya, aksi Quintero di dua laga Piala Dunia, khususnya di laga melawan Polandia menjaga asa negaranya di Piala Dunia.
Faktanya, nama Quintero luput dari perhatian semua orang menjelang pertandingan pertama Kolombia. Namun, kondisi kurang fit James Rodriguez seakan berkah bagi pemain berusia 25 tahun ini. Ia dipercaya pelatih kawakan, Jose Pakerman, untuk mengisi posisi James sebagai playmaker. Jika boleh berandai, seandainya kartu merah Carlos Sanchez di awal babak pertama tidak terjadi, mungkin arah permainan di babak pertama akan jauh lebih nyaman terutama bagi Quintero.
Walaupun harus bertarung dengan 10 pemain, Quintero tetap mampu menunjukkan aksinya dan sempat memberi harapan Kolombia untuk memaksa hasi imbang melawan Jepang lewat gol cerdasnya di menit ke-39. Ia mengecoh pagar betis Jepang untuk mencetak gol tendangan bebas, meskipun pada akhirnya, mereka harus tetap kalah.
Di laga kedua melawan Polandia, Pakerman memutuskan untuk memasang Quintero dan James secara bersamaan. Sebuah perjudian karena tipikal keduanya mirip, serta sama-sama mengandalkan kaki kiri untuk memegang bola dan mengkreasikan peluang. Perjudian tersebut berbuah gol pertama di mana ia menipu Jacek Goralski untuk memberi bola kepada James yang jadi pengumpan. Di babak kedua, umpan terobosan Quintero mampu memecah perangkap offside pertahanan Polandia dan mampu dimanfaatkan oleh Radamel Falcao.
Selepas gol Falcao, di menit ke-73, Quintero ditarik Pakerman keluar dan digantikan oleh Jefferson Lerma. Sebuah isyarat yang menandakan jika kemampuan Quintero dibutuhkan di laga penentuan, selain tentunya masalah taktikal semata.
Kehilangan ayah kandung
Sosok yang lahir tahun 1993 ini punya masa kecil yang tidak begitu manis. Sejak usia dua tahun, ayah kandungnya, Jaime Enrique Quintero Cano, dinyatakan hilang oleh pihak kepolisian setelah dikirim untuk membantu pihak militer Kolombia. Di tahun-tahun tersebut, negara penghasil kopi terbesar kedua di dunia setelah Brasil ini, sedang dilanda perang besar-besaran terhadap narkoba antara pihak militer negara tersebut dengan para pengedar.
Di 2015, atau setelah 20 tahun ayahnya hilang secara misterius, Juanfer—panggilan Quintero, dan keluarganya, tetap tidak mampu menemukan keberadaan sang ayah. Saat itu, Juanfer sempat dilanda kecewa dan putus asa serta karier sepak bolanya sempat mandek dan tidak berkembang. Terlebih di 2014, ia diketahui gagal pindah ke klub London, Arsenal, setelah tidak menemui kata sepakat harga antara Porto (klub Quintero) dengan manajemen The Gunners. Kenyataan yang membuat kekecewaan dalam hidupnya semakin bertambah.
Penyanyi rap genre Reggaeton
Di masa-masa sulit tersebut, Quintero, seperti halnya beberapa pesepak bola, sempat mencoba peruntungan di dunia musik dengan menjadi penyanyi rap dengan genre reggaetón di Kolombia. Genre tersebut berasal dari Puerto Riko yang terinspirasi musik hip-hop Amerika Latin serta musik dari Karibia. Saat tahun 2016, Quintero merilis video klip bersama penyanyi rap Element Black berjudul Cibernauta. Video ini telah ditonton sebanyak lebih dari 500 ribu orang.
“Saya punya pengalaman hidup dalam kesulitan, orang-orang terdekat saya mengetahui hal tersebut. Saya tidak ingin membicarakan kembali masa-masa sulit tersebut,” ucap Quintero dalam sebuah wawancara di bulan April.
Naik turun karier di level klub
Quintero memulai debut bersama klub Kolombia, Evingado, di umur 16 tahun, ia lalu bergabung dengan Atletico Nacional, klub tanah kelahirannya di Madellin di 2011. Penampilan impresifnya di depan pemandu bakat Eropa membawanya menuju Pescara di 2012. Tampil 15 kali selama satu musim cukup membuat raksasa Portugal, FC Porto memboyongnya semusim setelah atau tepat di musim panas 2013 dengan berbagi hak ekonomi sang pemain dengan Pescara.
Di musim 2013/2014, permainannya mencapai titik puncak di Porto. Saat itu ia berusia 21 tahun dan mampu tampil di 35 pertandingan selama semusim penuh, ia pun turut mencetak 4 gol dan 4 asis, termasuk mengantar Porto hingga babak 8 besar Liga Europa di musim tersebut.
Selepas musim luar biasanya itu, karier Quintero justru semakin meredup. Gagalnya kepindahan ke Arsenal di musim panas 2014 membuatnya tidak bisa menunjukkan kemampuannya seperti di musim perdananya di Porto. Hal tersebut membuat manajemen memutuskan untuk melepasnya di Januari 2015 ke beberapa klub dengan status pinjaman. Tercatat dari mulai Stade Rennais di Prancis, Independiente Medellin (klub sekota Atletico Nacional) di Kolombia, dan River Plate di Argentina, klub Quintero saat ini.
Namun perjalanannya bersama beberapa klub tidak membuat pesona Juanfer turun di mata Pakerman. Ia didapuk menjadi pelapis dari bintang kolombia James Rodriguez. Terlebih, Quintero juga telah dipercaya Pakerman sejak Piala Dunia 2014 di mana saat itu mereka mencapai babak 8 besar. Kepercayaan pelatih 68 tahun tersebut juga dibayar lunas dengan penampilan apik di dua pertandingan. Catatan 1 gol dan 1 asis menjadikan torehan edisi 2018 lebih baik ketimbang Piala Dunia 2014 di mana Quintero hanya sanggup mencatat 1 gol saja.