Kolom

Tribe Nostalgia: Hristo Stoichkov dan Surealisme Bulgaria di Piala Dunia 1994

Dalam peta sepak bola Benua Biru, negara-negara yang ada di kawasan Eropa Timur punya kualitas yang masih tertinggal dari mereka yang terletak di barat ataupun selatan. Walau begitu, jangan memandang remeh kemampuan wakil Eropa Timur buat menghentak dunia seperti yang dilakukan Bulgaria pada Piala Dunia 1994.

Berbekal skuat yang dicatut sebagai generasi emas karena berisikan nama-nama semisal Krasimir Balakov, Petar Hubchev, Yordan Letchkov, Borislav Mikhailov, dan Hristo Stoichkov, The Lions melenggang ke putaran final di Amerika Serikat usai menyingkirkan Prancis pada babak kualifikasi zona Eropa.

Keberhasilan itu laksana berita gembira tersendiri buat penduduk Bulgaria sebab di awal 1990-an, negara mereka terus digoyang oleh intrik politik sehingga kondisi perekonomian teramat lesu. Tampil di ajang Piala Dunia keenamnya sepanjang sejarah, The Lions mengaum dengan amat gagah lantaran mengukir satu prestasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dipimpin oleh Stoichkov, Bulgaria yang tergabung di Grup D pada babak penyisihan, sukses menunjukkan tajinya. Meski bertekuk lutut dari Nigeria di partai perdana dengan skor 0-3, mereka langsung bangkit pada laga-laga berikutnya. Rival satu benua, Yunani, digasak oleh kesebelasan asuhan Dimitar Penev tersebut via skor mencolok 4-0. Stoickhov yang berstatus sebagai ujung tombak andalan, mengemas dua gol di laga ini usai menuntaskan kewajibannya sebagai algojo sepasang penalti yang didapat The Lions.

Namun kisah surealis, justru ditampakkan oleh anak asuh Penev di laga pamungkas kontra Argentina meski kubu lawan yang dihuni figur-figur seperti Gabriel Batistuta, Claudio Caniggia dan Oscar Ruggeri dianggap satu level di atas mereka.

Berlaga di Stadion Cotton Bowl, Bulgaria mampu menerkam La Albiceleste dengan skor 2-0. Lagi-lagi, Stoichkov menyeruak sebagai pemecah kebuntuan di pertandingan ini sebelum keunggulan The Lions digandakan oleh Nasko Sirakov pada menit-menit akhir.

Dua kemenangan yang sanggup mereka bungkus di babak penyisihan mengantar Bulgaria menjejak fase 16 besar guna berduel dengan Meksiko yang beroleh sokongan masif pendukung fanatiknya yang datang ke AS. Akan tetapi, nafsu besar The Lions supaya tidak mengepak koper lebih dini berhasil mereka perlihatkan kala itu. Sempat unggul lebih dahulu via Stoichkov, Meksiko menyamakan skor lewat gol Alberto Garcia-Aspe. Kedudukan sama kuat 1-1 itu sendiri bertahan sampai 120 menit laga.

Mau tak mau, pemenang dari pertandingan ini ditentukan via adu penalti. Mujur untuk Bulgaria sebab mentalitas mereka jauh lebih superior. Dari empat penendang yang ditunjuk Penev, hanya Balakov yang gagal menuntaskan kewajibannya. Di sisi seberang, cuma Claudio Suarez saja yang berhasil jadi eksekutor sedangkan tiga rekannya gagal total.

Pencapaian heroik Stoichkov dan kawan-kawan lantas membawa mereka ke babak perempat-final untuk berjumpa sang juara bertahan, Jerman. Mengingat sang lawan punya kualitas paripurna, Bulgaria bak sesosok liliput di depan Lothar Matthäus plus rekan-rekannya.

Dari 72 ribu penonton yang hadir di Stadion Giants buat menyaksikan laga Bulgaria versus Jerman, mayoritas memberi dukungan buat Die Mannschaft. Walau demikian, kualitas hebat yang ada di tubuh Jerman tak sanggup meladeni surealisme The Lions.

Lebih dulu unggul via gol penalti Matthäus pada awal babak kedua, Jerman malah ambruk di 15 menit terakhir laga. Untuk kali kesekian, nama Stoichkov mengangkasa setelah bikin gol penyama skor di menit ke-75. Setelah itu, giliran Letchkov yang menghunus Die Mannschaft sehabis menciptakan gol pembalik keadaan. Skor 2-1 itu pun bertahan hingga pertandingan selesai dan Bulgaria berhak mengunci satu tempat di semifinal!

Namun sial, surealisme Stoichkov dan kawan-kawan justru terhenti pada babak tersebut. Magis Roberto Baggio yang mencetak brace untuk Italia membuat The Lions tak berdaya meskipun Stoichkov kembali mencatatkan namanya di papan skor usai mengeksekusi sepakan dari titik putih secara sempurna.

Kegagalan menembus partai final, memaksa Bulgaria harus puas tampil di partai perebutan tempat ketiga guna baku hantam dengan Swedia. Celakanya, mereka justru tampil bak singa ompong yang kehilangan kadar surealisnya akibat dibantai Blagult via kedudukan akhir telak 0-4.

Finis di posisi keempat tidak dipandang sebagai aib oleh seluruh elemen yang ada di tubuh Bulgaria, baik pemain, pelatih, federasi ataupun suporter setianya. Pasalnya, pencapaian itu adalah rapor terbaik mereka hingga detik ini saat berpartisipasi di kejuaraan sekelas Piala Dunia.

Khusus buat Stoichkov, masifnya jumlah gol yang ia kemas (total 6 buah), bikin namanya mencuat sebagai salah satu pencetak gol terbanyak di Piala Dunia 1994 bersama striker Rusia, Oleg Salenko.

Buat penduduk Bulgaria, lelaki kidal yang sekarang berumur 52 tahun dan pernah memperkuat Barcelona serta Parma semasa aktif bermain itu masih dianggap sebagai pahlawan terbesar The Lions. Sampai kapanpun, para penggila sepak bola juga akan terus mengingat cahaya terang Stoichkov yang berhasil menghadirkan surealisme untuk Bulgaria kala bertempur di Negeri Paman Sam, 24 tahun silam.