Piala Dunia 2018

From Zero to Hero ala Diego Costa

Spanyol memang tim yang begitu kuat dalam urusan sepak bola, setidaknya dalam beberapa tahun belakangan. Di Piala Dunia 2018 ini pun mereka dianggap sebagai salah satu favorit juara. Sebelum turnamen dimulai, begitu banyak faktor yang menjadikan Spanyol sebagai unggulan. Mulai dari duet Sergio Ramos dan Gerard Pique di lini belakang, keberadaan David de Gea yang notabene merupakan salah satu kiper terbaik di dunia, hingga lini tengah yang dihuni kombinasi muda tua yang dinamis.

Namun, posisi penyerang bukanlah menjadi sesuatu yang exciting bagi pendukung La Furia Roja, yang menganggap bahwa sang penyerang utama, Diego Costa, bukanlah pemain yang tepat untuk memberikan kejayaan.

Rasa pesimis yang melanda Costa dari suporter Spanyol tentu dapat dimengerti. Penampilan pemain Atletico Madrid ini di Piala Dunia 2014 yang begitu buruk tentu menyisakan trauma yang tak mudah untuk dilupakan bagi suporter La Furia Roja. Kala itu, Spanyol yang datang ke Brasil sebagai juara bertahan, gagal lolos dari fase grup karena hanya meraih satu kemenangan dari tiga pertandingan.

Costa yang didapuk sebagai penyerang utama tampil buruk tanpa ada kontribusi bagi negaranya. Yang lebih menyedihkannya lagi, dalam kemenangan satu-satunya Spanyol di fase grup tersebut, Costa harus rela duduk di bangku cadangan.

Karena penampilan buruknya di Piala Dunia 2014, pemain bertubuh kekar ini bahkan harus rela untuk menonton Piala Eropa 2016 dari rumah karena tidak dipanggil oleh pelatih Spanyol saat itu, Vicente del Bosque.

Selain karena penampilannya yang memang buruk di tahun 2014, Costa juga dianggap sebagai pemain yang memiliki karakteristik permainan yang berbeda dengan Spanyol. Hal ini pun dapat dimengerti. Costa adalah tipe penyerang yang begitu mengandalkan kemampuan fisik untuk meneror lawan, Ia mampu meneror bek lawan dalam duel udara dan tak mudah untuk merebut bola darinya karena Costa dapat menggunakan kekuatan tubuhnya dengan baik. Sangat berbeda dengan identitas permainan Spanyol yang begitu estetik.

Setelah kiprah Spanyol di Piala Dunia 2018 berlangsung, semua anggapan di atas berhasil ia patahkan. Dari dua pertandingan di fase grup yang telah Spanyol lakoni, Costa mampu tiga kali mencetak gol di dua laga yang berbeda. Dalam laga melawan jawara Piala Eropa 2016, eks penyerang Chelsea ini mampu mencetak dua gol, dan di pertandingan kedua ia berhasil menambah pundi-pundi golnya lewat gol tunggal yang membawa Spanyol meraih kemenangan. Dari empat gol yang dicetak La Furia Roja di Rusia, tiga telah diciptakan oleh pemain yang juga terkenal provokatif ini.

Lebih dari itu, Costa juga mampu memberikan apa yang tak mampu diberikan oleh Alvaro Morata atau penyerang Spanyol lainnya selepas era Villa, yaitu sisi klinis di depan gawang lawan. Di Piala Dunia 2018 ini, tiga dari empat usaha Costa berhasil masuk ke gawang lawan! Dengan tingkat finishing seperti ini, Costa tampak bisa menjadi penyelesai yang sempura dari penguasaan bola Spanyol, seperti Villa delapan tahun lalu.

Fisik besar nan kekar yang dimiliki Costa juga memberikan variasi bagi permainan Spanyol. Hal ini dapat terlihat jelas lewat gol pertamanya kala melawan Portugal. Saat itu, Costa berhasil memenangi duel udara dengan Pepe untuk mengontrol umpan jauh Sergio Busquets dari setengah lapangan Spanyol, sebelum akhirnya mengecoh bek Portugal lainnya dan mencetak gol lewat tendangan yang terukur.

Bagi Spanyol, permainan route one seperti itu bukanlah skema yang jamak, dan mereka pun sulit untuk melakukan hal seperti itu apabila juru gedor mereka tak memiliki kekuatan tubuh seperti Costa. Berkat kehadiran penyerang naturalisasi Brasil tersebut, permainan Spanyol juga bisa lebih tidak terbaca oleh lawan.

Selain menawarkan opsi yang berbeda, menariknya, Costa juga tampak telah beradaptasi dengan sempurna ke dalam skema khas Spanyol. Jika di tahun 2014 ia kesulitan untuk melakukan link-up dengan rekan-rekan yang berada di belakangnya, di Rusia kali ini ia tampak lebih paham akan permainan timnya. Persentase operan sukses yang dicatat Costa sepanjang dua laga ini mencapai 87.1%, memang tak sebaik pemain lain, namun terhitung oke untuk pemain dengan karakteristik sepertinya.

Perlahan tapi pasti, publik Spanyol mulai menganggap Costa sebagai kelebihan dari timnasnya. Bukan tidak mungkin, di akhir turnamen nanti, justru Costa-lah yang akan menjadi pahlawan bagi Spanyol, pemain yang empat tahun lalu menjadi pesakitan.