Cerita

Benjamin Pavard, Steven N’Zonzi, dan Presnel Kimpembe: Wildcard Timnas Prancis untuk Piala Dunia 2018

Pelatih kepala Prancis, Didier Deschamps, tampaknya sudah siap akan berbagai kritikan atas pilihannya ketika menunjuk 23 pemain untuk mengisi skuat Piala Dunia nanti. Skuat Les Bleus pilihan Deschamps memang cukup mengejutkan. Selain karena tak adanya nama-nama tenar seperti Alexandre Lacazette, Anthony Martial, Adrien Rabiot, dan Aymeric Laporte, ada pemanggilan yang terhitung meragukan.

Di antaranya adalah Benjamin Pavard, Steven N’Zonzi, dan Presnel Kimpembe, tiga pemain yang koleksi caps-nya tak sampai lima. Meskipun begitu, keputusan Deschamps untuk memanggil tiga pemain ini seharusnya layak dipuji, karena baik Pavard, N’Zonzi, atau Kimpembe, berpotensi menjadi wildcard untuk Prancis di Piala Dunia nanti.

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai masing-masing pemain, ada baiknya kita membahas tentang pemain wildcard itu sendiri. Pemain wildcard jika diartikan adalah pemain yang memiliki caps sedikit atau pemain dengan profil tak mentereng yang kemudian menjadi bintang tim dari turnamen yang bersangkutan.

Di turnamen seperti Piala Dunia, keberadaan pemain seperti ini tentu vital bagi tiap negara. Di Piala Dunia 2014 lalu ada Marcos Rojo yang tampil luar biasa bagi lini belakang Argentina. Piala Dunia 2010 ada Thomas Mueller, pemain dengan koleksi dua caps sebelum Piala Dunia bergulir yang menjadi top skorer di akhir turnamen.

Yang lebih lawas ada lagi nama-nama seperti Roger Milla, Salvatore Schillaci, dan Paolo Rossi. Namun, keberadaan pemain seperti mereka membuktikan bahwa pemain dengan profil biasa saja atau minim pengalaman bisa mengejutkan di turnamen seperti Piala Dunia.

 

 Benjamin Pavard

Mari kita mulai dengan membahas satu nama yang paling menarik. Pavard adalah seorang bek tengah yang juga mampu bermain di sisi kanan. Pemuda berusia 22 tahun ini menjelma menjadi salah satu pemain muda yang paling banyak dibicarakan di Eropa. Penyebab utamanya ia mampu tampil penuh di Bundesliga Jerman bagi klubnya, VfB Stuttgart, tanpa melewatkan satu menit pun!

Pemanggilan Pavard dipertanyakan karena ia hanya mengoleksi tiga caps sebelum namanya resmi masuk ke skuat Les Bleus. Ia baru menjalani debutnya bagi Prancis dalam laga uji coba melawan Wales di bulan November tahun lalu. Selain karena pengalaman bermainnya yang minim bagi Prancis, Pavard juga dianggap tak bermain di level tertinggi karena ia hanya bermain di klub sekelas Stuttgart, yang finis di peringkat tujuh Bundesliga.

Meskipun begitu, anggapan tersebut tampak tak berlaku mengingat penampilannya yang begitu luar biasa. Selain karena ketahanannya untuk bermain di tiap menit di Bundesliga, statistik Pavard juga superior ketimbang empat bek tengah Prancis lainnya (Kimpembe, Adil Rami, Raphael Varane, Samuel Umtiti). Dilansir dari Squawka, ia mencatatkan rerata 1.29 tekel per laga di liga lokal, kedua terbanyak di antara bek lain, dan 2.9 intersep per laga, jauh lebih banyak ketimbang bek lain yang rerata intersepnya tak sampai 2 per laga.

Walaupun besar kemungkinan Varane dan Umtiti-lah yang akan menjadi bek tengah utama Prancis, Pavard bisa menjadi opsi menarik untuk mengisi pos bek kanan. Djibril Sidibe mengalami musim yang tak menyenangkan bersama Monaco di musim 2017/2018, dan kelihaian Pavard untuk bermain melebar bisa dicoba Deschamps di Piala Dunia nanti.

Sebagai info tambahan, Pavard juga berkontribusi besar kala membawa Stuttgart menjadi klub dengan jumlah kebobolan paling sedikit kedua di Bundesliga, di bawah (siapa lagi?) Bayern München. Berkaca pada penampilan apiknya di level klub, bukan tak mungkin Pavard tampil mengejutkan di Rusia nanti.

 

N’Zonzi menunjukkan kekecewaanya

Steven N’Zonzi

Deschamps menjadi sasaran kritikan ketika memanggil N’Zonzi ketimbang pemain bintang Paris Saint-Germain (PSG), Adrien Rabiot. Tak hanya jauh lebih tua (selisih enam tahun), N’Zonzi juga hanya bermain di klub “sekelas” Sevilla, yang tercecer di peringkat tujuh LaLiga musim 2017/2018 lalu. Jumlah caps Rabiot bagi Prancis (6) juga lebih banyak ketimbang N’Zonzi (2). Lantas, mengapa N’Zonzi bisa menjadi pilihan yang baik bagi Prancis saat mereka bisa memilih Rabiot?

Sulit rasanya memang menilai N’Zonzi adalah pilihan yang tepat ketimbang Rabiot. Selain karena tipe permainan mereka yang sama, fisik kedua gelandang bertahan ini juga tak jauh berbeda. Meskipun begitu, ada keunggulan yang dimiliki N’Zonzi ketimbang Rabiot. Hal tersebut adalah pengalaman.

Ketimbang Rabiot yang langsung bermain di tim profesional bagi PSG, N’Zonzi menapaki kariernya dari klub level bawah. Sempat bermain bagi klub medioker Inggris seperti Blackburn Rovers dan Stoke City, gelandang berusia 29 tahun ini akhirnya mencapai puncak permainan bersama Sevilla. Memang terlihat tak signifikan, namun pengalaman bermain yang lebih banyak di level klub bawah bisa berguna di Piala Dunia.

Selain itu, similaritas N’Zonzi dengan Paul Pogba juga menjadi kelebihan tersendiri. Ketimbang Rabiot yang lebih agresif, N’Zonzi adalah gelandang yang stylish seperti Pogba, dan ia bisa menjadi pengganti sempurna dari bintang Manchester United tersebut. Hal ini memang mengartikan bahwa N’Zonzi tak akan menjadi pemain inti, namun memiliki pengganti yang selevel tentu menjadi keuntungan yang sangat berarti bagi satu negara.

 

Presnel Kimpembe

Besar kemungkinan, Kimpembe ditarik Deschamps untuk menggantikan Laurent Koscielny yang mengalami cedera. Meskipun begitu, pemanggilannya dipertanyakan karena Prancis masih memiliki Aymeric Laporte yang tampil baik bagi skuat juara Manchester City, ditambah caps Kimpembe yang hanya satu bagi timnas senior Prancis!

Kimpembe memiliki nilai plus karena ia memiliki kaki kiri sebagai kaki terbaiknya. Kombinasi bek tengah kaki kanan-kaki kiri tentu adalah kombinasi yang lebih natural untuk tim yang menggunakan skema empat bek, skema yang besar kemungkinan akan digunakan Deschamps untuk Prancis, karena sang bek utama, Varane dan Umtiti juga masing-masing berkaki kanan dan kiri.

Walaupun begitu, Laporte pun berkaki kidal. Namun, ada satu kelebihan yang dimiliki punggawa PSG ini ketimbang Laporte. Kimpembe adalah pemain yang lebih agresif dengan rataan tekel per laga (1,08) lebih baik ketimbang Laporte (0,57). Bek berusia 22 tahun ini juga lebih handal dengan bola, persentase operan suksesnya (95%) lebih baik ketimbang Laporte (93%).