Saya ingat jelas, sore itu sangat cerah di kota Basel, Swiss, pada bulan Juli 2013. Kedua teman saya menggerutu karena harus menemani saya menonton laga pra-musim antara FC Basel melawan Borussia Dortmund. Terus terang, saat itu saya juga menimbang-nimbang apakah lebih baik melupakan rencana ke stadion dan memilih untuk berenang di danau Basel yang jernih. Untungnya, saya memutuskan untuk tetap datang ke stadion.
FC Basel sebagai tuan rumah menjamu Borussia Dortmund di Saint-Jakob Park. Laga itu dilangsungkan hanya dua bulan setelah sang tamu tumbang di final Liga Champions dari saingan abadi mereka, Bayern München. Di laga pemanasan melawan FC Basel, pelatih Dortmund pada saat itu, Jürgen Klopp, sedang mencoba beberapa amunisi yang baru bergabung, antara lain Henrikh Mkhitaryan dan Pierre-Emerick Aubameyang.
Di laga yang berkesudahan 3-1 untuk kemenangan Die Schwarzgelben itu, Mkhitaryan tampil memuaskan dengan mencetak gol pembuka. Sang jenderal lapangan tengah, Marco Reus, juga menyumbang satu gol. Namun, bintang dari segala bintang pada saat itu bukanlah para pemain Dortmund, melainkan seorang pemain tak terkenal yang berasal dari Mesir.
Pemain berambut keriting berpostur 175 sentimeter itu berulang kali membuat sekitar 30 ribu penonton di stadion berdecak kagum dengan kemampuan menggocek bolanya. Dengan kecepatan lari di atas rata-rata, ia menyulitkan para pemain belakang Dortmund meski tak mencetak gol.
Ia adalah Mohamed Salah, buah bibir penggila sepak bola di dunia saat ini. Pada laga yang berlangsung di bulan Juli 2013 itu, reputasi Salah memang belum dikenal luas. Namun, bagi saya dan penggila bola lain yang mengikuti perkembangan Liga Super Swiss, pria asal Mesir itu sudah menjadi fenomena. Konon, FC Basel mengeluarkan tak sampai sejuta euro untuk mendatangkannya dari klub Mesir, El-Mokawloon (juga dikenal sebagai Arab Contractors).
Baca juga: Penggemar Liverpool Ciptakan Chant Baru untuk Mohamed Salah
Ternyata, pada laga di sore hari yang cerah itu, bukan hanya kami para penonton yang dibuat terkesan oleh performa Salah. Klopp juga terkesima menyaksikan pemain yang membela klub lawannya pada laga itu.
“Ketika bermain di laga persahabatan di kota Basel itu, kami sama sekali tidak mengenal pemain itu. Namun, setelah melihatnya bermain, what the f**k?’ Nyaris tak bisa dipercaya!” ujar Klopp beberapa saat lalu, mengenang momen-momen pertamanya melihat Salah.
“Beberapa bulan setelah saat itu, saya pun mengatakan ‘mari kita beli pemain itu!’ Sayang, ia sudah menjalin kesepakatan dengan Chelsea.”
Ternyata, cinta pada pandangan pertama Klopp kepada Salah sama sekali tidak luntur, meski ia beralih menjadi pelatih Liverpool dan sang pemain beberapa kali berpindah klub. Salah sempat hijrah ke Fiorentina dan AS Roma untuk membuktikan dirinya. Di awal musim 2017/2018, sang pelatih pun memberanikan diri mengajukan proposal senilai 40 juta euro kepada AS Roma untuk memboyong andalan tim nasional Mesir itu.
Meski dikritik banyak pihak, Klopp meyakini Salah akan menjadi asset berarga bagi Liverpool. Ternyata benar, pemakai nomor punggung 11 itu menunjukkan kualitasnya untuk memimpin barisan penggedor The Reds. Kelanjutan ceritanya pun kita semua sudah ketahui, Salah memecahkan rekor demi rekor selama sembilan bulan terakhir berseragam The Reds.
“Apa lagi yang tidak Anda lihat dalam dirinya? Ia (Salah) berlari cepat, menciptakan banyak gol, dan membuat sejarah untuk tim nasional Mesir,” kata Klopp baru-baru ini, memuji rekrutannya itu.
Salah juga balik memuji pelatihnya itu, “Ia (Klopp) pria yang membuat perbedaan, karena ia pelatih hebat. Ia banyak membantu saya untuk meningkatkan performa. Kami memiliki hubungan yang sangat baik.”
Entah apa yang terjadi andai saja Dortmund tak memainkan laga persahabatan di Basel pada bulan Juli 2013. Mungkin kita tak akan pernah melihat performa hebat Mohamed Salah di bawah asuhan Klopp.