Kerusuhan selepas pertandingan sepak bola ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Di Afrika Selatan (Afsel), pertandingan antara Kaizer Chiefs melawan Free State Stars di ajang semifinal Piala Nedbank, yang berlangsung di Stadion Moses Mabhida di Durban, berakhir ricuh.
Dilansir dari Independent, kerusuhan bermula setelah gawang Kaizer Chiefs kebobolan untuk kedua kalinya. Akibat gol tersebut, Kaizer Chiefs, yang notabene adalah salah satu klub sepak bola tersukses dan terbesar di Afrika, dipastikan tersingkir dengan kekalahan 0-2. Di akhir laga, supporter Kaizer Chiefs yang berang melihat tim kesayangannya tersingkir akhirnya kehilangan kesabaran dan menginvasi lapangan.
Violence at Moses Mabhida Stadium as Kaizer Chiefs fans run riot after their teams 2-0 defeat to Free State Stars!!!! pic.twitter.com/yFDuZLDNNh
— BBK (@BBKUnplugged99) April 21, 2018
Parahnya, supporter Kaizer Chiefs yang telah menginvasi lapangan ini juga melakukan tindakan yang barbar. Mereka merusak kursi-kursi yang ada di Stadion Moses Mabhida, dan menyerang petugas keamanan! Ada satu rekaman video yang beredar memuat seorang petugas keamanan perempuan yang terkapar setelah dipukuli dengan kursi plastik oleh supporter.
Tak hanya itu, menurut Sowetan Live, masih banyak lagi petugas keamanan yang terluka akibat kekerasan yang dilangsungkan oleh supporter. Selain itu, pemain serta pelatih dari kedua tim harus dilarikan ke ruang ganti dengan pengamanan khusus. Kendaraan yang berada di luar stadion juga terkena imbasnya. Menurut laporan, beberapa mobil yang diparkir di sekitar stadion juga ikut dirusak.
This is not ok. The last 10 seconds are HORRIFIC. There are NO words to describe this behaviour. Barbaric is too mild. @KaizerChiefs fans, do not be surprised if broadcasters refuse to show your games live #BanTheFans pic.twitter.com/BpIDnTxFZo
— Cindy Poluta (@CindyPoluta) April 22, 2018
Dari rekaman di atas, terlihat juga perlengkapan milik stasiun televisi yang ada di sekitar lapangan dirusak oleh supporter. Polisi yang tiba di stadion pun harus menggunakan kekerasan untuk menenangkan supporter yang marah ini, mulai dengan menggunakan taser dan kendaraan baja.
Manajer Kaizer Chiefs, Steve Komphela, merasa bertanggung jawab atas kerusuhan ini, dan ia mengundurkan diri pasca laga usai.
“Kami harus menghilangkan kebudayaan yang barbar dan tanpa disiplin ini. Saya memiliki tanggung jawab atas kejadian ini, dan saya harus menjaga pemain-pemain kami. Apabila hal ini akan berhenti dengan saya mundur, maka saya akan melakukan itu. Saat ini, secara efektif saya telah mundur demi menjaga semua orang yang terlibat dengan klub,” ujar Komphela dikutip dari Independent.
Dampak dari kerusuhan ini tentunya cukup berat secara material, meskipun untungnya tak ada nyawa yang melayang. Sejauh ini, menurut penuturan juru bicara kepolisian Afsel, Nqobile Gwala, tak ada korban jiwa dari kerusuhan ini. Selain itu, mereka juga sudah menahan dua orang yang dianggap sebagai provokator, yang jumlahnya tentu bisa bertambah lagi.
Tentunya, kita hanya bisa berharap bahwa tak ada lagi kerusuhan semacam ini, baik di sepak bola Indonesia maupun di negara lain.