Cerita

Lelucon Jadwal Pertandingan ala PT. Liga Indonesia Baru

Bertanggal 27 Maret 2018, PT. Liga Indonesia Baru (LIB) yang juga operator Liga 1 mengeluarkan surat pemberitahuan kepada dua kesebelasan yaitu PSMS Medan serta Bhayangkara FC, bahwa laga di antara keduanya akhir pekan ini mengalami perubahan jadwal.

Semula, laga ini dimainkan pada Jumat petang (30/3) pukul 18:30 Waktu Indonesia Barat (WIB) di Stadion Teladan. Namun berdasarkan surat keputusan itu, pertandingan dimundurkan sehari menjadi Sabtu (31/3) pukul 15:30 WIB.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Chief Executive Officer (CEO) PT. LIB, Risha Widjaya tersebut, pihak operator kompetisi menyebut bahwa perubahan itu dilakukan karena adanya implementasi siaran langsung dari pemegang hak siar Liga 1.

Namun usut punya usut, bukan hanya jadwal pertandingan antara PSMS dan Bhayangkara FC saja yang berubah. Pasalnya, situasi serupa juga dialami oleh dua kesebelasan dari Jawa Timur yang saling berhadapan akhir pekan ini, Persela Lamongan dan Persebaya Surabaya.

Awalnya, partai Laskar Joko Tingkir kontra Bajul Ijo dihelat pada hari Sabtu (31/3) pada pukul 15:30 WIB. Namun lagi-lagi, dengan dalih mendapat permintaan dari pemegang hak siar, duel keduanya dimajukan sehari menjadi Jumat (30/3) tapi waktu sepak mulanya tetap pukul 15:30 WIB.

Aneh? Pasti. Mengejutkan? Tentu tidak.

Perubahan-perubahan jadwal pertandingan di Liga 1 memang bukan hal yang mengagetkan lagi. Jika ditelusuri lebih jauh, situasi macam ini bak sebuah tradisi yang terus dibudidayakan oleh PT. LIB dan PSSI sebagai pemangku kekuasaan.

Sebagai contoh, Liga 1 dan Liga 2 musim 2017 kemarin juga identik dengan perubahan-perubahan jadwal secara mendadak. Jadwal suatu pertandingan yang sejatinya dihelat pada hari Sabtu, tiba-tiba diubah menjadi hari Minggu. Lebih nahasnya lagi, pemberitahuan ihwal perubahan itu hanya dilakukan dua atau bahkan satu hari jelang laga dihelat.

Terasa makin ironis, hal itu terjadi bukan karena sesuatu yang di luar kendali otoritas liga, misalnya saja bencana alam. Mayoritas perubahan tersebut muncul akibat intervensi pemegang hak siar. Mirip sebuah lawakan? Tentu saja!

Tribes yang umumnya menggemari sepak bola luar negeri, utamanya Eropa, sudah barang tentu terpikat dan selalu memuji bagaimana liga-liga di sana dikelola secara luar biasa. Termasuk soal cara mereka menyusun jadwal pertandingan.

Mari kita ambil ajang Serie A Italia sebagai acuan. Dengan peserta 20 klub, Lega Calcio dan federasi sepak bola Negeri Pizza (FIGC) tentu harus mengatur jadwal pertandingan dari seluruh klub tersebut secara rinci.

Baca juga: Hak Siar Televisi di Musim Depan yang akan Mengubah Nasib Serie A

Perlu diingat juga bahwa mengatur jadwal untuk klub yang menggunakan satu stadion yang sama seperti AS Roma dan Lazio atau AC Milan serta Internazionale Milano, juga bukan persoalan sepele. Pernahkah Tribes mendapati masing-masing klub di atas mengalami bentrok jadwal atau bermain kandang pada giornata yang sama?

Cara mereka menyusun jadwal laga juga tidak melulu berpatokan pada waktu yang tersedia ataupun lawan, tapi juga jadwal pertandingan di kompetisi lain seperti Piala Italia.

Malah untuk klub-klub tertentu yang mentas di kejuaraan antarklub Eropa, otoritas liga juga menata segalanya secara spesifik agar tak terjadi benturan jadwal dengan aksi-aksi wakil Italia di Liga Champions maupun Liga Europa.

Kalaupun ada kasus penundaan laga, biasanya akibat cuaca buruk atau kejadian tak terduga seperti wafatnya oleh Davide Astori beberapa waktu lalu, jadwal anyar untuk partai-partai tunda itu pun dibuat secara rinci dan tidak mengganggu jadwal yang sudah disusun sebelumnya. Sebuah ciri di mana profesionalitas dijunjung tinggi.

Walau sudah memiliki kontrak kerja dengan otoritas liga, para pemegang hak siar tak mendapat akses lebih dengan turut campur menata jadwal agar bisa ditayangkan sebagai program unggulan demi mengejar rating.

Kembali ke Indonesia, situasi serupa pastilah jauh panggang dari api. Bahkan mungkin, mustahil untuk diwujudkan kendati sudah bertahun-tahun PSSI menggemakan profesionalitas demi iklim sepak bola yang lebih baik.

Berkali-kali otoritas liga mengatur jadwal pertandingan di setiap pekan, berkali-kali pula terjadi perubahan demi perubahan karena permintaan pemegang hak siar. Partai PSMS melawan Bhayangkara FC dan Persela kontra Persebaya akhir pekan ini merupakan bukti nyatanya.

Memperhatikan keadaan seperti ini, asa pencinta sepak bola nasional buat memiliki kompetisi yang profesional dan tertata rapi pun ibarat mimpi di siang bolong.

Wajar bila kemudian timbul pertanyaan, apakah pemegang hak siar Liga 1 memang diizinkan otoritas liga untuk mengubah jadwal pertandingan sesuai dengan keinginan mereka?

Jikalau begitu, untuk apa PT. LIB dan PSSI susah-susah menyusun jadwal pertandingan sampai berani merilisnya sebelum ‘diiyakan’ oleh pemegang hak siar.

Andaikata tidak diizinkan, mengapa pula pemegang hak siar berkuasa penuh atas perubahan-perubahan jadwal seperti isi surat yang dikeluarkan oleh PT. LIB di bagian awal artikel ini?

Padahal, ada begitu banyak pihak yang dirugikan dengan perubahan-perubahan tersebut. Korban utamanya pastilah klub dan juga suporter. Pasalnya, persiapan-persiapan yang telah mereka buat sebelumnya guna bertanding atau menyaksikan laga secara langsung di stadion, bisa buyar dalam sekejap mata akibat berubahnya waktu dimainkannya suatu laga.

Bila jadwal pertandingan sepak bola di Indonesia masih carut-marut selayaknya sekarang, mustahil rasanya untuk melihat iklim sepak bola nasional menjadi lebih baik (sebab otoritas liga malah jadi pihak yang membuat biaya operasional semakin membengkak).

Ucapan-ucapan manis para pemangku kekuasaan yang katanya terus berusaha untuk menciptakan atmosfer prima di sepak bola Indonesia pun tak ada bedanya dengan omong kosong belaka.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional