Andriy ‘Sheva’ Shevchenko berkonsentrasi penuh, menatap bola yang terletak di titik putih. Di bawah tiang gawang, Jerzy Dudek menggoyang-goyangkan kaki-kakinya dengan cepat. Entah terganggu oleh gerakan tersebut atau memang sedang sial, Sheva gagal mengeksekusi penalti. Tendangannya ditepis dengan sigap oleh Dudek. Liverpool pun memenngkan final dramatis di tahun 2005 di Istanbul.
Dudek menjadi pahlawan di saat-saat akhir bagi kemenangan Liverpool di Istanbul pada tahun 2005 tersebut. Setelah Captain Fantastic, Steven Gerrard, menjadi inspirator utama The Reds dalam menyamakan ketertinggalan 0-3 menjadi 3–3, Dudek yang bermain cenderung buruk di babak pertama tiba-tiba tampil cemerlang di babak kedua dan perpanjangan waktu.
Ia membendung dua peluang Milan melalui Shevchenko di babak perpanjangan waktu, setelah itu menggagalkan eksekusi bintang Ukraina tersebut di babak adu penalti. Bukan hanya itu, Dudek juga menggagalkan penalti maestro lini tengah Rossoneri, Andrea Pirlo. The Reds akhirnya berhak membawa pulang trofi dengan kemenangan 3-2 di babak tos-tosan.
Cara pria Polandia ini dalam mengalihkan perhatian eksekutor lawan sebenarnya bukan terinspirasi goyangan para penyanyi dangdut Indonesia. Teknik “spaghetti leg” yang digunakannya sudah pernah dipopulerkan oleh kiper legendaris Liverpool, Bruce Grobbelaar. Dengan gaya unik ini, Grobbelaar juga sukses menjadi pahlawan di final Liga Champions (dulu masih bernama Piala Champions) 1984.
Dudek pun menjadi pesepak bola Polandia ketiga sepanjang sejarah yang pernah memenangi Liga Champions setelah Zbigniew Boniek (Juventus) dan Józef Młynarczyk (FC Porto). Sekelompok pendukung Liverpool yang berprofesi sebagai penyanyi bahkan membuat tribut dalam lagu berjudul “Do the Dudek” untuk mengenang aksi unik sang pahlawan.
Pahlawan di Liverpool, diabaikan Polandia
Dudek bergabung dengan Liverpool pada akhir bulan Agustus 2001. Ia menggantikan kiper Belanda, Sander Westerveld, yang sering dianggap tampil angin-anginan oleh pelatih Gérard Houllier. Penampilannya yang bagus membuahkan posisi runner-up di Liga Primer Inggris 2001/2002 di belakang Arsenal. Pria kelahiran 23 Maret 1973 ini langsung memperoleh nominasi Kiper Terbaik Eropa versi UEFA, bersama dua nama populer, Oliver Kahn dan Gianluigi Buffon.
Penampilan stabilnya di bawah mistar gawang The Reds membuahkan gelar Piala Liga Inggris 2002/2003 dan Liga Champions 2004/2005. Namun, Dudek kehilangan posisinya kepada Jose ‘Pepe’ Reina sejak musim 2005/2006. Hubungannya dengan pelatih Rafael Benitez pun merenggang dan menuduh pria Spanyol itu memperlakukannya dengan tidak adil. Kegagalannya mempertahankan posisi sebagai pilihan utama Benitez memang membuatnya tak terpilih untuk masuk skuat tim nasional Polandia yang bertanding di Piala Dunia 2006.
Dudek akhirnya memilih untuk pindah ke klub raksasa Spanyol, Real Madrid. Di sana, ia lagi-lagi hanya menjadi pelapis bagi kiper nasional Spanyol, Iker Casillas. Meski demikian, ia bertahan di klub ibu kota Spanyol tersebut selama empat tahun. Pertandingan terakhirnya pada tahun 2011 disambut meriah oleh para Madridista, dan para pemain Real Madrid memberinya ‘guard of honour’ demi melepas pria Polandia ini ke masa pensiun.
Di luar segala kekurangannya, Dudek akan selalu dikenang atas momen menakjubkan di final Liga Champions 2005. Penyelamatan gandanya membendung peluang Shevchenko terpilih sebagai momen Liga Champions Terbaik sepanjang masa, menurut sebuah survey yang dilakukan UEFA mengalahkan tendangan voli kaki kiri Zinedine Zidane ke gawang Bayer Leverkusen pada final tahun 2002 dan gol penentu Ole Gunnar Solskjær di injury time melawan Bayern München pada final tahun 1999.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.