Cerita

Mencari “Theory of Everything” dalam Sepak Bola

Ilmuwan kenamaan dunia, Stephen Hawking, mengembuskan napas terakhirnya pada 14 Maret 2018 lalu. Profesor Hawking merupakan fisikawan yang disebut-sebut sebagai ilmuwan terbaik dalam sepanjang sejarah manusia selain Galieo Galilei dan Albert Einstein. Ia dikenal karena penjelasan yang lebih baik terkait Theory of Everything.

Bagi yang tidak mendalami ilmu Fisika, jelas akan agak sulit memahami terkait Theory of Everything yang biasa di-bahasa Indonesia-kan sebagai “Rumus Semesta”. Sederhananya begini, Theory of Everything ini yang berisikan terkait gravitasi kuantum, mekanika kuantum, dan juga membahas string theory yang membahas soal partikel super-simetris, yang juga terkait ruang dan waktu. Teori ini dianggap bisa menjadi fundamental  untuk menjawab berbagai permasalahan dan fenomena yang ada di alam semesta.

Menjadi yang menarik kemudian adalah menelusuri, apakah ada Theory of Everything dalam sepak bola? Professor Hawking memang orang Inggris, tetapi sayangnya belum ada informasi yang benar-benar pasti terkait hubungannya dengan dunia sepak bola. Maklum, hampir sebagian besar waktu dalam hidupnya digunakan untuk belajar dan memecahkan permasalahan terkait ruang dan waktu.

Profesor Hawking memang sempat memberikan semacam saran bahkan prediksi bagi timnas Inggris jelang mereka berlaga di ajang Piala Dunia. Tetapi hal tersebut tidak serta merta membuktikan ketertarikannya kepada dunia sepak bola. Boleh jadi yang dilakukan Profesor Hawking semata-mata hanya bagian dari kesenangannya terhadap angka dan hal-hal yang bersifat saintifik, karena soal kemungkinan dan probablitas juga bagian dari Theory of Everything ini.

Kembali lagi soal mencari Theory of Everything dalam dunia sepak bola, apabila Theory of Everything versi Profesor Hawking digunakan untuk memahami fenomena yang terjadi di alam semesta, Theory of Everything dalam sepak bola tentu tujuan ilmiahnya adalah agar bisa memahami sepak bola dengan cara yang lebih komprehensif.

Terkait Theory of Everything versi sepak bola, setidaknya ada dua paradigma yang bisa saja menjadi cikal bakal dari teori tentang segalanya ini. Dua pemahaman yang berbeda dari mayoritas kelompok baik yang memainkan ataupun yang menyaksikan sepak bola. Sebelum dijelaskan lebih jauh, sepertinya Anda pun sudah mengetahui arah bahasan ini.

Paradigma pertama adalah yang disebut oleh mereka sebagai memainkan sepak bola indah, atau dalam bahasa lainnya adalah sepak bola menyerang. Kaum ini memahami sepak bola dari aspek yang lebih estetis. Karena memiliki aspek hiburan, sepak bola dianggap mestilah atraktif. Makna sepak bola baru bisa didapat dari segala sesuatu yang sifatnya dramatis dan spektakuler.

Sementara di sisi bersebrrangan adalah mereka-mereka yang menganut paham yang lebih pragmatis. Paham ini lebih sering disalahartikan sebagai sepak bola bertahan. Padahal, pragmatisme dalam sepak bola adalah sesuatu yang lebih realis dan persisten. Bahkan bagi pemujanya sepak bola ini justru dianggap sebagai sesuatu yang paling modern.

Debat kusir antara kedua pemilik paham ini sering terjadi. Bukan saja di levelan “obrolan warung kopi”, tetapi juga menjadi pembahasan ketika para pundit baik lokal maupun internasional, ketika mereka membahas sebuah pertandingan. Setelahnya, yang biasa terjadi adalah jamaah dari paham masing-masing kemudian ikut membela pemimpin paham atau “imam” mereka.

Menjadi semakin sulit karena tidak memungkinkan adanya konstruktivisme antara kedua paham ini. Baik paham sepak bola menyerang maupun sepak bola pragmatis, agak sulit untuk dijembatani karena Anda pun paham bagaiamana keduanya memiliki gagasan-gagasan yang boleh dibilang masuk akal terkait pemahaman mereka.

Terlebih karena pada akhirnya, bukan sesuatu hal yang salah ketika Anda memiliki pemahaman tersendiri terkait sebuah fenomena. Yang pasti perdebatan yang juga belum berakhir antara dua paradigma dan pemahaman besar dalam sepak bola ini sendiri yang membuat kemungkinan untuk ditemukannya Theory of Everything dalam sepak bola menjadi agak sulit.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia