Berita Eropa

Stephen Hawking Sudah Menganalisis kalau Inggris akan Gagal di Piala Dunia 2014

Hari Rabu (14/3) fisikawan Stephen Hawking meninggal di usia 76 tahun. Ia terkenal sebagai ilmuwan paling cerdas di dunia setelah era Albert Einstein, dan kerap menganalisis sesuatu menggunakan perhitungan matematis yang rinci. Salah satunya, ia sempat memprediksi kalau Inggris akan gagal di Piala Dunia 2014.

Menurut laporan The Guardian, analisis ini dibuat Stephen Hawking jelang dimulainya Piala Dunia 2014, karena dimintai pendapat oleh beberapa rumah taruhan, Saat itu, ia menjawabnya dengan analogi “Inggris tidak bisa memukul pantat sapi dengan banjo (nama sebuah alat musik)”.

Yang dimaksud Stephen Hawking adalah, amunisi Inggris saat itu belum cukup kuat untuk menjadi juara dunia. Saat itu ia mengamati 45 pertandingan Piala Dunia yang dimainkan Inggris setelah juara di tahun 1966, dan 204 eksekusi penalti yang dilakukan The Three Lions dalam rentang waktu tersebut di seluruh ajang.

Hasilnya, Stephen Hawking mendapat temuan bahwa ketinggian lapangan dari permukaan laut dan temperatur setempat dapat memengaruhi kualitas permainan Inggris. Ia mengungkapkan bahwa Inggris akan lebih nyaman bermain di dataran yang bertinggi minimal 500 mdpl dan laga dilangsungkan pada siang hari.

“Laga kontra Kosta Rika di Belo Horizonte akan lebih ringan karena dilangsungkan pada siang hari dan di dataran tinggi, lalu yang paling sulit adalah pertandingan pembuka melawan Italia di Manaus, yang bertempat di dataran rendah,” kata Hawking.

Ia juga menjelaskan bahwa Inggris bermain lebih baik dengan jersey warna merah, ketimbang putih yang merupakan seragam utamanya. Dengan warna merah, pemain Inggris merasa lebih lebih percaya diri, dan bisa lebih bersemangat. Ia juga menghitung kemungkinan The Union Jack memenangkan pertandingan lebih besar jika memakai formasi 4-3-3 ketimbang 4-4-2 yang sedang mereka gunakan saat itu, Perbandingannya 58:42.

Jadi, kesimpulan dari analisis Hawking adalah, Inggris harus memakai jersey merah, memainkan formasi 4-3-3, dan bermain setelah lewat tengah hari di antara dataran rendah dan tinggi, agar bisa meraih sukses di Brasil. Lalu bagaimana hasilnya di lapangan?

Di laga pertama Inggris keok 1-2 dari Italia, sepak mula dilakukan pukul 18:00 waktu setempat. Pertandingan berikutnya, Inggris takluk lagi, kali ini dari Uruguay dengan skor 1-2  juga, sepak mula dimulai pukul 16:00 waktu setempat. Lalu di pertandingan terakhir, ketika laga dimulai pukul 13:00, Inggris dapat satu poin dari hasil imbang 0-0 lawan Kosta Rika, tapi tak cukup menyelamatkan mereka dari kepulangan dini.

Dari ketiga laga tersebut, semua dilakoni Inggris dengan jersey putihnya, dan memakai formasi 4-2-3-1, sedangkan untuk lokasi digelarnya pertandingan adalah, Manaus (92 mdpl, lawan Italia), Sao Paulo (760 mdpl, lawan Urugay), dan Belo Horizonte (760 mdpl, lawan Kosta Rika).

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.