Cerita

Bersimpati untuk Gomes de Oliveira

Beberapa minggu sebelum Liga 1 resmi digelar, terjadi sedikit guncangan dari salah satu kontestan kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Persiapan Madura United sedikit terganggu akibat adanya perubahan nakhoda tim. Gomes de Oliviera yang sudah memimpin Laskar Sapeh Kerrab selama dua musim ke belakang memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan pelatih Madura United.

Ada yang sudah memprediksi hal ini, meskipun sebagian ada yang masih terkejut mendengar keputusan dari Gomes. Salah satu yang tidak menyangka bahwa jalinan kerja sama Madura United dan Gomes harus berakhir adalah palang pintu andalan Madura United, Fachrudin Aryanto.

“Saya kaget mendengar kabar itu. Saya sedih ditinggal coach Gomes yang selama ini sangat baik pada pemain. Tapi, itulah sepak bola, ada yang keluar ada yang masuk. Saya berharap ke depan lebih baik,” kata Fachrudin.

Namun untuk beberapa pihak, jabatan Gomes memang sudah di ujung tanduk setelah rentetan kegagalan di Piala Presiden dan juga Piala Gubernur Kalimantan Timur (PGK). Desakan mundur pun terus datang secara bergelombang dari kelompok suporter Madura United setelah tim kesayangnnya tidak bisa berbuat banyak di dua ajang pra-musim tersebut.

Madura United yang bermain buruk di PGK menjadi alasan terkuat mantan pelatih Persiwa Wamena itu menyerahkan kembali jabatan kepelatihan kepada manajemen Madura United. Pada turnamen tersebut, Madura United harus puas berada di posisi juru kunci Grup B. Pada akhirnya, sebelum pertandingan terakhir melawan Persiba Balikpapan, coach Gomes memilih untuk menyerah dan mengundurkan diri dari jabatannya.

“(Dalam) sepak bola keluar masuk adalah hal biasa kebersamaan hampir tiga tahun sesuatu yang luar biasa. Tetapi atas pilihan mengembalikan tanggung jawab kepada manajemen klub kami ucapkan mator sakalangkong,” seperti dikutip dari akun Twitter resmi klub.

Perpisahan ini pun diamini jajaran manajemen Madura United. Mereka menyebutkan bahwa Gomes dan pihak klub sudah bersepakat untuk mengakhiri segala ikatan kerja sama. Presiden Madura United, Achsanul Qosasi, berkata bahwa keputusan yang diambil bukanlah sesuatu hal yang mudah. Dirinya berpendapat keputusan ini hanya bertujuan untuk kebaikan klub Madura United sendiri.

“Keputusan yang tidak mudah. Pengambilan keputusan adalah harapan dan risiko. Saya ingin memelihara harapan dan saya tidak ingin memelihara risiko,” ujar Achsanul.

Meski keputusan ini disebut sebagai hasil perundingan bersama, kepergian Gomes dari Madura United seperti menyisakan sesuatu yang janggal. Rasanya tidak adil untuk menghakimi kapasitas seorang pelatih bahkan ketika liga pun belum dimulai. Desakan mundur terhadap Gomes semakin nyata setelah rentetan hasil buruk Madura United di beberapa turnamen pra-musim.

Korban dari terlalu bergengsinya turnamen pramusim

Musim ini seharusnya menjadi musim ketiga bagi Gomes menukangi Madura United. Tim yang bermarkas di Pulau Madura ini pada dasarnya baru lahir dua musim lalu, tepatnya ketika masa persiapan menuju Torabika Soccer Championship. Embrio tim ini adalah Persipasi Bandung Raya yang sebelumnya bernama Pelita Bandung Raya. Ketidakjelasan nasib Persipasi membuka kesempatan bagi Achsanul Qosasi untuk mengakuisisi semifinalis ISL 2014 tersebut.

Setelah benar–benar berubah identitas menjadi Madura United, manajemen akhirnya merekrut pelatih berbakat asal Brasil, Gomes De Oliviera. Karier Gomes dihabiskan bersama tim–tim papan tengah seperti Persiram, Perseru, Persiwa, dan Persela.

Demi segera menghadirkan prestasi, pemain bintang didatangkan sebagai amunisi Madura United untuk mengarungi kompetisi saat itu. Sebut saja Fabiano Beltrame, Pablo Rodríguez Aracil, hingga Toni Espinosa Mossi. Hasilnya tidak mengecewakan, Madura berhasil finish di posisi 3 setelah berhasil mengemas 61 poin dari 18 kemenangan, 7 imbang, dan 9 kali kalah. Hasil yang terbilang amat baik untuk ukuran tim yang baru satu tahun terbentuk.

Pada musim kedua, manajemen tidak mengurangi sedikit pun dukungan untuk sang pelatih. Pemain–pemain berkualitas didatangkan untuk menyempurnakan tim yang sudah ada. Bayu Gatra, Greg Nwokolo, Fachrudin dan megabintang, Peter Odemwingie, didatangkan untuk menyelesaikan ambisi juara yang sempat tertunda di satu musim sebelumnya.

Namun nasib berkata lain setelah berhasil menjadi pemuncak klasemen di paruh pertama, performa Laskar Sapeh Kerab menurun sehingga harus rela mengakhiri musim di posisi lima. Alasan utama dari menurunnya performa anak asuh Gomes adalah cederanya dua pemain yang berperan penting pada tim yaitu Dane Milanovic dan Peter Odemwingie.

Pada dua musim kebersamaan Gomes dan Madura, semuanya berjalan sesuai rencana, terkecuali satu hal yaitu konsistensi. Selama dua musim berturut-turut, Madura United selalu menjadi juara paruh musim meski pada akhirnya harus gigit jari di akhir musim.

Skuat Madura United sepertinya belum mampu mengatasi tekanan ketika berada di pacuan juara. Hal tersebut memang membutuhkan waktu dan pengalaman baik untuk jajaran pelatih dan juga para pemain. Sayangnya tidak ada lagi waktu yang disediakan untuk Gomes de Oliviera.

Ironisnya, gelombang protes terhadap Gomes hadir ketika kompetisi sebenarnya belum dimulai. Kegagalan di turnamen pra-musim adalah sesuatu yang wajar bagi semua klub di seluruh dunia, karena pada dasarnya turnamen pra-musim berguna untuk mengembalikan fisik pemain dan mencari komposisi terbaik tim sebelum bermain pada kompetisi yang sesungguhnya.

Namun teori tersebut tidak berlaku untuk kebanyakan tim di Indonesia. Tim sudah dibebani beban tinggi sejak pergelaran turnamen pra-musim, dan jika gagal mencapai ekspektasi tim dan suporter, kehilangan tempat di tim adalah salah satu konsekuensinya.

Author: Daniel Fernandez (@L1_Segitiga)