Banyak pesepak bola yang dikenang berkat prestasi dan karier cemerlang mereka. Namun, ada juga beberapa pemain dengan perjalanan karier tak cemerlang tapi tetap dikenang berkat penampilan heroik dalam sebuah momen bersejarah. Mantan kiper Portugal, Ricardo, adalah salah satunya.
Pemain bernama lengkap Ricardo Alexandre Martins Soares Pereira ini cukup populer di negaranya. Namun, namanya juga familiar bagi publik Inggris, karena ia mendatangkan mimpi buruk bagi tim Three Lions dua tahun berturut-turut.
Hebatnya, Ricardo mengalahkan Inggris dua kali lewat adu tendangan penalti. Di Piala Eropa 2004, ia menyelamatkan penalti Darius Vassell tanpa mengenakan sarung tangan. Setelah itu, ia mengeksekusi sendiri tendangan penalti untuk menyingkirkan Inggris di perempat-final.
Kisah di balik pria kelahiran Montijo melepaskan sarung tangannya ini selalu menarik untuk dibahas. Dalam sebuah wawancara dengan media Portugal, Ricardo mengakui tindakan itu adalah perang urat syaraf demi meruntuhkan mental Vassell.
“Kami telah mempelajari kebiasaan para pemain Inggris mengeksekusi penalti. Namun dari 23 pemain, kami tidak memiliki rekaman penyerang Inggris itu (Darius Vassell),” ucapnya sambil tertawa.
Dua tahun kemudian, yaitu Piala Dunia 2006, lagi-lagi Ricardo menjadi mimpi buruk Inggris. Ia menjadi penjaga gawang pertama yang menyelamatkan tiga penalti dalam adu tembak dari titik dua belas pas. Tak tanggung-tanggung, ia menahan penalti dua penembak jitu Liga Primer Inggris, Steven Gerrard dan Frank Lampard, serta satu tendangan Jamie Carragher.
“Saya berkata kepada orang-orang sebelum adu penalti dimulai: ‘Jika saya menahan tendangan pertama mereka, kami akan menang’,” kata Ricardo. “Pria itu (Lampard) tidak pernah gagal mengeksekusi penalti selama dua tahun. Jadi, jika ia gagal, mental mereka pasti jatuh.”
Prediksi Ricardo benar. Lampard menembak ke sisi gawang yang biasa disasarnya, yaitu sebelah kiri, sehingga kiper Portugal itu berhasil meninju bola. Dua tendangan kemudian, ia menghadapi pengeksekusi tangguh lainnya, yaitu kapten Liverpool, Steven Gerrard.
“Saya santai saja menghadapi penalti itu. Saya tak perlu pergi mendatangi Gerrard dan berkata: ‘Hei, kamu akan gagal’. Saya hanya mengawasinya, mempelajari gerak-geriknya, lalu melihat keraguan di wajahnya.”
Gerrard melepas tendangan penalti dengan keras ke sisi kiri Ricardo. Namun, lagi-lagi sang kiper ‘mutan’ itu berhasil menahannya. Kegagalan Gerrard pun diikuti rekannya, Jamie Carragher. Inggris akhirnya menyerah lagi di tangan Portugal!
Uniknya, pelatih Inggris kala itu, Sven-Goran Eriksson, memutuskan untuk mendatangkan Ricardo ketika ia menangani Leicester City pada tahun 2011. Sayang, penampilan mantan idola di Sporting Lisbon ini di Inggris hanya bertahan setengah musim.
Karier klub Ricardo memang tak segemilang reputasinya di tim nasional. Ia memenangkan Liga Portugal 2000/2001 bersama Boavista dan Piala Portugal 2007 bersama Sporting Lisbon. Ia juga nyaris menjuarai Piala UEFA 2005 bersama Sporting sebelum ditaklukkan CSKA Moskow di final. Namun, Ricardo tak pernah dilirik klub-klub besar di liga-liga top Eropa.
Mengumpulkan 79 caps bersama tim nasional Portugal dan masuk tim terbaik Piala Dunia 200 ternyata tak mendongkrak nilai jualnya. Ricardo memang sempat direkrut klub La liga Spanyol, Real Betis, pada tahun 2007. Namun, ia tak pernah menjadi pilihan utama selama empat tahun di klub Andalusia tersebut. Setelah itu, Leicester City pun menjadi percobaan terakhirnya menembus liga top Eropa sebelum kembali ke Portugal.
Pria yang kini berusia 42 tahun tersebut telah menutup kariernya pada tahun 2014 lalu. Saat ini, ia bekerja sebagai pelatih kiper di klub Belgia, Standard Liege. Tak banyak yang akan mengenang perjalanan karier klubnya yang biasa-biasa saja. Namun, jika pembicaraan mengarah ke dua kekalahan Inggris melalui adu penalti pada tahun 2004 dan 2006, nama Ricardo pasti akan menuai pujian.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.