Meski namanya mengangkasa saat membela Liverpool sebagai pesepak bola profesional, sudah bukan rahasia umum lagi kalau Jamie Carragher dan Robbier Fowler adalah penggemar berat dari kesebelasan yang jadi rival The Reds di kawasan Merseyside, Everton.
Pasalnya, kedua sosok di atas tumbuh pada era 1980-an yang merupakan salah satu periode keemasan The Toffees. Di masa itu, Everton berhasil menggondol masing-masing satu Piala FA, Piala Liga dan Piala Winners, dua gelar liga (format lawas) dan empat Charity Shield (sekarang Community Shield).
Setali tiga uang dengan Carragher dan Fowler, salah satu pesepak bola jempolan milik Inggris di era 1990-an dan 2000-an, Steve McManaman, juga seorang Evertonian. Lahir pada tanggal 11 Februari 1972, McManaman belia yang sangat menggemari sepak bola lantas jatuh hati kepada The Toffees yang kala itu diperkuat nama-nama semisal Kevin Ratcliffe, Peter Reid, Graeme Sharp, Kevin Sheedy, dan Neville Southall.
Bersamaan dengan itu, McManaman pun ingin menjadi seorang pesepak bola profesional di masa yang akan datang. Kendati demikian, perjalanan karier dari sosok yang identik dengan rambut gondrong ini justru lekat dengan Liverpool.
Pembelotan McManaman itu sendiri berlangsung pada tahun 1988. Sejatinya, McManaman sudah mendapat tawaran kontrak untuk pemain junior selama satu tahun dari Everton. Namun sang ayah, kurang berkenan sehingga memilih untuk mengiyakan tawaran magang dari Liverpool yang durasinya lebih panjang, dua tahun.
Walau harus mengenakan kostum dari klub yang tidak dicintainya, tapi McManaman berhasil membuktikan kualitasnya sebagai pemain muda penuh talenta. Usai menimba ilmu selama dua tahun, figur yang akrab disapa Macca ini sukses menembus tim utama.
Setelah musim debut di tahun 1990/1991, McManaman berhasil merebut satu posisi utama semusim berselang. Semenjak saat itu juga, ia tak pernah bermain kurang dari 30 laga per musim. Bersamaan dengan pencapaian tersebut, McManaman sanggup mengantar The Reds mencaplok masing-masing satu Piala FA dan Piala Liga.
Namun sebuah kejutan menyeruak di pengujung musim 1998/1999, tatkala durasi kerjanya dengan Liverpool habis, McManaman sepakat untuk pindah ke tim raksasa asal Spanyol, Real Madrid, per musim berikutnya.
Walau punya talenta brilian, saat itu McManaman juga langganan tim nasional Inggris, tapi keputusannya untuk pindah haluan ke Spanyol memunculkan banyak tanda tanya. Tak terkecuali dari para suporter Los Merengues sendiri.
Pasalnya, selama ini para pemain berkebangsaan Inggris jarang sekali ada yang sukses begitu merumput di negeri orang. Mereka lebih dikenal sebagai ‘jago kandang’ lantaran hanya tampil bagus saat membela kesebelasan Inggris atau Britania Raya. Apalagi McManaman juga tidak fasih berbahasa Spanyol ketika itu sehingga adaptasinya dinilai bakal sangat berat.
Akan tetapi, John Toschak dan Vicente del Bosque yang menjadi pelatih Madrid pada musim perdananya merumput di Stadion Santiago Bernabeu, memutarbalikkan asumsi tersebut.
Waktu bermain McManaman malah tergolong sangat tinggi karena turun di 47 partai yang dilakoni Los Merengues di musim 1999/2000. Salah satu penyebab mengapa Toschak dan Del Bosque gemar memasangnya adalah kemampuan serbabisa McManaman.
Meski punya posisi alami sebagai gelandang sayap, dirinya yang juga dibekali agresivitas, inteligensia, kecepatan, dan visi cemerlang, seringkali di pasang sebagai gelandang serang. Bersama Fernando Redondo yang bermain sebagai gelandang bertahan, kombinasi keduanya di lini tengah Madrid begitu menakutkan.
Semakin moncernya McManaman dalam skuat Madrid asuhan del Bosque berhasil menghadiahkan titel Liga Champions 1999/2000. Pada laga final melawan Valencia yang dihelat di Stade de France, McManaman menyumbang satu gol buat menumbangkan Los Che dengan skor 3-0.
Perjalanan pria kelahiran Kirkdale ini semakin apik di musim-musim selanjutnya. Terlebih, posisinya sebagai pemain utama juga tidak tergeser oleh nama lain, walau pada periode tersebut kebijakan membeli pemain berharga selangit mulai dilaksanakan Madrid.
Secara bergiliran, McManaman sukses menggenggam trofi La Liga (dua kali), Piala Super Spanyol dan Piala Super Eropa (masing-masing sekali) plus titel Liga Champions keduanya bareng Los Merengues di tiga musim selanjutnya.
Pencapaian heroik itu membelalakkan mata penikmat sepak bola dunia, termasuk orang-orang Inggris dan Spanyol, yang sebelumnya tak yakin bahwa keputusan McManaman hijrah ke Madrid adalah hal yang tepat. Lebih jauh, ia pun ‘sah’ memperoleh status sebagai pemain terbaik Inggris yang bermain di kompetisi lain.
Empat musim mengenakan baju putih yang jadi warna kebesaran Madrid, McManaman berlaga di 152 pertandingan dan mencetak 14 gol pada seluruh ajang. Sebuah catatan yang cukup baik, bukan?
Jelang bergulirnya musim 2003/2004, McManaman akhirnya pulang ke Inggris bersama dengan sejumlah penggawa Los Merengues lainnya yakni Fernando Hierro, Claude Makelele, dan Fernando Morientes.
Akan tetapi, kesebelasan yang dituju keempatnya berlainan. Hierro bergabung dengan Bolton Wandereres, Makelele dibajak Chelsea, Morientes memilih Liverpool, sedangkan McManaman berlabuh di Manchester City.
Membela panji The Citizens selama dua musim di bawah asuhan Kevin Keegan dan Stuart Pearce, McManaman gagal mempersembahkan trofi apapun buat City dan langsung dilepas begitu kontraknya berakhir di pengujung musim 2004/2005. Bersamaan dengan momen tersebut, McManaman berketatapan untuk pensiun sebagai pesepak bola dan ubah haluan menjadi komentator.
Many happy returns, Macca!
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional