Eropa Italia

Memindai Peran Rafinha dengan Internazionale Milano

Sekurangnya tiga pekan pamungkas, proses negosiasi terkait rencana Internazionale Milano meminjam Rafinha Alcantara dari Barcelona terus bergulir seperti bola salju.

Namun upaya I Nerazzurri untuk membawa adik kandung dari gelandang Bayern München, Thiago Alcantara, tersebut berujung dengan suka cita. Hari Selasa kemarin (23/1), Rafinha resmi berstatus sebagai pemain Inter usai menandatangani kontrak selama enam bulan.

Inter juga memegang opsi penebusan untuk sang pemain senilai 35 juta euro (diaktifkan atau tidak akan tergantung pada performa Rafinha di paruh kedua musim ini). Kedatangan penggawa berumur 24 tahun ini di Appiano Gentile, markas latihan Inter memberikan sedikit angin segar. Setidaknya, I Nerazzurri berhasil menambah amunisi mereka yang begitu tipis di lini tengah karena hanya memiliki Marcelo Brozovic, Roberto Gagliardini, Joao Mario, Borja Valero, dan Matias Vecino sebagai pilihan.

Walau begitu, kekhawatiran Interisti, utamanya berkenaan dengan kondisi fisik sang pemain, juga terus membubung. Sudah bukan rahasia lagi jika Rafinha lumayan akrab dengan cedera. Semasa berkostum El Barca, setidaknya ada dua momen di mana Rafinha menepi lebih lima bulan.

Momen pertama ada di musim 2015/2016 silam tatkala ia dihantam cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL). Sementara peristiwa kedua lahir pada musim 2016/2017 lalu akibat cedera lutut. Cedera yang disebut belakangan malah memaksa Rafinha tidak sekalipun mencicipi tensi ketat di sebuah laga sampai bulan Desember kemarin.

Lantas, apa yang bisa diharapkan Inter dan juga Interisti dari sosok Rafinha?

Memiliki posisi natural sebagai gelandang, lelaki dengan paspor Brasil ini terbilang cukup serbabisa lantaran dapat bermain di sejumlah posisi. Selain berperan sebagai gelandang tengah, Rafinha juga bisa dimainkan sebagai gelandang serang yang posisinya lebih dekat dengan penyerang hingga beroperasi di koridor sayap kanan sebagai winger.

Dengan kaki kiri adalah bagian terkuatnya, Rafinha bisa melakukan cut inside dari pinggir lapangan, baik untuk memberi umpan kepada rekannya maupun mengeksekusinya sendiri.

Dua hal yang seringkali dicatut sebagai kelebihan Rafinha adalah kemampuan dribel dan akurasi umpannya. Lewat dua atribut itu, Rafinha sering ditugaskan sebagai dinamo permainan, termasuk menjadi penyedia kreativitas dari lini tengah walau kemampuan playmaking-nya tidak sebrilian sang kakak.

Dibanding Thiago, gaya main Rafinha pun lebih fisikal dan eksplosif. Agresivitasnya dalam bermain bahkan membuatnya lumayan akrab dengan hukuman kartu kuning dari pengadil lapangan.

Bercermin dari kondisi tersebut, maka bisa dipastikan bahwa Luciano Spalletti sebagai allenatore Inter bakal mempunyai pilihan yang lebih banyak dalam strategi permainannya, terutama buat memaksimalkan skill Rafinha.

Seperti yang kita ketahui, salah satu masalah yang sedang menghinggapi ruang mesin I Nerazzurri adalah ketidakmampuannya untuk menyediakan alternatif strategi, khususnya dalam fase ofensif.

Gagliardini-Valero-Vecino yang selama ini kerap dipasang sebagai tiga gelandang inti, dikenal kurang eksplosif. Bahkan dari sisi kreativitas, hanya Valero yang bisa memberikannya secara konsisten dan optimal. Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya, bermain tanpa Valero membuat Inter seperti ayam tanpa kepala.

Sialnya lagi, Brozovic dan Joao Mario yang jadi opsi tersisa di bangku cadangan, juga bukan sosok yang bisa menghadirkan dimensi berbeda untuk lini tengah Inter. Monotonnya pola permainan I Nerazzurri yang semua fase serangannya bertumpu ke area sayap membuat tim-tim lawan kini semakin mudah mengantisipasinya.

Buat Candreva dan Perisic mati kutu, maka bisa dipastikan Inter akan kesulitan buat mengembangkan permainannya sebab tiga gelandang I Nerazzurri begitu jarang memberi alternatif serangan dari wilayah tengah, misalnya dengan mengokupasi area yang luas di belakang Mauro Icardi.

Kekosongan inilah yang membuat Candreva dan Perisic sering kebingungan harus berbuat apa jika tak bisa mengirim umpan ke kotak penalti atau melakukan tusukan. Sebab keduanya kerap tak memiliki rekan yang beroperasi di depan kotak penalti dan bisa dijadikan target umpan.

Interisti pun tak perlu heran andai melihat tim kesayangannya jarang melepaskan sepakan jarak jauh dari depan kotak penalti sebab tak ada figur yang benar-benar sanggup mengisi area tersebut dengan paripurna. Percobaan-percobaan yang selama ini dilakukan Gagliardini-Valero-Vecino cenderung sporadis, bukan melalui skema yang terstruktur dan matang.

Padahal, area kosong di belakang Icardi merupakan sebuah ruang strategis dalam permainan karena berada di celah antarlini (di antara lini belakang dan sektor tengah) tim lawan.

Bermodal kemampuannya yang lumayan apik, Rafinha tentu bisa menjadi katalis permainan yang sangat dibutuhkan I Nerazzurri. Apalagi performa yang mereka suguhkan akhir-akhir ini sungguh tak memuaskan yakni tak pernah menang di delapan partai pamungkas, baik di Serie A maupun Piala Italia.

Namun seperti dilansir oleh Nerazzurriale, Spalletti telah menekankan bahwa bukan Rafinha yang wajib mengangkat performa tim dengan kehadirannya. Sebaliknya, timlah yang kudu membuat Rafinha bisa tampil brilian sehingga potensinya dapat dieksploitasi secara maksimal.

Dengan kata lain, Spalletti menginginkan para penggawanya menjalankan sistem permainan yang ia terapkan dengan sempurna. Maka dari itu, para penggawa Inter wajib memahami peran dan tugas mereka dengan baik agar sistem tersebut bisa berjalan sesuai dengan rencana.

Terlepas dari riwayat cederanya yang mengerikan, kehadiran Rafinha di skuat Inter tentu berpotensi memberikan banyak keuntungan. Meski begitu, Interisti jangan buru-buru berekspektasi secara masif karena Rafinha pasti membutuhkan waktu beradaptasi.

Bisa melihatnya bermain melawan SPAL akhir pekan nanti, lebih-lebih selama 90 menit adalah sebuah ‘perkenalan’ yang luar biasa. Jika dirinya bisa langsung menampilkan performa brilian, maka itu adalah sinyal positif sekaligus bonus yang perlu disyukuri.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
nterista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional