Pada hakekatnya, tak banyak sosok antagonis yang dapat dicintai. Jangankan dicintai, disukai saja sudah sulit. Namun, ada beberapa sosok antagonis, atau sebut saja sebagai penjahat, yang pada dasarnya melakukan kejahatannya untuk kebaikan orang lain. Katakanlah, Robin Hood, yang mencuri dari orang-orang kaya dan diberikan ke orang miskin, atau mungkin Itachi Uchiha, yang membantai klannya sendiri untuk menghindari kerusakan yang lebih besar akibat perang saudara, atau bahkan Kusni Kasdut, perampok legendaris yang dijuluki sebagai “Robin Hood Indonesia”.
Mereka rela untuk menanggung reputasi buruk dan mendapat predikat penjahat semata untuk kebaikan orang banyak. Saking tidak egoisnya, pada akhirnya penjahat ini justru melawan hakekat penjahat yang sebenarnya, mereka menjadi penjahat yang dicintai. Rasanya, nama Luis Suarez juga layak disebut sebagai penjahat yang dicintai.
Pesepak bola asal Uruguay ini sejak kecil sudah dikenal sebagai pemain yang bengal. Masa lalunya yang sulit mungkin menjadi faktor utama atas kenakalannya di lapangan. Kala masih kecil, Suarez memang hidup dalam kesulitan. Ia bersama tujuh saudara dan orang tuanya hidup dalam kemiskinan, bahkan Suarez kecil harus rela bermain sepak bola bertelanjang kaki di jalan aspal. Namun, hal tersebut tak menghentikan Suarez untuk bermain sepak bola, melakukan olahraga yang akan mengubah nasibnya di kemudian hari.
Suarez pun harus membangkang perintah ibunya untuk bersekolah. Namun, dilansir dari Guardian, hal itu ia lakukan demi mengejar cita-citanya sebagai pesepak bola profesional, demi membahagiakan keluarganya.
“Saya sudah berusia 14 tahun, dan saya tak tahu apakah saya akan menjadi pesepak bola profesional. Namun saya harus berusaha sekeras yang saya bisa. Saya harus mencoba. Saya harus memikirkan masa depan keluarga saya, saudara saya, dan apabila saya mampu menjadi pemain profesional, saya bisa membantu mereka.”
Dari sini, sudah terlihat bahwa adalah sifat alaminya untuk melakukan hal yang menurut norma dan hukum salah, demi keuntungan orang lain.
Karier sepak bola Suarez pun tak pernah jauh dari kontroversi. Hampir di semua klub yang ia pernah bela, ia menciptakan keributan yang menghebohkan. Ketika ia bergabung ke Nacional, klub di Uruguay, ia menyundul seorang wasit ketika usianya masih 16 tahun. Tak hanya itu, ia juga pernah membuat kekacauan setelah tertangkap basah oleh pelatihnya tengah berpesta dan mabuk-mabukkan bersama rekan-rekannya.
Kariernya pun sempat berada di ujung tanduk, namun ia berhasil bangkit kembali. Suarez berhasil tampil apik dan tercium bakatnya oleh klub Belanda, Groningen. Ketika berumur 19 tahun, ia resmi meninggalkan Uruguay dan bergabung ke Groningen.
Bersama klub Belanda tersebut, Suarez mampu meneruskan ketajamannya di depan gawang. Namun kembali ia terlibat masalah. Meskipun kontribusi golnya penting, ia memiliki masalah dengan kedisiplinannya di lapangan, terutama setelah menerima tiga kartu kuning dan satu kartu merah di lima laga berturut-turut. Namun. performanya terbukti mampu menutupi masalahnya tersebut, dan ia masuk ke dalam radar klub Belanda yang lebih besar, Ajax Amsterdam.
Di awal musim 2007/2008, Suarez resmi pindah ke Ajax. Bertahan selama tiga setengah musim di klub raksasa Belanda tersebut, tak hanya prestasi saja yang ia catatkan, namun juga sederetan kontroversi. ia berhasil merengkuh trofi Pemain Terbaik di Belanda di musim 2009/2010, musim ketika ia menjadi top skor Eredivisie dan Piala KNVB.
Namun, kontroversi yang menyelimutinya di Ajax lebih panas lagi. Ia sempat berseteru dengan rekan setimnya, Albert Luque, karena tendangan bebas, namun kasusnya yang paling terkenang adalah ketika ia menggigit pemain PSV, Otman Bakkal, di tahun 2010. Kasus penggigitan ini menjadi noda besar dari perjalanan Suarez, tak hanya di Ajax, namun juga di klub selanjutnya dan timnasnya.
Di bulan Januari 2011, Suarez resmi pindah ke Liverpool. Lagi-lagi ia terlibat kasus yang tak mengenakkan di Inggris. Yang pertama tentunya adalah kasus rasisme terhadap bek Manchester United, Patrice Evra. Suarez dituduh mengeluarkan kata-kata berbau rasis yang ditujukan kepada Evra, yang menyebabkan ia mendapatkan hukuman sebanyak delapan laga. Yang kedua adalah kasus penggigitan kedua yang ia lakukan. Kali ini, giliran Branislav Ivanovic, bek Chelsea yang menjadi korbannya.
Namun, figurnya tetap dicintai oleh penggemar Liverpool, terutama setelah performa luar biasanya di musim 2013/2014. Di Liga Primer Inggris musim itu, ia berhasil mencetak 31 gol, catatan yang membuatnya diganjar gelar Pemain Terbaik versi PFA. Tak hanya itu, ia juga menjadi pemain non-Eropa pertama yang memenangi gelar tersebut. Suarez pun disebut-sebut sebagai salah satu penyerang, sekaligus pemain terbaik sepanjang masa yang pernah dimiliki Liverpool.
Kiprahnya bersama timnas Uruguay pun tak jauh berbeda. Di Piala Dunia 2010, ia berhasil menjadi pahlawan nasional, namun tentunya dengan cara yang Suarez banget. Ia berubah dari seorang pesakitan setelah dengan sengaja menghentikan sundulan Asamoah Gyan dengan tangannya dan mendapat kartu merah, menjadi seorang pahlawan setelah penalti Gyan melambung jauh dan Uruguay berhasil lolos ke semifinal.
Ia juga mengulangi kasus gigitannya, kali ini di Piala Dunia 2014 kala melawan Italia. Entah mengapa Suarez sampai tiga kali melakukan kasus seperti ini, namun akhirnya El Pistolero meminta maaf dan sampai saat ini tak mengulangi kenakalannya tersebut. Meskipun begitu, bagi La Albiceleste, Suarez adalah sebuah berkah. Ia menjadi top skor sementara timnas Uruguay dengan 49 gol dari 95 caps, dan berhasil menyumbangkan satu gelar Copa America di tahun 2011.
Kini, bersama Barcelona, Suarez memantapkan diri sebagai salah satu pemain depan terbaik dunia sepak bola. Keuletannya di lapangan, penyelesaian akhirnya yang mematikan, dan kemampuannya untuk melewati lawan membuatnya menjadi salah satu penyerang yang paling komplet. Sisi bengalnya semakin tergerus semakin usianya menua, namun, seperti apapun masa lalunya, Suarez tak pernah dibenci oleh pendukung klub yang pernah ia bela. Ya, ia adalah sosok antagonis yang dicintai di sepak bola.
Happy birthday, Luisito!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket