Selebrasi mematung sembari memamerkan otot yang dilakukan Mario Balotelli setelah membobol gawang Jerman dengan sebuah tendangan keras pada semifinal Piala Eropa 2012 patut diingat sebagai salah satu perayaan gol paling ikonik di dunia sepak bola. Namun, amat jarang yang mengingat umpan terobosan brilian yang mengawali gol yang meruntuhkan mental tim asuhan Joachim Löw itu.
Ya, umpan terobosan yang dilepaskan dari wilayahnya sendiri itu berasal dari Riccardo Montolivo. Montolivo dengan jeli melihat celah di pertahanan Jerman dengan cara mengirimkan umpan lambung yang tidak diduga. Dari umpan matang itulah Balotelli terbebas hingga kemudian melepas tendangan keras yang menegaskan dominasi tim asuhan Cesare Prandelli atas Jerman.
Momen itu menjadi satu dari sedikit hal menarik dalam karier Montolivo, di samping penghargaan Pemain Muda Terbaik Italia tahun 2007, sumbangsih Piala Super Italia bersama AC Milan tahun 2016, dan total 66 pertandingan bersama Italia. Ia adalah seorang pemain yang bisa dibilang mendapatkan lebih banyak cacian dan kritik dibandingkan dengan pujian atas pencapaian-pencapaian dan kontribusi positifnya di lapangan.
Pantaskah Montolivo mendapatkan itu semua?
Jika ingin melihat lebih jauh tentang perjalanan karier sang pemain, Montolivo merupakan produk dari akademi Atalanta yang tersohor itu. Menembus tim utama La Dea pada musim 2003/2004, ia dengan cepat membuktikan diri sebagai salah satu gelandang muda potensial yang patut diperhatikan. Fiorentina kemudian membelinya dengan status kepemilikan bersama pada musim 2005/2006.
Di klub La Viola ini Montolivo kemudian berkembang lebih pesat. Penghargaan sebagai pemain muda terbaik di Italia seperti yang disebutkan tadi menjadi bukti. Umpan-umpan akurat, skill yang mumpuni, dan jiwa kepemimpinan yang tinggi, membuatnya diangkat sebagai kapten tim ketika usianya masih terbilang muda, 24 tahun. Ia kemudian menjadi sosok yang amat sentral di lini tengah Si Ungu, dengan catatan penampilan di atas 30 kali semusimnya.
Tawaran yang tak dapat ditolak
Untuk pemain sekaliber dirinya, tentu amat wajar jika menyimpan ambisi bergabung dengan klub besar. Inilah yang kemudian membawa sang kapten menyeberang ke AC Milan, hal yang tentu saja amat dibenci oleh manajemen maupun pendukung Fiorentina.
Oleh mereka, Montolivo jelas dianggap pengkhianat, namun bagi Milan, ketika itu Montolivo didaulat sebagai pemimpin baru yang diharap mampu menggantikan peran para penggawa senior, atau dikenal sebagai senatori. Sebuah tawaran yang sulit untuk ditolak, bukan?
Sekembalinya sang pemain ke Artemio Franchi dengan balutan seragam Milan, hujatan pun tak terhindarkan. Montolivo dengan ban kapten berbalut di lengan kiri, memimpin Milan dalam salah satu pertandingan yang mungkin paling membuatnya tidak nyaman. Akan tetapi, kekuatan mental Montolivo benar-benar terlihat nyata di pertandingan ini.
Meski tampil di tengah hujatan dan siulan, ia mampu mencetak sebuah gol. Setelah berhasil merebut bola dari David Pizarro, Montolivo dengan penyelesaian akhir yang begitu dingin mampu membobol gawang Fiorentina. Apa yang dilakukannya setelah gol itu? Alih-alih meluapkan selebrasi, ia malah menunjukkan gestur respect terhadap mantan klubnya, meski tidak menolak pelukan dan ucapan selamat dari rekan-rekan di klub barunya.
Dari pemain kunci di Fiorentina, Montolivo pun bertransformasi menjadi pemain penting di lini tengah Rossoneri. Ban kapten pun resmi diberikan kepadanya setelah Massimo Ambrosini pensiun pada tahun 2013, semusim setelah Montolivo bergabung. Dari sini kemudian kita melihat berbagai hal tidak menyenangkan yang ditudingkan kepadanya.
Dalam performa Milan yang mulai menurun, atau dalam bahasa suporter sering disebut sebagai banter era, pasca-pensiunnya pemain-pemain senior dan menurunnya kekuatan finansial, Montolivo adalah salah seorang pemain yang paling banyak mendapat cacian.
Cedera parah dan dicopotnya ban kapten
2 Juni 2014 adalah hari yang mungkin tidak akan dilupakannya. Saat itu, ia memperkuat timnas Italia yang beruji coba dengan Republik Irlandia. Malapetaka kemudian datang ketika ia mendapat cedera parah patah kaki pada pertandingan itu. Bukan hanya tempat di Piala Dunia 2014 yang hilang, tetapi ia juga harus melewatkan awal musim 2014/2015 bersama Rossoneri. Ia kemudian baru melakukan comeback pada November 2014, di mana kemudian penampilannya sudah tidak lagi sama seperti sebelum mendapatkan cedera parah itu.
Performanya yang menurun itu, kadang diartikan sebagai performa tanpa determinasi, malas dan ceroboh. Sebagai pria asli kelahiran kota Milan, menjadi kapten di kesebelasan kuat di kotanya jelas merupakan kebanggaan, tetapi seiring dengan menukiknya prestasi Milan, Montolivo pun tidak mampu mengangkat beban itu sendirian. Sindiran, hujatan, termasuk seruan untuk pergi, seperti menjadi temannya sehari-hari dalam menjalani hidup di Milanello beberapa tahun terakhir ini.
Pun dengan kedatangan pemilik baru, nasib Montolivo tidak membaik. Bahkan mulai musim 2017/2018 ini, ia harus rela menerima kenyataan dicabutnya ban kapten dari lengannya untuk diberikan kepada Leonardo Bonucci. Tidak hanya itu, keputusan manajemen mendatangkan Lucas Biglia yang notabene bermain di posisinya sebagai gelandang bertahan, tentu saja membuatnya kini akrab dengan bangku cadangan, sebuah situasi yang tidak pernah dialaminya sepanjang karier.
Namun yang mengejutkan, musim ini Montolivo seperti tampil tanpa beban setiap kali diturunkan. Ia tidak banyak mengeluh. Kesempatan merumput yang lebih jarang, plus dicabutnya ban kapten, ternyata amat melegakan baginya, setidaknya itulah yang terlihat. Dengan sorotan yang kini berpindah ke Bonucci dan para penggawa anyar, Montolivo kini dapat lebih berkonsentrasi meningkatkan performanya.
Hari ini (18/1), Montolivo berulang tahun ke-33, tentunya usia yang sudah tidak lagi muda. Di sisa-sisa pengabdiannya bersama Rossoneri, dan mungkin juga di dunia sepak bola yang membesarkannya, kini kita dapat berharap Montolivo semakin menikmati permainan dan terus bermain tanpa beban.
Selagi masih dipercaya bermain, meski hanya sebagai pengganti mereka yang bermain buruk atau cedera, Montolivo tentu ingin memberikan kesan terbaik bagi pendukung. Ya, pendukung yang selama ini mungkin terlalu keras menghujatnya, terlepas dari fakta bahwa ia pernah menjadi pemimpin sebuah kesebelasan besar yang sedang mengalami masa-masa tidak menyenangkan. Bukan perkara mudah, tentu saja.
Selamat ulang tahun, Montolivo!
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)