Eropa Inggris

Penggunaan VAR di Sepak Bola Inggris, Upaya untuk Menuju ke Arah yang Lebih Baik

Laga semifinal Piala Carabao antara Chelsea dan Arsenal yang berlangsung kemarin (11/1) memang cocok menjadi obat tidur. Mengusung tajuk derbi London, laga tersebut berlangsung tidak menarik, setidaknya jika dibandingkan dengan derbi London terakhir beberapa waktu yang lalu.

Meskipun begitu, bukan berarti laga ini tidak menyimpan cerita menarik. Salah satu hal yang patut disorot adalah penggunaan Video Assistant Referee (VAR) untuk pertama kalinya di ajang Piala Carabao. Sekadar penjelasan singkat, VAR adalah seorang wasit yang bertugas untuk menganalisis tayangan video kejadian yang diminta oleh wasit utama yang bertugas di lapangan.

Piala Carabao adalah kompetisi kedua yang telah menggunakan VAR, setelah sebelumnya laga Piala FA menjadi yang pertama. Integrasi VAR ke dalam kompetisi sepak bola di Inggris adalah hal yang patut dipuji. Dengan ini, setidaknya mereka mampu menunjukkan upaya untuk membawa sepak bola mereka ke arah yang lebih baik.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, debut VAR di sepak bola Inggris dilangsungkan di laga babak ketiga Piala FA antara Crystal Palace melawan Brighton & Hove Albion. Di laga tersebut, inovasi yang berkaitan dengan teknologi digital ini langsung terpakai ketika wasit yang bertugas, Andre Marriner, berkonsultasi kepada VAR yang bertugas, Neil Swarbrick, perihal gol kemenangan yang dicetak oleh penyerang Brighton, Glenn Murray, yang terindikasi terkena lengannya.

Meskipun begitu, Marriner hanya sekadar berkonsultasi, tanpa meminta Swarbrick untuk melihat video kejadian yang ada karena memang terlihat jelas bahwa bola hanya sedikit menggores tangan Murray sebelum masuk ke gawang Palace.

Sebagai salah satu manajer pertama yang terkena dampak VAR, Roy Hodgson pun memuji adanya penerapan berbasis digital seperti ini di sepak bola, meskipun pada dasarnya timnya yang merugi akibat adanya hal ini.

“Gol Murray adalah gol yang sah. Dengan fakta bahwa wasit yang bertugas dibantu oleh Neil Swarbrick sebagai VAR yang bertugas di studio di London untuk membuat keputusan, maka saya tak dapat memprotes apa-apa,” ujar Hodgson dikutip dari BBC.

Begitu pun di laga antara Arsenal dan Chelsea yang berlangsung di Stamford Bridge. Martin Atkinson sebagai wasit yang bertugas di lapangan berkonsultasi dengan VAR perihal dua klaim penalti Chelsea, yang pertama ketika Victor Moses dijatuhkan oleh bek kiri muda, Ainsley Maitland-Niles, dan yang kedua ketika Cesc Fabregas jatuh setelah berduel dengan Danny Welbeck.

Berdasarkan VAR, dua kejadian tersebut tidak cukup kuat bagi Atkinson untuk menghadiahkan penalti bagi The Blues. Meskipun begitu, manajer Chelsea, Antonio Conte, memuji keberadaan VAR.

“Saya sangat senang atas adanya VAR karena ketika muncul keraguan besar di laga yang tengah berlangsung, sang wasit dan wasit lainnya (VAR) dapat menyaksikan video kejadian dan memutuskan hal yang paling tepat. Saya kira hal ini akan meminimalisir kesalahan yang terjadi di lapangan, dan tentunya hal ini sangat positif.”

Di sisi lainnya, Arsene Wenger juga menyebutkan kerja VAR sangat berguna, meski pada awalnya ia sedikit merasa deg-degan ketika menanti putusan Atkinson atas kejadian Danny Welbeck dan Fabregas. Mengingat tak adanya tanggapan negatif dari pihak-pihak yang sudah merasakan kehadiran VAR di Inggris, aneh rasanya kalau di Liga Primer Inggris, hal ini belum diterapkan.

Menyangkut masalah VAR ini, Inggris memang tertinggal dari Italia, Jerman, Portugal, dan bahkan Amerika Serikat dan Korea Selatan yang sudah menerapkan VAR di liga domestiknya. Berdasarkan laporan dari BBC, VAR di Liga Primer Inggris baru akan diterapkan di musim 2018/2019 (musim depan).

Kendalanya memang cukup banyak di Negeri Ratu Elizabeth tersebut untuk mengimplementasikan VAR di liga lokal, setidaknya di Liga Primer Inggris yang merupakan kasta tertinggi dari Liga Inggris. Salah satunya adalah VAR hanya dapat diterapkan di stadion yang memiliki jaringan langsung ke studio VAR yang terletak di sebelah barat London.

Hal ini menunjukkan bahwa jaringan terhadap studio yang bertempat di ibu kota Inggris tersebut harus diperluas, hingga mencakup setiap stadion yang menyelenggarakan partai-partai Liga Primer Inggris.

Meskipun begitu, setidaknya penggunaan VAR di Piala Carabao dan Piala FA menjadi bukti bahwa FA Inggris bisa menerima kemajuan teknologi di dunia sepak bola. Memang, kontra tentu ada, seperti salah satunya bahwa VAR membuat alur permainan menjadi melambat dan membuang-buang waktu. Meskipun beitu, berdasarkan tanggapan dari pihak yang sudah terlibat di penggunaan VAR di Inggris, hal ini terbukti positif.

Sebelumnya, wasit-wasit di Inggris cukup rentan terhadap kesalahan ganjil. Di musim ini, salah satu wasit senior, Mike Dean, sempat mengaku membuat kesalahan setelah memberikan penalti bagi West Brom dalam laga kontra Arsenal. Akibatnya, Dean mendapatkan risakan di media sosial, dan Arsenal juga rugi akan keputusannya. Hal ini tentunya tidak akan terjadi apabila VAR sudah diterapkan.

FA Inggris memang lebih sering mendapat sorotan buruk ketimbang berita positif. Namun, usaha mereka untuk mulai mengintegrasikan VAR patut dipuji, karena pada dasarnya hal ini juga bisa memajukan sepak bola Inggris secara umum. Menarik untuk ditunggu apakah di musim depan VAR akan diterapkan di liga domestik mereka, atau hal ini hanya akan berakhir sebagai wacana.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket