Kepindahan Philippe Coutinho ke Barcelona telah resmi menjadi pemain termahal kedua dunia sepanjang sejarah. Namun, banyak yang lupa bahwa ini bukanlah kali pertama sang pemain berkiprah di kota Barcelona. Enam tahun lalu, ia sempat mencuri perhatian pada saat membela rival sekota Barcelona, yaitu Espanyol.
Saat Coutinho tiba di Espanyol, usianya baru 19 tahun. Ia juga hanya bermain selama setengah musim di klub kota Barcelona tersebut. Tapi di masa singkat itu, ia sudah menunjukkan karakter pemain bintang dalam tim yang sama sekali asing baginya.
Di Espanyol, Coutinho muda berkembang pesat. Dalam 16 pertandingan, ia mencetak lima gol. Salah satu golnya yang berkesan adalah tendangan bebas mendatar ala Ronaldinho yang dicetaknya ke gawang Malaga. Jika Anda melihat kembali rekaman ulang gol tersebut, Anda akan melihat kesamaan trik dengan beberapa gol tendangan bebasnya untuk Liverpool.
Selama pemain kelahiran Rio de Janeiro ini berada di Espanyol, performa klub tersebut sebenarnya buruk. Dalam 16 pertandingan yang dilakoni Coutinho, Espanyol hanya memenangi dua pertandingan. Klub yang saat itu ditangani Mauricio Pochettino tampil tidak stabil. Beberapa pekan awal, mereka terlihat mampu mengejar posisi Liga Champions, tapi beberapa berikutnya Los Periquitos malah berjuang untuk menghindari degradasi.
Penampilan di bawah standar ini bukanlah tempat yang bagus bagi Coutinho muda untuk berkembang. Terlihat jelas, kelasnya jauh di atas pemain buangan Manchester City, Vladimir Weiss, dan penyerang veteran, Walter Pandiani. Masa-masa Coutinho bermain di sana hampir mirip dengan ketika Marco Asensio bermain di Espanyol.
Namun, sisi positifnya adalah arahan sang pelatih, Pochettino. Harap diingat bahwa Espanyol pada musim tersebut belumlah memperoleh suntikan dari investor asal Cina. Maka, Pochettino punya pekerjaan berat memaksimalkan materi pemain yang tak terlalu bagus. Untung, pelatih Argentina ini adalah pemuja strategi menyerang.
Dengan formasi 4-2-3-1 dan pressing tinggi yang sering diterapkanya, Pochettino membutuhkan seorang penjelajah di sisi sayap yang lincah. Di sini ia menyadari potensi Coutinho. Sang pelatih dengan jeli melihat pemain pinjaman dari Internazionale Milano kala tu bukanlah penyerang murni, dan bukan tipikal regista seperti Andrea Pirlo.
Poch akhirnya memposisikan Coutinho sebagai penjelajah di sepertiga akhir lapangan, dan menjadi pelatih pertama yang mencoba pemain ini bermain di sektor penyerang sayap kiri. Setengah musim di putaran kedua La Liga 2011/2012 itu akhirnya menjadi seperti latihan pemantapan bagi Coutinho.
Sayang, masa peminjamannya harus berakhir pada musim panas 2012. Coutinho harus kembali menjalani masa-masa suram sebagai pemain pelapis di Inter. Ia hanya tampil tiga kali sebagai pemain inti dan tujuh kali masuk dari bangku cadangan dengan torehan hanya satu gol. Beruntung, Liverpool datang untuk memboyongnya ke Inggris dengan biaya 10 juta euro.
Namun lima tahun kemudian, Coutinho ternyata tak bisa melupakan masa-masa indahnya selama tinggal di Barcelona, sebuah kota kosmopolitan dengan langit biru biasa dan iklim yang tidak jauh berbeda dengan Brasil.
Pemain berusia 25 tahun ini akhirnya menunjukkan tekad dan ambisi yang luar biasa untuk bergabung dengan Barcelona. Biaya transfer fantastis sekitar 142 juta paun pun dikucurkan untuk mendatangkan lulusan akademi Vasco da Gama ini. Pada saat mantan rekan setimnya di Liverpool, Luis Suarez, menjemputnya di bandara, Coutinho pun antusias untuk kembali menikmati sepak bola di kota Barcelona.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.