![Vardy berhasil memecahkan rekor](https://football-tribe.com/indonesia/wp-content/uploads/sites/10/2018/01/11-vardy-1200-800x449.jpg)
Di awal musim 2003/2004, penyerang Manchester United (MU) asal Belanda, Ruud van Nistelrooy, berhasil membuat satu rekor menakjubkan di Liga Primer Inggris. Saat itu, ia berhasil mencetak gol dalam 10 laga Liga Primer Inggris berturut-turut, Rekor tersebut terhitung mengagumkan, mengingat betapa sulitnya untuk secara konsisten terus menerus membuat gol di Liga Primer Inggris.
Rekor ini pun digadang-gadang akan bertahan hingga waktu yang lama. Memang, butuh waktu hingga 12 tahun agar rekor ini dapat pecah. Meskipun begitu, menariknya, rekor van Nistelrooy ini dipecahkan oleh pemain yang hingga berusia 25 tahun masih bermain bagi klub non-liga.
Ya, Jamie Richard Vardy-lah yang berhasil memecahkan rekor tersebut. Lahir dengan nama Jamie Richard Gill, Vardy berhasil memecahkan rekor fenomenal tersebut di musim 2015/2016, ketika membela Leicester City yang kemudian menjadi juara Liga Primer Inggris di akhir musim itu. Jelang awal dari paruh pertama musim tersebut, juru gedor dengan kecepatan tinggi ini berhasil mencetak gol dalam 11 laga berturut-turut.
Ironisnya, MU-lah yang menjadi saksi sejarah pecahnya rekor van Nistelrooy oleh Vardy. Prestasi tersebut membuat nama Vardy mencuat tinggi, hingga mampu menembus timnas Inggris. Namun siapa yang sangka bahwa sebelum memperkuat Leicester, ia hanya bertanding bersama klub non-liga.
Vardy lahir dan besar di Sheffield, kota industri yang terletak di tengah Inggris. Vardy kecil kemudian bergabung bersama akademi dari klub sepak bola lokal yang cukup populer, Sheffield Wednesday. Namun, ketika usianya menginjak 16 tahun, ia dirasa tak cukup bagus dan dikeluarkan dari klub.
Sesudah itu, ia bergabung bersama klub asal Sheffield lainnya, Stocksbridge Park Steels. Berbeda dengan Sheffield Wednesday yang merupakan klub profesional, Stocksbridge Park Steels adalah klub amatir yang pemainnya kebanyakan berasal dari buruh pabrik baja yang berada di Sheffield. Vardy pun termasuk sebagai salah satunya. Selain bermain sepak bola bagi Stocksbridge, yang menghasilkan hanya 30 paun per minggu baginya, ia juga bekerja paruh waktu jadi buruh pabrik di salah satu perusahaan serat fiber.
Di tahun 2010, nasibnya sedikit membaik ketika ia direkrut oleh klub semi-profesional, Halifax Town. Penampilannya di Halifax cukup memukau, dengan total catatan 26 gol dari 37 laga. Ia hanya bertahan selama satu tahun bersama Halifax, setelah di tahun berikutnya ia direkrut oleh Fleetwood Town, yang saat itu masih berkompetisi di luar liga profesional.
Bersama Fleetwood, pria yang bertinggi 179 sentimeter ini mampu tampil apik, dan berhasil membawa klubnya promosi ke liga professonal untuk pertama kalinya seusai musim 2011/2012. Berkat penampilannya, Vardy tak sempat mencicipi permainan di liga profesional bersama Fleetwood, karena di awal musim berikutnya, ia direkrut oleh Leicester, yang saat itu masih berkompetisi di divisi Championship.
Biaya Vardy saat itu mencapai 1,7 juta paun, menjadikannya sebagai pemain termahal yang pernah direkrut dari klub non-liga. Di usianya yang ke-25, akhirnya Vardy mendapatkan impiannya untuk menjadi pesepak bola profesional.
Meskipun begitu, awal perjalanan Vardy bersama The Foxes tidak mudah. Ketajamannya di depan gawang memudar, dan ketika musim 2012/2013 tersebut berakhir, ia bahkan disebut-sebut akan segera hengkang dari Leicester. Namun, keputusannya untuk menetap pun terbukti sebagai keputusan yang tepat. Di musim 2013/2014, ia kembali garang di depan gawang lawan, dan berkontribusi besar atas promosinya Leicester ke Liga Primer Inggris.
Hanya dua tahun setelah sebelumnya berkutat bersama klub non-liga, kini Vardy tampil di kasta tertinggi Liga Inggris. Di musim pertamanya di Liga Primer Inggris, Vardy sempat mencuri perhatian kala menginisiasi kebangkitan Leicester dalam kemenangan 5-3 atas Manchester United, setelah sebelumnya tertiggal dengan skor 1-3.
Namun, musim 2015/2016-lah yang menjadi musim terbaik sepanjang kariernya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, di musim itu, pemain yang rutin merokok dan minum minuman energi ini berhasil mencetak rekor dan secara mengejutkan mampu membawa Leicester menjadi juara Liga Primer Inggris.
Namun, raihannya tak hanya itu. Ia juga berhasil menggondol trofi Pemain Terbaik Liga Primer Inggris dan Pemain Terbaik versi FWA. Bahkan, ia berhasil menembus 10 besar Ballon D’Or tahun 2016.
Hingga kini, Vardy tetap loyal kepada klub yang membesarkan namanya. Beberapa klub yang lebih besar, seperti contohnya Arsenal, sudah melayangkan tawaran yang diterima oleh Leicester, namun sang pemain memilih untuk menetap.
Meskipun begitu, Vardy bukannya tanpa kontroversi. Ketika ia masih bermain di Stocksbridge, ia pernah masuk penjara karena terlibat dalam kasus penganiayaan. Namun, bagi sang pemain, masalah terberat yang pernah menimpanya adalah kekhilafannya ketika memanggil seorang pelayan keturunan Jepang di sebuah kasino dengan sebutan “A Jap”.
Sebutan ini sangatlah ofensif bagi orang dari Negeri Matahari tersebut karena sebutan ini kerapkali digunakan di Perang Dunia II oleh tentara Amerika Serikat. Dilansir dari The Sun, Vardy mengaku sangat menyesal karena telah mengeluarkan kata ini, dan ia tidak sanggup menerima kenyataan bahwa ia pernah terlibat kasus rasisme.
Dengan segala kontroversi yang menyelimutinya, kini Vardy jauh lebih matang. Baru-baru ini ia membuka akademi pelatihan sepak bola khusus pemain non-liga. Ia juga menjadi duta dari sekolah luar biasa yang terletak di Leicester. Satu yang pasti, kisah Vardy menunjukkan bahwa tak peduli seperti apa latar belakang dan masa kecil yang dialami, apabila terus berusaha maka impian kita akan tercapai.
Happy birthday, Jamie Vardy!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket