Nama Javier Saviola tentunya akrab bagi pencinta sepak bola di akhir 1990-an atau awal abad ke-21. Salah satu pemain yang dianggap sebagai titisan Diego Maradona ini pernah memperkuat dua klub raksasa Barcelona dan Real Madrid, tapi jalan kariernya tak pernah terlalu heboh dengan pemberitaan dan puja-puji publik sepak bola dunia.
Pria kelahiran 11 Desember 1981 ini telah resmi mengundurkan diri dari lapangan sepak bola pada tahun 2016 lalu. Ia menyudahi kariernya di tempat yang sama ia memulai, yaitu River Plate. Dua puluh tahun lalu, di klub Argentina itulah nama Saviola mulai dilambungkan sebagai salah satu titisan Maradona.
Sebelum dunia mengenal Lionel Messi, publik Argentina memang merindukan kedatangan sesosok pemain yang mendekati atau bahkan menyerupai ‘Si Tangan Tuhan’ Maradona. Setiap kali ada pemain berpostur mungil dengan skill mengolah bola di atas rata-rata, sang pemain pasti akan disebut-sebut penerus pahlawan Argentina di Piala Dunia 1986 tersebut.
Salah satunya adalah pemain berpostur mungil yang menjulang di awal dekade 2000-an. Dia adalah Javier Pedro Saviola Fernandez. Seperti bakat-bakat muda lainnya yang dianggap penerus Maradona, postur tubuh pria kelahiran Buenos Aires ini pun terbilang pendek, hanya 168 sentimeter saja. Namun, publik Argentina terkesan dengan kemampuan dribel dan naluri mencetak golnya yang tinggi.
Anggapan sebagai penerus Maradona ini sudah melekat kepada Saviola ketika dirinya masih berusia 18 tahun. Pada musim 1998/1999, ia sudah menjadi pencetak gol terbanyak utuk River Plate.
Baca juga: Nasib Para Penerus Diego Maradona
Akhirnya Barcelona menjadi klub yang beruntung untuk memboyongnya ke Eropa. Di saat bersamaan, nama Saviola menjadi idola pada penggemar game Championship Manager. Ia menjadi salah satu talenta paling diminati di gim simulasi sepak bola tersebut.
Ia terbilang cukup sial karena datang ke Barcelona pada saat-saat sulit klub tersebut. Sejak ia bergabung pada tahun 2001, klub Catalunya ini mengalami dua kali pergantian presiden yang berakibat pada gonta-ganti pelatih kepala. Gol-gol yang dicetak Saviola seolah tak berarti dalam perburuan gelar apa pun. Selama tiga tahun menjadi pemain aktif Barcelona, ia tak pernah menikmati gelar apa pun.
Pemain yang memenangi banyak gelar bersama River Plate ini pun akhirnya dipinjamkan selama dua musim berturut-turut, ke AS Monaco lalu ke Sevilla. Pada akhir kontraknya di musim panas 2007, Saviola memutuskan untuk menyeberang ke Real Madrid, saingan berat Barcelona.
Pemain-pemain yang pernah memperkuat Real Madrid dan FC Barcelona di sepanjang karier mereka, pastilah pemain-pemain luar biasa. Jika melongok daftar, bisa kita temukan nama-nama terkenal di sana. Sebutlah Berndt Schuster, Michael Laudrup, Samuel Eto’o, Gheorghe Hagi, Ronaldo Luiz Nazario, hingga yang paling heboh, Luis Figo. Di antara semua nama kelas berat itu, nama Javier Saviola memang kerap terlupakan.
Ketika menyeberang dari Camp Nou ke Santiago Bernabeu pada tahun 2007 itu, kepindahan Saviola berlangsung tenang-tenang saja. Tidak ada protes dan hujatan berlebihan dari pendukung Barca, apalagi insiden teror kepala babi dan pertandingan mencekam seperti yang terjadi pada Luis Figo. Saat itu, meskipun berada di usia keemasan, namun Saviola harus menerima kenyataan menjadi pemain terbuang dari rencana tim asuhan pelatih Frank Rijkaard.
Berharap memulihkan kariernya di Madrid, nasib apes kembali menimpa pemain berjuluk ‘El Conejo’ alias ‘Si Kelinci’ ini. Melimpahnya stok penyerang kelas dunia Los Blancos pada waktu itu memaksanya untuk meninggalkan Liga Spanyol dan bergabung dengan Benfica pada tahun 2009. Meski demikian, Saviola sempat menikmati glar juara La Liga 2007/2008 bersama Real Madrid.
Kariernya di Eropa terbilang cukup lumayan, dengan catatan pernah bermain untuk Barcelona, Real Madrid dan Benfica. Anehnya, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari tim nasional pada usia 28 tahun. Kekecewaan di Piala Dunia 2006 membuatnya ingin lebih berkonsentrasi kepada kariernya di klub saja. Akhirnya, berakhir sudah ekspektasi ‘titisan Maradona’ pada diri Saviola pada tahun 2009.
Sejak bermain di Portugal bersama Benfica dan Yunani bersama Olympiakos, publik pun perlahan-lahan melupakan nama Sang Kelinci. Namun, ia sempat berusaha kembali signifikan ketika kembali ke La Liga pada tahun 2012. Saviola bergabung dengan Malaga, meski hanya bertahan semusim. Setelah itu, ia pun pulang untuk menutup karier di Argentina.
Meski realita karier Saviola tak segemerlap ekspektasi awal, pria yang kini menjabat sebagai asisten pelatih FC Ordino di Argentina ini tetap mendapat pengakuan dari legenda Brazsl, Pele. Nama Saviola terdapat dalam daftar ‘100 Pemain Terbaik Sepanjang Masa versi FIFA’ yang dipilih langsung oleh sang legenda.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.