Nasional Bola

Kondisi Buruk Lapangan di Aceh dan Kisah Legenda Sepak Bola yang Terlupakan

Kompetisi Liga 1 dan Liga 2 sudah berakhir, tetapi aktivitas sepak bola tetap berjalan. Ada turnamen persahabatan bertajuk Aceh Solidarity Cup (Tsunami Cup) yang terdiri dari tiga negara selain Indonesia (Brunei Darussalam, Mongolia, dan Kirgizstan yang menjadi juara). Tetapi, ajang ini menuai banyak kritikan akibat kondisi lapangan Stadion Harapan Bangsa yang jauh dari kata layak.

Stadion Harapan Bangsa terpaksa digunakan karena Stadion Dimurthala yang menjadi markas klub Persiraja belum memenuhi standar FIFA. Pihak panitia juga sudah mengantisipasi hal tersebut dengan merenovasi stadion tersebut sebelum turnamen dimulai.

Masalah infrastruktur sepak bola memang kerap menjadi masalah klasik di Indonesia. Tidak perlu membandingkan kondisi lapangan stadion di negeri ini dengan kondisi stadion di negara-negara yang sepak bolanya sudah maju. Dan tentu sangat memalukan karena negeri ini mengadakan event sepak bola dengan kondisi lapangan yang tidak layak.

Menarik untuk menelisik lebih jauh kondisi Stadion H.Dimurthala di Lampineung, Banda Aceh. Video hasil liputan Kumparan.com menunjukkan stadion klub kebanggaan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam yang sudah tidak tersentuh renovasi. Kursi-kursi yang sudah karatan dan sistem drainase yang buruk. Bahkan jika hujan deras harus menunggu air surut selama tiga jam. Ironis, bukan?

Mengenal Dimurthala, nama yang dipakai sebagai nama stadion

Agak sulit mencari informasi mengenai sosok almarhum Dhimurtala yang namanya diabadikan menjadi nama stadion milik Persiraja. Generasi sekarang mungkin tidak familiar dengan namanya, tetapi bagi orang-orang yang mengenalnya, pria yang kerap disapa Bang Mur ini adalah pribadi yang peduli dengan olahraga, terutama sepak bola dan bola voli.

Di era Dimurthala yang juga pengusaha cengkeh ini, Persiraja sempat mengejutkan sepak bola nasional saat menjadi juara Perserikatan PSSI tahun 1980. Laskar Rencong mengalahkan Persipura Jayapura di Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan skor meyakinkan, 3-1.

Dimurthala adalah sosok yang rela merogoh dana pribadi demi kemajuan olahraga Aceh. Hal ini banyak diakui oleh orang-orang yang mengenal sosoknya. Mantan legenda Persiraja, M.Daan, merasakan betapa pedulinya Bang Mur pada Persiraja dan olahraga Negeri Serambi Mekkah pada umumnya.

“Seandainya Dimurthala masih ada, tentu kondisi stadionnya akan lebih layak dan Persiraja bisa lebih maju. Karena mencari sosok yang ikhlas keluar uang demi olahraga di zaman saat ini seperti almarhum sudah langka,” demikian penuturan beberapa teman almarhum.

Dimurthala wafat pada tahun 1986 akibat penyakit ginjal yang dideritanya.

Nilai-nilai kehidupan dari Dimurthala dan harapan perbaikan infrastruktur

M.Daan menuturkan bahwa semasa Dimurthala menjadi manajer Persiraja, para pemain dimanjakan dengan berlatih ke luar negeri. Bahkan jersey-nya pun diberikan yang terbaik seperti jersey klub-klub Eropa.

Di zaman sekarang, bisa jadi orang yang mempunyai materi berlimpah itu banyak, tetapi, hanya sedikit orang yang mau total mencintai olahraga dan berbuat sesuatu tanpa perhitungan seperti almarhum Dimurthala.

Itu kita patut bersyukur masih ada sosok seperti Indra Sjafri yang mau blusukan ke sana kemari mencari bakat-bakat muda yang nantinya akan dibina. Tetapi, tentu kita masih butuh banyak sosok seperti coach Indra dan Dimurthala agar sepak bola kita bisa mencetak prestasi yang lebih baik.

Menyoal kondisi lapangan, sebenarnya masih banyak stadion yang kondisi lapangannya belum layak di Indonesia. Hanya beberapa stadion di Indonesia yang sudah memenuhi standar seperti Stadion Gelora Sriwijaya di Palembang misalnya.

Stadion Batakan yang kerap disebut sebagai Stadion Emirates-nya Indonesia tengah berbenah karena masih ada perbaikan. Tetapi, bagaimana kondisi lapangan stadion lainnya di negeri seluas Indonesia? Kalau mau mengikuti dengan standar AFC, ada berapa klub yang infrastrukturnya sudah memadai, sementara kelayakan infrastruktur juga menjadi syarat wajib memperoleh lisensi AFC?

Semoga dari kondisi stadion yang berlumpur di Aceh Solidarity Cup, bisa memicu pemerintah dan pihak swasta untuk bekerja sama memperbaiki kondisi lapangan sepak bola yang ada di negeri ini. Tentunya kita berharap ada sosok langka seperti almarhum Dimurthala di zaman modern ini, yang rela mencurahkan segala perhatian dan materi untuk kemajuan sepak bola.

Author: Yasmeen Rasidi (@melatee251)