
Menarik waktu empat tahun ke belakang, Liga Primer Inggris dipandang sebagai liga yang sudah tertinggal dari sisi perkembangan taktik. Bundesliga dan La Liga Spanyol dipandang lebih modern. Imbasnya, klub-klub Liga Primer Inggris banyak yang tercecer di fase-fase penting Liga Champions. Sesuatu yang berbeda tengah terjadi saat ini. Sebuah awal kebangkitan?
Klub-klub dari Inggris pernah merajai kompetisi antarklub paling mewah di Eropa ini, terutama dari tahun 1996 hingga 2008. Bahkan, saking dominannya, Michel Platini, Presiden UEFA, dituduh membuat sebuah pernyataan yang dipersepsikan bahwa ia anti dengan klub-klub Inggris. Dominasi klub Inggris membuat Platini khawatir.
Antara tahun 1997 hingga 2002, Inggris mengirim empat semifinalis, yaitu Manchester United di tahun 1997, 1999, dan 2002. Sementara itu, Leeds United masuk semifinal tahun 2001. Manchester nited sendiri menjadi juara pada tahun 1999 setelah mengalahkan Bayern München dalam final penuh drama di Camp Nou.
Selanjutnya, dari tahun 2004 hingga 2006, Inggris kembali memasukkan empat wakil di semifinal. Mereka adalah Chelsea di tahun 2004 dan 2005, Liverpool di 2005, dan Arsenal di 2006. Pada tahun 2006, Arsenal bahkan melaju hingga babak final sebelum ditundukkan oleh Barcelona dengan skor tipis 2-1. Sementara itu, Liverpool menjadi juara Liga Champions edisi 2005 setelah memproduksi “Malam Terang di Istanbul” yang termasyhur itu.
Puncak dominasi Inggris terjadi pada kurun waktu tiga tahun, antara 2007 hingga 2009. Chelsea, United, Liverpool selalu masuk semifinal pada tahun 2007 dan 2008. Lalu, Chelsea, United, dan Arsenal di tahun 2009. Kemudian, Liverpool, Chelsea, dan United menjadi juara dua pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Hebatnya, pada tahun 2008, terjadi all-English final, yaitu antara United melawa Chelsea. United yang keluar sebagai juara lewat penentuan adu penalti.
Tahun 2008 juga menjadi tahun yang spesial untuk Liga Primer Inggris di Liga Champions. Pada tahun itu, empat klub yang berpartisipasi hanya tereliminasi oleh sesama tim Inggris. Sebuah situasi yang membuat Platini menjadi resah.
Seperti semua kekaisaran, masa kejayaan pasti ada akhirnya. Dominasi klub-klub Inggris di Liga Champions sudah mulai memudar sejak tahun 2007 hingga 2009. Tahun 2008, United gagal menjadi juara. Dua titel pada tahun 2007 dan 2009 berhasil direbut AC Milan dan Barcelona.
Lalu, selama empat tahun, dari 2009 hingga 2013, Inggris hanya mengirimkan dua wakil di semifinal, yaitu United (2011) dan Chelsea (2012). Meskipun, Chelsea sendiri berhasil menjadi juara secara dramatis pada tahun 2012. Setelah itu, dimulai tahun 2013, kejayaan klub Inggris benar-benar lesap.
Pada tahun 2013, tak ada klub Inggris yang berhasil menembus babak delapan besar untuk pertama kalinya sejak tahun 1996. Padahal, pada tahun 1996 kala itu, Inggris hanya punya satu wakil di Liga Champions, dibandingkan empat wakil pada 2013. Pada tahun 2013 itu, hanya United dan Arsenal yang mampu melaju hingga babak 16 besar, sementara Chelsea menjadi juara bertahan pertama yang gagal lolos dari putaran grup.
Selepas tahun 2013 hinga 2017, klub dari La Liga yang berganti mendominasi. Bahkan, Atletico Madrid dan Real Madrid bertemu dua kali di babak final. Sementara klub Inggris seperti berubah menjadi penggembira saja.
Sebuah tanda perubahan?
Situasi berbeda terjadi pada Liga Champions musim 2017/2018. Musim ini, Inggris mengirim lima wakil ke babak putaran grup Liga Champions. Manchester United berhak lolos secara langsung ke babak putaran grup setelah musim lalu berhasil menjuarai ajang Liga Europa. United ditemani tiga klub yang lolos langsung, yaitu Chelsea, Tottenham Hotspur, dan Manchester City. Sementara itu, Liverpool lolos ke putaran grup setelah menang di laga play-off.
Menjadi negara dengan wakil paling banyak membuat Liga Primer Inggris menjadi sorotan. Terutama, setelah terjadi perubahan di liga domestik. Kedatangan Pep Guardiola dan Jose Mourinho, serta pemecahan rekor pemain termahal yang sempat dilakukan United atas transfer Paul Pogba, membuat ekspektasi akan prestasi semakin tinggi.
Liverpool, yang sudah lama absen dari Liga Champions, juga diharapkan bisa melaju lebih jauh. Sejarah gemilang mereka di Liga Champions hanya bisa disaingi oleh Real Madrid, Barcelona, dan Milan. Sementara itu, Tottenham bermain cukup konsisten musim lalu dan diharapkan sudah semakin matang musim ini, terutama di ajang Lga Champions.
Ekspektasi bisa menjadi beban, apalagi setelah mengalami dekadensi performa dan prestasi selepas tahun 2008. Namun, musim ini, ekspektasi justru menjadi bahan bakar yang membuat para wakil Inggris melaju dengan nyaman.
Manchester United misalnya, nyaman duduk di peringkat pertama Grup A. Setan Merah mengumpulkan 15 poin, terbanyak setelah musim 2007/2008. United melanjutkan performa apik mereka di ajang Liga Europa. Hanya satu kali kalah dari enam pertandingan, lolos sebagai juara grup A.
Kejutan terjadi di Grup C, grup neraka Liga Champions musim ini. Grup ini terdiri dari Chelsea, Atletico Madrid, AS Roma, dan Qarabag. Chelsea dan Atletico dijagokan lolos dengan nyaman. Namun, di atas lapangan, Roma membuktikan bahwa prediksi tersebut sangat prematur. The Blues sendiri hanya lolos sebagai runner-up, sementara Atletico dipaksa duduk di peringkat ketiga. Roma? Tentu saja menjadi juara grup.
Di Grup E, Liverpool kembali ke Liga Champions dengan gairah besar. Tergabung ke dalam grup dengan persaingan merata, The Reds nyaman duduk di puncak klasemen. Liverpool tentu ingin mengulangi pencapaian manis di Istanbul. Apalagi, musim ini, punya salah satu lini serang paling berbahaya di Eropa.
Bagaimana dengan Manchester City? Tahun kedua Pep Guardiola mengasuh City, performa mereka di Liga Champions membaik. Di Grup F, City menyapu lima laga dengan kemenangan, sebelum tunduk di laga terakhir yang tak menentukan di kandang Shakhtar Donetsk. Duduk nyaman di peringkat pertama, City menjadi salah satu kandidat kuat juara Liga Champions musim ini.
Kejutan lagi-lagi dihadirkan oleh Tottenham Hotspur. Lembek di kompetisi domestik, Spurs justru trengginas di ajang Liga Champions. Tergabung bersama juara bertahan Real Madrid dan kuda hitam Borussia Dortmund, Spurs perkasa di peringkat pertama. Asuhan Mauricio Pochettino ini bahkan bisa memaksa Madrid lolos dengan status runner-up saja.
Pada dasarnya, klub-klub Inggris bisa lolos dari masing-masing grup dengan nyaman. Praktis, hanya Chelsea yang sempat terpojok ketika dikalahkan Roma. Lolosnya United, Liverpool, Chelsea, City, dan Spurs, artinya ada lima klub di babak 16 besar. Inggris menjadi negara terbanyak yang pernah meloloskan klub di fase sistem gugur.
Tantangan akan berbeda di fase sistem gugur, dan terkadang mental berbicara paling lantang di fase ini, ketimbang kematangan taktik atau kemampuan individu. Selain City dan Spurs, tiga klub lainnya punya pengalaman melaju hingga laga puncak bahkan menjadi juara. Jika kelimanya, setidaknya, mampu melaju ke babak delapan besar, bukan tak mungkin dominasi Inggris di Liga Champions akan kembali terulang.
Performa quintet ini akan menjadi tolok ukur, sampai mana perkembangan sepak bola Inggris sejauh ini. Dan musim ini, tanda kebangkitan itu tengah diusahakan dengan keras.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen