Di Jerman sebelah barat, terdapat sebuah kawasan yang begitu kondang sebagai area industri dan pertambangan (khususnya batu bara). Terletak di region North-Rhine Westphalia, kawasan yang saya maksud adalah lembah Ruhr atau Revier dalam bahasa setempat.
Memesonanya, masyarakat Ruhr yang identik sebagai buruh pabrik atau tambang punya antusiasme yang luar biasa terhadap sepak bola. Alhasil, beberapa kota di kawasan Ruhr seperti Bochum, Dortmund, Duisburg, Essen, Gelsenkirchen, dan Oberhausen juga memiliki sebuah klub sepak bolanya sendiri-sendiri.
Hal ini pula yang lantas melahirkan pertandingan sepak bola di antara tim-tim tersebut dengan titel derbi Ruhr. Namun dari semua laga derbi yang melibatkan mereka, perjumpaan Borussia Dortmund dan Schalke 04 adalah yang terbesar dan terpanas. Tak heran bila laga derbi antara tim-tim Ruhr lain, seiring waktu ‘cuma’ mendapat label Kleines Revierderby atau Derbi Ruhr Kecil.
Sejatinya, kota Dortmund dan Gelsenkirchen hanya berjarak 32 kilometer dan bisa ditempuh dalam tempo 20 menit menggunakan mobil. Namun, kedekatan itu nyatanya sama sekali tidak terasa di atas rumput hijau. Level kebencian di antara kedua kubu, khususnya suporter, sama tingginya dengan rasa cinta mereka terhadap entitas masing-masing. Sebuah bara api yang membuat kedua belah pihak tak sudi melangkah di jalan yang sama.
Ketidaksukaan itu pula yang menginisiasi pendukung Dortmund untuk menyebut suporter Schalke dengan nama Smurfs (mengacu pada warna kostum Die Knappen) atau Herne-West, ketimbang menyebutkan nama rival bebuyutan mereka itu. Sebaliknya, suporter Schalke juga punya sebutan tersendiri kepada pendukung Dortmund yaitu Ticks (sejenis hewan parasit pengisap darah) ataupun Ludenscheid-Nord.
Namun aroma panas yang berkelindan dalam derbi Ruhr tidaklah pekat karena unsur politik ataupun sosial. Sama-sama punya latar belakang sebagai klub dari kelas pekerja, persaingan antara Die Schwarzgelben dan Die Knappen lebih didasari pada harga diri dan kebanggaan untuk jadi yang terbaik di kawasan Ruhr dalam bidang sepak bola.
Terlebih, baik Dortmund maupun Schalke adalah dua klub paling sukses dari wilayah ini karena mengoleksi berbagai titel juara. Mulai dari Bundesliga, Piala Jerman, Piala Super Jerman, Liga Champions, Piala UEFA (sekarang Liga Europa), Piala Winners, Piala Intertoto, hingga Piala Interkontinental.
Di saat Dortmund dan Schalke berjumpa pertama kali pada tahun 1925 silam, barangkali tak ada satupun pihak yang mengira jika rivalitas keduanya justru semakin meruncing dari waktu ke waktu. Tensi tinggi yang selalu muncul dalam setiap pertandingan derbi Ruhr bahkan membuat partai ini lebih layak disebut sebagai derbi terpanas di tanah Jerman. Jauh mengungguli partai berbumbu rivalitas sengit namun ahistoris dan semu dalam wujud Der Klassiker.
Salah satu partai derbi Ruhr yang mungkin sulit dilupakan oleh pendukung Dortmund maupun Schalke adalah laga di pekan ke-33 musim 2006/2007. Kondisi kedua belah pihak saat itu sangat bertolak belakang. Dortmund tercecer di papan bawah hampir sepanjang musim, sementara Schalke justru ada di papan atas dan memiliki kans menjadi kampiun Bundesliga untuk pertama kalinya dalam 49 tahun.
Bertanding di Stadion Signal Iduna Park yang disesaki pendukung Die Schwarzgelben, Schalke menargetkan kemenangan guna menjaga selisih angkanya dari kejaran Stuttgart. Di sisi lain, Dortmund punya motivasi untuk menggagalkan impian besar dari tetangganya tersebut,
Namun bagi Schalke, laga itu tak ubahnya malapetaka yang membuyarkan segala mimpi mereka. Sepasang gol dari Alexander Frei dan Ebi Smolarek, menyudahi perlawanan Die Knappen dengan skor 2-0. Alhasil, Stuttgart yang di pertandingan lain sukses memetik kemenangan dari Bochum langsung menyalip Schalke di papan klasemen hingga akhirnya keluar sebagai juara.
Rasa kecewa yang menggelayuti pendukung Schalke benar-benar sulit untuk diungkapkan saat itu. Lebih sialnya lagi, pendukung Dortmund justru meledek habis-habisan kegagalan tersebut dengan mengirimkan sebuah spanduk raksasa bertuliskan kalimat “Ein Leben Lang, Keine Schale In Der Hand” yang kurang lebih bermakna Seluruh Hidup yang Habis Tanpa Gelar Juara (Bundesliga) dengan menggunakan pesawat yang melintas di langit kota Gelsenkirchen.
Lucunya, walau punya rivalitas yang begitu sengit dan intens, tercatat ada cukup banyak pesepak bola yang pernah mencicipi laga derbi Ruhr dengan mengenakan kostum dari masing-masing klub. Ingo Anderbrügge, Steffen Freund, Marco Kurz, Andreas Möller, dan Felipe Santana adalah sosok yang menyeberang secara langsung dari Dortmund ke Schalke ataupun sebaliknya.
Sedangkan figur sekelas Tamas Hajnal, Jens Lehmann, Christoph Metzelder, Kevin-Prince Boateng, dan Harald ‘Toni’ Schumacher adalah penggawa lain yang sempat berkostum Dortmund dan Schalke namun tidak pindah secara langsung.
Secara keseluruhan, derbi Ruhr di antara Dortmund dan Schalke telah dipanggungkan sebanyak 151 kali di seluruh kompetisi. Die Knappen untuk sementara masih unggul karena berhasil mengemas 58 kemenangan, berbanding torehan Die Schwarzgelben yang baru menyentuh angka 51 kali.
Akhir pekan ini (25/11), Dortmund dan Schalke bakal kembali baku hantam untuk kesempatan ke-152 atau yang ke-91 di ajang Bundesliga. Menariknya, kondisi kedua kubu lagi-lagi ada pada tren yang berlainan.
Dortmund sedang diterpa krisis lantaran hasil-hasil buruk yang mereka genggam dalam kurun satu bulan terakhir sementara Schalke justru ada di atas angin setelah mencatat laju positif dan tak terkalahkan dalam enam partai pamungkas.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional