Bila dibandingkan dengan nama-nama seperti Massimiliano Allegri, Fabio Capello, Antonio Conte, Roberto Mancini, Luciano Spalletti atau bahkan Alberto Zaccheroni, figur Gian Piero Ventura jelas bukan kategori pelatih dengan nama besar.
Jika kamu berselancar di dunia maya dan mencari tahu profil dari sosok yang sekarang berumur 69 tahun ini, sudah pasti takkan ada nama klub papan atas di Italia yang terselip pada curriculum vitae-nya. Selama 40 tahun berkecimpung dalam dunia kepelatihan (termasuk di level junior), Ventura memang lebih identik sebagai allenatore bagi tim-tim papan tengah ke bawah.
Sampai akhirnya, usai pagelaran Piala Eropa 2016 yang lalu, nama Ventura tiba-tiba akrab di telinga pencinta sepak bola dunia. Usut punya usut, mantan pembesut Cagliari, Lecce, Torino, dan Udinese ini secara resmi didapuk sebagai pelatih baru tim nasional Italia menggantikan Conte yang cabut ke Inggris guna menakhodai Chelsea.
Penunjukan Ventura kala itu juga membuat induk organisasi sepak bola Italia (FIGC) mendapat kritikan. Pasalnya, saat mengangkat lelaki kelahiran Genoa ini, nama-nama seperti Capello dan Mancini justru sedang menganggur. Dua nama tersebut, dianggap khalayak lebih pas buat menjadi allenatore baru Gli Azzurri.
Namun keputusan FIGC sudah bulat, mereka meyakini bahwa Ventura adalah sosok tepat yang bisa mengantar Italia memasuki era transisi, dari generasi veteran semisal Gianluigi Buffon dan Andrea Barzagli, kepada angkatan yang lebih muda layaknya Andrea Belotti dan Marco Verratti, secara paripurna.
Baca juga: Saatnya Marco Verratti Lepas dari Bayang-Bayang Andrea Pirlo di Timnas Italia
Tapi sial, tantangan yang ada di timnas jelas sangat berbeda dengan apa yang biasa dihadapi Ventura di level klub. Hal ini jugalah yang menghadirkan sejumlah problem ketika dirinya melatih Italia.
Debut Ventura sebagai pelatih Gli Azzurri pada 1 September 2016 berakhir dengan kekalahan 1-3 dari Prancis di laga persahabatan. Walau akhirnya bangkit dengan menggebuk Israel dan menahan imbang Spanyol dalam lanjutan babak kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Eropa di Grup G, penampilan Italia dinilai tak sesuai ekspektasi.
Harus diakui, sejak menjabat sebagai allenatore Italia, Ventura mencoba pendekatan yang sangat berbeda dengan para pendahulunya. Tak ada lagi gaya pragmatis dan mengandalkan kekokohan lini belakang yang selama ini menjadi ciri khas Gli Azzurri.
Ide-ide liar yang ada di kepalanya justru menggiring para pemain Italia untuk bermain ofensif lewat pola 4-2-4 yang sangat mengandalkan aliran bola dari sisi sayap, lewat para winger dan fullback. Sebagian pengamat bahkan menyebut cara yang ditempuh Ventura kelewat berisiko. Hal ini disebabkan oleh rentannya lini belakang Gli Azzurri akibat gaya main ofensif yang mereka usung.
Dua bek tengah yang ‘cuma’ dilapisi oleh dua gelandang tengah membuat gawang Italia lebih mudah diekspos lawan meski di sisi lain, serangan-serangan dari Belotti dan kawan-kawan yang menghuni sektor depan juga semakin tajam.
Lebih nahasnya lagi, Ventura tergolong sangat keras kepala mengenai skema permainannya ini sehingga jarang sekali menggunakan pola yang berbeda pada setiap laga yang dilakoni Italia. Padahal, karakter lawan yang dihadapi pun berlainan satu sama lain. Dirinya dituding kurang adaptif.
Blunder yang dianggap media-media Italia paling mencolok selama era kepelatihan Ventura di Gli Azzurri adalah saat berjumpa Spanyol bulan September kemarin. Bertandang ke kota Madrid guna memperebutkan status juara grup agar lolos otomatis ke Piala Dunia 2018, Ventura tak mengubah pola 4-2-4 dan tetap bermain terbuka. Padahal, Spanyol adalah tim yang sangat fasih bermain ofensif.
Alhasil, gawang Italia diobok-obok sampai tiga kali oleh anak asuh Julen Lopetegui hingga satu tiket otomatis ke Piala Dunia 2018 melayang kepada Spanyol. Pada momen itu pula, Sergio Ramos dan kawan-kawan seperti mengajari Italia bagaimana cara bermain sepak bola yang baik dan benar.
Hasil buruk tersebut, diikuti dengan torehan imbang saat bersua Makedonia pada Oktober lalu, membuat Ventura dicerca habis-habisan. Tak sampai di situ, keengganan Ventura untuk memanggil gelandang jempolan milik Napoli berdarah Brasil namun sudah punya caps bareng Italia, Jorginho, juga membuatnya dibanjiri hujatan.
Pasalnya, kemampuan Jorginho dinilai sempurna untuk membuat permainan Gli Azzurri menjadi lebih baik, khususnya pada saat Daniele De Rossi dan Verratti, dua gelandang tengah utamanya, tidak bisa dimainkan lantaran harus bolak-balik meja perawatan akibat cedera.
Segala preseden buruk itu membuat Italia tertatih-tatih dan hanya finis sebagai runner-up Grup G di bawah Spanyol. Mereka pun harus rela menempuh babak play-off guna menggamit satu tiket ke Rusia tahun depan.
Terlebih, pada babak play-off Italia kudu berjumpa dengan salah satu kuda hitam dalam kancah sepak bola dunia, khususnya di Eropa, Swedia. Laga menghadapi Blagult akan dilangsungkan pada 10 dan 13 November esok.
Dalam rilis via akun twitter resmi timnas Italia beberapa hari lalu, nama Jorginho yang lama diabaikan Ventura akhirnya dipanggil guna memperkokoh lini tengah. Bukan cuma itu, penyerang berkepala plontos yang sedang mengilap bersama Valencia, Simone Zaza, juga mendapatkan kesempatan buat unjuk gigi.
🇮🇹🇸🇪📋 | Here is Ventura's #Azzurri squad for the World Cup play-off with Sweden! #VivoAzzurro pic.twitter.com/ivdZsDYECr
— Italy ⭐️⭐️⭐️⭐️ (@Azzurri_En) November 4, 2017
Meloloskan Gli Azzurri ke turnamen sepak bola antarnegara paling akbar di dunia itu merupakan harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Secara langsung, kondisi semacam ini pasti mendatangkan tekanan berat untuk sang pelatih gaek.
Berkaca pada situasi pelik yang menggelayutinya, Ventura seperti tidak ragu buat mempertaruhkan reputasinya di dua laga play-off melawan Swedia nanti. Memanggil Jorginho dan Zaza yang disebut-sebut bisa memberi angin perubahan jadi salah satu cara yang ditempuhnya.
“Sekarang, kami harus melakukan semua hal yang diperlukan secara maksimal agar kami bisa tampil di Piala Dunia 2018”, tutur Ventura dalam konferensi pers jelang laga melawan Swedia beberapa hari kemarin.
Apabila hasil play-off melawan Swedia nanti berpihak kepada Italia, maka jabatan Ventura dapat dipastikan aman sampai Piala Dunia 2018 usai (kontrak dari allenatore yang satu ini memang habis setelah itu). Tapi kalau tidak sesuai harapan, probabilitas berakhirnya karier Ventura bareng Gli Azzurri sudah barang tentu mendekati angka 100 persen awal pekan depan.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional