Eropa Lainnya

Piala Amputee: Karena Sepak Bola Tidak Hanya untuk yang Berkaki Dua

Setelah kekecewaan akibat tim nasional Turki gagal melaju ke Piala Dunia 2018, rakyat Turki akhirnya mendapat penawar luka dari timnas mereka yang berkecimpung di ajang Piala Amputee Eropa. Turki berhasil menjadi kampiun usai menang 2-1 atas Inggris.

Piala Amputee adalah kompetisi sepak bola yang dikhususkan bagi mereka yang mengalami disabilitas karena ada bagian tubuhnya yang diamputasi. Ajang ini pertama kali digelar di Amerika Serikat pada tahun 1984, tapi untuk tingkat Eropa, baru kembali diadakan tahun ini setelah terakhir kali diselenggarakan pada 2008 lalu.

Disaksikan oleh 40 ribu lebih pasang mata yang memadati Vodafone Park, kandang Beşiktaş, Turki harus melakoni laga yang dramatis di partai puncak. Setelah unggul 1-0, Inggris kemudian dapat menyamakan skor tepat di menit akhir pertandingan. Namun, gol sang kapten, Osman Çakmak, di masa injury time, menjadi gol penentu kemenangan malam itu.

https://www.youtube.com/watch?v=5lTa2UmrvZI

Ini merupakan gelar pertama Turki di Piala Amputee Eropa. Sebelumnya, mereka harus puas menjadi runner-up di tahun 2004 dan 2008, kemudian meraih juara tiga di tingkat dunia pada tahun 2007.

Sepanjang turnamen, Turki berhasil melesakkan 25 gol. Dua kemenangan terbesar mereka terjadi saat melibas Jerman 8-0 dan mengalahkan Georgia sembilan gol tanpa balas. Turki kemudian berhak lolos ke final setelah menang 2-0 atas Polandia, sedangkan Inggris melaju ke partai puncak usai mengandaskan perlawanan Spanyol dengan skor 3-0.

Dengan menjadi juara di Piala Amputee Eropa, Turki tak hanya berhasil mengharumkan nama bangsa, tetapi juga menjadi kebanggaan tersendiri yang mengharukan bagi para pemainnya.

Sang kapten, Osman Çakmak, harus mengamputasi kakinya setelah terkena ranjau darat ketika bertugas sebagai tentara. Ia sempat kecewa karena tak bisa lagi mengabdi pada negara, tapi akhirnya memutuskan untuk menjadi pesepak bola di Piala Amputee guna memenuhi niat tulusnya itu.

Sepak bola pada Piala Amputee dimainkan oleh tujuh orang, yang terdiri dari satu kiper dan enam pemain outfield. Pemain yang berposisi kiper harus memiliki dua kaki dan satu tangan, sedangkan yang menjadi outfield player harus memiliki dua tangan dan satu kaki.

Pertandingan ini dimainkan di lapangan berukuran 70×60 sentimeter, dengan durasi 2×25 menit dan jeda antarbabak 10 menit. Tiap tim juga memiliki jatah time-out sekali per pertandingan.

Para pemain outfield yang bermain di ajang ini harus menggunakan kruk, tapi tidak boleh digunakan untuk menendang bola. Jika bola mengenai kruk, maka sebuah tim akan mendapat hukuman layaknya handball di sepak bola, kecuali jika bola tidak sengaja mengenai kruk, wasit akan memberikan toleransi. Aturan yang sama juga berlaku untuk sisa bagian tubuh yang diamputasi.

Layaknya sepak bola, para pemain di Piala Amputee juga harus menggunakan deker. Akan tetapi, permainan ini tidak mengenal offside, dan tidak ada batasan jumlah pergantian pemain. Selain itu, kiper juga tidak boleh meninggalkan areanya, sehingga tidak ada istilah sweeper-keeper di olahraga ini.

Di tengah perkembangan sepak bola yang melesat jauh di bidang industri dan hiburan, cabang olahraga yang satu ini tetap tidak melupakan fungsinya yang bisa dimainkan semua orang tanpa terkecuali. Selain Piala Amputee, ada pula Homeless World Cup bagi para tunawisma dan mantan pecandu narkotika, serta Goalball, yang merupakan evolusi sepak bola untuk para tunanetra.

Sepak bola untuk semua, tanpa terkecuali.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.