Negara-negara di Britania Raya terkenal akan kultur sepak bolanya yang sangat kental. Tidak hanya Inggris, yang jelas-jelas menjadi salah satu kiblat sepak bola dunia, namun begitu juga dengan Republik Irlandia, Irlandia Utara, dan Skotlandia.
Namun, satu negara lainnya di kepulauan Britania, Wales, sepak bola bukanlah menjadi olahraga yang utama. Di negara yang juga memiliki bahasa sendiri selain bahasa Inggris ini, rugbi menjadi yang utama ketimbang sepak bola. Tim rugbi dari Cymru, sebutan negara ini dalam bahasa Wales, menempati peringkat tujuh dunia.
Namun, melihat prestasi timnas Wales belakangan ini, bisa jadi publik di sana mulai mencintai sepak bola lagi. Gareth Bale dan kawan-kawan berhasil mencetak sejarah di Piala Eropa 2016 yang merupakan Piala Eropa perdana bagi Sang Naga, dengan lolos hingga ke babak semifinal. Kini, skuat asuhan Chris Coleman ini berada di ambang kelolosan menuju putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia.
Timnas Wales kini berada di posisi kedua klasemen Grup D Kualifikasi Piala Dunia 2018, setelah menang tipis atas Georgia dengan skor 1-0 melalu gol pemain Derby County, Tom Lawrence. The Dragons hanya berselisih satu angka dengan pemuncak klasemen, Serbia, namun juga hanya berbeda satu poin dengan peringkat ketiga yang juga merupakan anggota Britania Raya, Republik Irlandia.
Menariknya, di laga terakhir kualifikasi, Wales akan menghadapi saudaranya tersebut, dalam laga yang dapat dikatakan hidup dan mati. Sementara itu, Wales juga menggantungkan nasib kepada negara yang sebelumnya mereka kalahkan, Georgia, yang akan menghadapi Serbia, demi memuluskan jalan untuk lolos secara otomatis ke Rusia nanti.
Bila lolos nanti, penantian 60 tahun rakyat Wales untuk menyaksikan negaranya berkompetisi di Piala Dunia akan usai. Ya, Sang Naga terakhir kali berlaga di Piala Dunia tahun 1958 yang bertempat di Swedia. Di dalam ajang Piala Dunia 1958 tersebut, timnas Wales berhasil mencapai babak perempat-final.
Tak mengejutkan sebenarnya, karena di tahun tersebut, timnas Wales sedang jaya-jayanya, dan diperkut oleh beberapa pemain hebat, seperti contohnya mantan pemain Juventus, John Charles. Sesudah itu, Sang Naga vakum dalam ajang turnamen sepak bola terakbar di dunia tersebut.
Meskipun begitu, timnas Wales sebenarnya tidak pernah absen untuk menyumbangkan nama-nama besar di dalam kancah sepak bola dunia. Di periode 1980-an, mereka memiliki sosok penyerang hebat dalam diri Mark Hughes dan Ian Rush.
Manajer Stoke City dan legenda Liverpool ini masih berlaga hingga medio 1990-an, ketika nama-nama berbakat lainnya seperti kiper, Neville Southall, yang menjadi pemegang caps terbanyak Wales hingga saat ini, mantan gelandang Blackburn Rovers, Robbie Savage, mendiang Gary Speed, serta legenda Manchester United, Ryan Giggs, muncul. Namun tetap saja, generasi ini tidak mampu membawa Wales berkompetisi baik di Piala Dunia maupun Piala Eropa.
Memasuki periode 2000-an, nama-nama di atas sudah mulai menua, hanya menyisakan Ryan Giggs saja yang masih dalam kondisi emasnya. Meskipun begitu, nama-nama baru bermunculan seperti misalnya mantan penyerang Newcastle United yang terkenal bengal, Craig Bellamy. Namun, tetap saja, Wales tak kunjung berprestasi, hingga puncaknya terjadi di tahun 2011.
Saat itu, Wales sudah diperkuat oleh pemain-pemain yang menjadi inti di tim Wales saat ini, seperti Bale dan Aaron Ramsey. Namun, akibat menumpuknya kekalahan sejak periode 2000-an, mereka terdampar di peringkat 117 FIFA, posisi terendah Wales sepanjang sejarah. Untungnya, di tahun 2012, Sang Naga lambat laun berhasil mengembalikan kehormatannya setelah Coleman mengambil alih selepas peristiwa tragis yang menimpa Speed.
Ramsey dan Bale tentunya menjadi bintang, namun Coleman berhasil memadukan timnya dengan baik, dan tidak membebankan semuanya hanya ke bahu dua pemain bintang tersebut. Manajer berusia 47 tahun tersebut membangun pertahanan yang solid yang digalang oleh kapten tim, Ashley Williams, dan membuat permainan Wales lebih menghibur. Di tahun 2015, mereka berhasil naik ke posisi sembilan FIFA, dan menjadi negara pertama yang menggeser Inggris di klasemen khusus negara Britania Raya.
Puncak kejayaan mereka tentu ada di Piala Eropa 2016. Wales berhasil menembus semifinal, prestasi yang teramat mengejutkan bagi semua pencinta sepak bola di seluruh dunia. Mereka pun kalah dari negara yang kemudian menjadi juara, Portugal.
Sepulangnya dari Prancis, mereka disambut bak pahlawan di Cardiff, dan berparade menggunakan bus dengan atap terbuka. Prestasi ini tentu amat mengagumkan, mengingat klub-klub besar di Wales (Swansea City dan Cardiff City) bahkan tidak berkompetisi di liga negara mereka sendiri.
Kini, Wales tinggal membutuhkan dua usaha terakhir untuk lolos ke Rusia 2018 nanti. Menang melawan Irlandia, dan kembali menang di laga play-off, apabila Serbia meraih kemenangan melawan Georgia. Prestasi yang dicatatkan Coleman dan anak asuhnya, terbilang luar biasa. Enam tahun lalu, mereka berada di luar 100 besar peringkat FIFA, dan sekarang berada di antrian terdepan putaran final Piala Dunia 2018.
Prestasi Wales ini tentu menjadi tamparan bagi saudara besarnya, Inggris, yang hanya jalan di tempat. Mari berharap Sang Naga mampu lolos ke putaran final Piala Dunia 2018, dan mengepakkan sayap merahnya di Rusia nanti.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket