Sepak bola Indonesia: Berbenah sampai kapan?
Saya tahu, melawan Thailand di babak semifinal bukan pertandingan mudah bagi Rachmat Irianto dan kawan-kawan. Apalagi hanya bermain dengan 10 pemain dan harus menghadapi adu penalti sebagai penentuan. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa rasa gugup yang dihadapi para anak muda itu. Lha wong saya yang tidak main dan hanya menyaksikannya di layar kaca saja ikut deg-degan.
Saya juga mengerti, Timnas U-19 berjuang sepenuh hati. Tentu mereka ingin mempersembahkan kemenangan untuk bangsa Indonesia. Namun, drama di atas lapangan hijau memang tidak sederhana. Bermain apik sepanjang jalannya pertandingan tidak menjamin suatu kesebelasan mampu mengantongi kemenangan. Maka tak heran ketika kekalahan di depan mata, para anak muda itu menangis di lapangan. Kesedihan sudah jelas mengguncang perasaan.
Ya, saya tahu dan mengerti. Saya pun turut merasakan kesedihan ini. Namun, saya merasa muak dengan semuanya. Saya yakin, pencinta sepak bola Indonesia yang lain pasti juga merasakan hal serupa. Sebab, kami merindukan gelar juara.
Rasanya amat menyakitkan ketika gelar juara yang dirindukan itu masih saja menjadi angan-angan yang tak kunjung terealisasikan. Terlampau sering terdengar celotehan “Indonesia bisa!” ataupun “Indonesia juara!”, tetapi kata-kata itu tidak ada dalam kenyataan. Kenyataan justru memberikan kata-kata yang menampar. Kekalahan!
Lalu, kekalahan itu dibalut kalimat-kalimat yang mencoba menenangkan. “Tetap tegakkan kepalamu. Kami tetap bangga”, misalnya. Atau kalimat menghibur lain, seperti “Kekalahan ini bukan akhir dari segalanya”. Apalagi Timnas U-19 masih berkesempatan memperebutkan gelar juara ketiga, gelar pelipur lara. Dan meski gagal di Piala AFF U-18, Timnas U-19 memiliki kesempatan untuk berprestasi di Piala Asia U-19 tahun depan.
Sejatinya saya tidak menolak kalimat-kalimat itu. Bagaimanapun,saya juga tetap berterima kasih atas perjuangan skuat Garuda. Sekali lagi, saya mengerti jika mereka berjuang sepenuh hati. Saya hanya merasa bosan. Barangkali karena terlampau sering menelan kekecewaan. Atau mungkin karena terlalu besar dalam menaruh harapan. Namun, bukankah berharap kebanggan menjadi juara adalah hal yang wajar?
Kegagalan timnas Indonesia meraih gelar juara di SEA Games 2017 dan Piala AFF U-18 adalah kekecewaan yang hakiki di tahun ini. Memang, sepak bola Indonesia tidak hanya seperti benang kusut. Sepak bola Indonesia sudah seperti seperti awan mendung yang terkungkung.
Ya, sepak bola Indonesia memang masih harus berbenah. Namun, ‘‘Mau berbenah sampai kapan?”. Sungguh, kami sudah bosan merindukan gelar juara.
Author: Riri Rahayuningsih (@ririrahayu_)
Mahasiswi komunikasi yang mencintai sepak bola dalam negeri