Selepas kesuksesan masif di Piala Eropa 2016 lalu, negara yang selalu diselimuti musim dingin dan salju ini mulai mengorbitkan banyak pemain-pemain sepak bola ke penjuru dunia dan Eropa. Namun, bagi negara yang terkenal akan keindahan alamnya itu, nama Eidur Smari Gudjohnsen adalah pionir sekaligus legenda yang tak akan bisa dilupakan.
Pria yang lahir di ibu kota Islandia, Reykjavik ini, mengawali kariernya di klub lokal yang bernama Valur di tahun 1994. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, bakat Gudjohnsen sudah tercium oleh raksasa Liga Belanda, PSV Eindhoven. Pada tahun yang sama, PSV memboyongnya ke Belanda. Sayangnya, cedera membatasi menit tampilnya bersama di PSV, dan ia sempat kembali pulang kampung untuk memulihkan kebugarannya bersama klub di kota ia tumbuh besar, KR Reyjkavik, di tahun 1998.
Bertahan selama 6 bulan di kampung halamannya, Gudjohnsen kembali memutuskan untuk merantau. Ia pindah ke tanah Inggris untuk bergabung bersama klub Bolton Wanderers. Bersama klub yang kini bermain di kasta kedua Liga Inggris ini, ia berhasil masuk ke semifinal Piala FA dan Piala Liga.
Ia hanya bertahan dua tahun di Bolton. Di tahun 2000, Gudjohnsen pindah ke Chelsea, di mana popularitasnya mulai meroket tinggi. Di musim pertamanya, pemain kelahiran tahun 1978 ini lebih banyak menghabiskan waktu di bangku cadangan. Namun di musim-musim berikutnya, duetnya dengan penyerang asal Belanda, Jimmy Floyd Hasselbaink, cukup mematikan di semua kompetisi, dan duo ini berhasil memberikan kontribusi sebanyak 52 gol. Gudjohnsen juga sempat merasakan dilatih oleh tangan dingin Jose Mourinho, yang membawa Chelsea menjadi juara Liga Primer Inggris berturut-turut di musim 2004/2005 dan 2005/2006.
Gudjohnsen mencapai puncak kesuksesan sebagai pesepak bola ketika bergabung bersama raksasa Spanyol, Barcelona, di tahun 2006. Memang, peran pemain yang baru saja pensiun di awal September lalu ini hanya sekedar penyerang pelapis, namun bukan berarti kontribusi Gudjohnsen minim bagi tim Catalan ini.
Buktinya, Gudjohnsen mampu bertahan selama tiga musim dan tampil sebanyak 122 kali. Gudjohnsen juga menjadi bagian dari skuat yang meraih treble winners di musim 2008/2009. Sayangnya, karier Gudjohnsen menukik selepas pindah dari klub Spanyol itu.
Gudjohnsen sempat berpindah-pindah klub ke bermacam-macam negara. Ia sempat pindah ke AS Monaco, Tottenham Hotspur, AEK Athens, Cercle Brugge, Club Brugge, pindah ke Liga Cina ke klub Shijiazhuang Ever Bright, kembali ke Bolton, hingga pensiun di klub Norwegia, Molde.
Gudjohnsen mengawali karier seniornya di timnas Islandia di tahun 1996, ketika berumur 17 tahun. Ada hal yang menarik dari debut Gudjohnsen bersama negara Skandinavia ini. Dalam laga persahabatan menghadapi Estonia, Gudjohnsen masuk menggantikan ayah kandungnya sendiri yang juga merupakan pesepak bola profesional, Arnor Gudjohnsen, yang kala itu berusia 34 tahun.
Pergantian ini menjadi sejarah pertama di dunia sepak bola, di mana ayah-anak kandung menggantikan dan digantikan satu sama lain. Sayangnya, impian Arnor untuk bermain bersama anaknya di satu lapangan yang sama pupus akibat cedera yang dideritanya sehingga ia harus absen di pertandingan berikutnya.
Karier Gudjohnsen bersama timnas Islandia diakhiri dengan manis dengan kisah sukses di Piala Eropa 2016. Islandia berhasil menjadi tim yang dicintai oleh semua orang dan mematahkan prediksi dengan melaju hingga babak perdelapan-final, termasuk mengalahkan Inggris. Di laga terakhir melawan Prancis, Gudjohnsen masuk di menit 82 dan diberikan ban kapten di lengannya. Meski kalah dan harus tersingkir, kiprah Islandia di Piala Eropa 2016 yang merupakan turnamen besar Gudjohnsen bersama Islandia yang pertama kali berakhir dengan manis.
Sebagai pionir sepak bola Islandia, nama Gudjohnsen patut dikenang oleh rakyat Islandia. Jejak Gudjohnsen kini diikuti oleh junior-juniornya seperti Sigurdsson, Kolbein Sigthorsson, dan Aron Gunarsson. Namun, karier cemerlang Gudjohnsen di kasta tertinggi sepak bola Eropa mungkin tidak bisa disamai oleh junior-juniornya di Islandia.
Happy birthday, Eidur Gudjohnsen!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket