Sebuah keputusan lucu kembali terjadi di sepak bola Indonesia.
Hari Rabu (13/9), Jawa Pos mengangkat berita bahwa PT. Liga Indonesia Baru (LIB) “memilih” Persewangi Banyuwangi yang lolos ke babak play–off, menggantikan posisi PSBK Blitar. Dasar penentuan pemilihan Persewangi adalah selisih gol. Keputusan janggal kembali dibuat operator Liga, meski sebetulnya tak lagi mengagetkan.
Persewangi sebetulnya sadar betul bahwa mereka tak lagi punya peluang lolos ke babak play–off. Hal itu nampak ketika tak ada perayaan ketika Persewangi berhasil mengalahkan Persik Kediri di laga terkahir Grup 6 Liga 2. Meski menang, Persewangi tak beranjak dari peringkat lima. Artinya, play–off bukan milik mereka.
Sementara itu, posisi keempat ditempat PSBK Blitar dengan jumlah poin 18. Sebenarnya, jumlah poin PSBK sama seperti yang sudah dikumpulkan Persewangi. Namun, PSBK berhak duduk di posisi keempat dan lolos ke babak play–off karena menang head-to-head dengan Persewangi. Situasi ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada pertemuan pertama yang digelar pada tanggal 12 Mei 2017, PSBK berhasil mengalahkan Persewangi di Stadion Gelora Soepriadi dengan skor 2-0. Selanjutnya, pada pertemuan kedua di Banyuwangi pada tanggal 29 Juli 2017, PSBK kalah dengan skor 2-1. Jadi, total agregat adalah 3-2 untuk keunggulan PSBK.
Namun, LIB justru membuat keputusan yang sangat menarik. PT. LIB sebagai operator liga memutuskan bahwa PSBK HARUS IKHLAS posisinya diturunkan ke posisi lima dan digantikan oleh Persewangi Banyuwangi. Alasan yang digunakan adalah catatan selisih gol, yang lebih menguntungkan Persewangi ketimbang PSBK.
Selama mengarungi Liga 2, PSBK mencetak 25 gol dan kebobolan juga 25 gol. Sementara itu, Persewangi mencetak 17 gol dan kemasukan 16. Jadi, Persewangi lebih unggul satu gol dari PSBK. Surplus satu gol membuat Persewangi memenuhui kriteria yang disampaikan oleh Asep Saputera, Manajer Kompetisi PT. LIB.
“Karena secara head-to-head mereka (Persewangi dan PSBK, Red) saling mengalahkan, maka penentuan tim terbaik diputuskan lewat selisih gol,” kata Asep Saputra, seperti dikonfirmasi oleh Jawa Pos.
Pasal yang dilanggar
Keputusan lucu ini jelas melanggar Regulasi Liga 2 yang dikeluarkan oleh PT. LIB sendiri. Tepatnya, PT. LIB tak memenuhi aturan yang sudah ditetapkan lewat Pasal 16 Ayat 5 b.A. Bunyinya:
“Penentuan peringkat di setiap grup ditentukan sebagai berikut:
- Jumlah nilai yang diperoleh klub dari hasil pertandingan yang dimainkan;
- Apabila terdapat 2 (dua) atau lebih memiliki jumlah nilai yang sama, maka penentuan peringkat ditentukan sebagai berikut:
- Pertemuan kedua klub (head-to-head);
- Selisih gol;
- Jumlah kemasukan;
Dari pasal di atas jelas disebutkan bahwa untuk menentukan posisi klub yang memiliki nilai yang sama, pertama-tama adalah melihat catatan head-to-head kedua klub. Jelas, sesuai aturan yang dibuat oleh PT. LIB sendiri, PSBK yang semestinya lolos ke babak play–off, bukan Persewangi.
Jika Persewangi yang lolos, artinya PT. LIB melangkahi aturan yang mereka buat karena menghilangkan aturan poin 5.A dan langsung melompat ke aturan 5.B. Apakah PT. LIB tak bisa membaca aturan yang mereka buat sendiri? Bagaimana jika membaca saja sulit, apalagi mau menjalankanya?
Sampai kapan?
Situasi yang sama terjadi juga beberapa bulan yang lalu terkait penghapusan aturan menggunakan pemain U-23. Aturan ini ditangguhkan selama timnas Indonesia U-22 berlaga di ajang SEA Games 2017 yang lalu. Joko Driyono sendiri pernah mengonfrmasi bahwa aturan penggunaan pemain di bawah usia 23 akan kembali diberlakukan setelah SEA Games berakhir.
“Bahwa implementasi regulasi tersebut akan berjalan kembali mulai 1 September 2017 sampai berakhirnya kompetisi Go-Jek Traveloka Liga 1 2017,” ungkap Joko Driyono kepada Kumparan.
Namun apa yang terjadi? Hingga 13 September 2017 ketika artikel ini ditulis, aturan tersebut belum diterapkan kembali. Tudingan menguntungkan klub tertentu langsung muncul, meskipun dasarnya tidak terlalu kuat. Yang pasti, tidak konsisten menjalankan aturan yang PT. LIB atur dan buat sendiri adalah wujud sepak bola Indonesia tak berjalan di jalur yang tepat.
Jika aturan, yang PT. LIB buat sendiri, dibengkokkan semudah memutus karet gelang, maka mau sampai mana sepak bola Indonesia akan melangkah? Melanggar aturan yang dibuat sendiri seharusnya menjadi puncak kebusukan, pengkhianatan akan nilai fair play yang dicetak di selembar kain besar yang diarak sebelum pertandingan dimulai.
Sebuah jargon kosong sebatas seremonial belaka. Mau sampai kapan sepak bola Indonesia hanya diwarnai hal-hal negatif seperti ini? Pertanyaan klise, namun aktual.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen