Diprediksi bisa menang mudah atas Semen Padang, Persib Bandung justru kecolongan. Bertanding dalam laga kandang berhadapan dengan Semen Padang di pekan ke-23 Go-JeK Traveloka Liga 1, tim Maung Bandung justru ditahan imbang tamunya tersebut dengan skor 2-2. Bahkan, Persib dua kali tertinggal terlebih dahulu, hingga akhirnya Ezechiel N’Douassel menyamakan kedudukan jelang pertandingan berakhir.
Bek kiri senior, Tony Sucipto, menjadi pesakitan dalam laga kali ini.
Banyak yang menganggap bahwa ia merupakan penyebab mudahnya gawang Muhammad “Deden” Natsir dijebol dua kali oleh Vendry Mofu. Tony begitu kepayahan sepanjang pertandingan. Ia sering terlambat turun setelah naik maju membantu serangan. Tony seperti cepat habis bensin mengejar para penyerang tim lawan. Terlebih lagi, umpan-umpan yang ia lepaskan sering tidak mencapai sasaran.
Ada apa dengan Tony? Mengapa terjadi penurunan yang bisa dibilang lumayan drastis untuk pemain yang memiliki banyak gelar dan segudang pengalaman berlaga di kancah sepak bola Indonesia? Cerita musim terakhir Patrice Evra di Manchester United boleh jadi perbandingan yang hampir serupa.
Musim terakhir Patrice Evra di Manchester United boleh dibilang agak sulit. Ia mesti memimpin tim, sementara kondisi keseluruhan di tubuh United kala itu tidak terlalu baik. David Moyes yang ditunjuk untuk menangani tim selepas ditinggal Sir Alex Ferguson, bisa dibilang gagal melakukan tugasnya hingga kemudian dipecat sebelum kompetisi usai.
Pada musim tersebut, Evra juga tampil kepayahan. Bek asal Prancis tersebut juga sering terlambat melakukan trackback dan menjadi salah satu penyebab mengapa United cukup sering kemasukan musim tersebut.
Banyak hal yang bisa saja jadi penyebab menurunnya penampilan dari Tony Sucipto. Soal sudah semakin menuanya usia Tony, memang masuk akal. Tetapi masalahnya, ia “baru” berusia 31 tahun. Boleh dibilang tidak uzur-uzur amat untuk bisa bermain di kompetisi level tertinggi. Karena rekan setim Tony yang bermain di sisi berseberangan, Supardi Nasir, tampak masih cukup bisa bermain dengan baik di usianya yang sudah mencapai 35 tahun.
Boleh jadi Tony sedang bosan, atau sedang tidak berada di mood yang tepat untuk bermain. Anda boleh jadi menganggap sepele, tapi beberapa pesepak bola nasional yang penulis temui, mengaku bahwa ada masanya mereka bosan untuk bermain. Bahkan sekadar untuk berlatih pun, mereka malasnya bukan main.
Karena bagi mereka, sepak bola kini bukan lagi kesenangan yang sama seperti ketika mereka mainkan di masa muda. Sepak bola kini adalah profesi, sebuah pekerjaan. Tentu ada titik jenuh dan bosan, sama seperti saya dan Anda yang bekerja atau melakukan rutinitas yang sama selama bertahun-tahun.
Maka boleh jadi Tony saat ini sedang mengalami kebosanan untuk bermain, yang kemudian memberikan dampak besar terhadap permainan yang ia tampilkan. Cara paling ideal tentunya melawan rasa bosan tersebut. Tetapi karena hal tersebut terkadang sulit dilakukan, yang harus dilakukan selanjutnya adalah mencari tantangan baru.
Hijrah ke tempat baru adalah salah satu cara yang paling baik. Karena Evra pun kemudian mendapatkan semangat dan gairah baru setelah hijrah ke Juventus. Dan mendapatkan tiga tahun yang lumayan bagus sebelum kemudian kembali ke Prancis bersama Marseille.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia