Beberapa hari yang lalu saya sempat menulis perihal kebutuhan dua klub asal kota Milan, AC Milan dan Internazionale Milano, akan stadion baru yang lebih modern dan representatif. Karena seperti yang sama-sama kita ketahui, Stadion Giuseppe Meazza yang kedua tim gunakan secara kolektif sudah kelewat uzur.
Sialnya, kondisi serupa tak cuma dialami Milan dan Inter karena beberapa klub Italia yang lain semisal Genoa dan Sampdoria, AS Roma dan Lazio, Bologna, Fiorentina, sampai Napoli, juga punya permasalahan serupa.
Bila ditelusuri lebih jauh, pangkal utama dari masalah yang dirasakan klub-klub tersebut adalah stadion yang mereka pakai merupakan miliki pemerintah kota. Karena selain Atalanta, Juventus, Sassuolo, dan Udinese, seluruh klub yang bertempur di Serie A menggunakan stadion yang merupakan aset pemerintah.
Lebih tidak beruntungnya lagi, segala macam rencana dan pengajuan yang dilakukan klub-klub yang belum memiliki stadion sendiri itu buat membangun sebuah kandang pribadi kerapkali terganjal proses birokrasi.
Milan, Inter, dan Sampdoria yang pernah mengajukan proses pembangunan stadion baru kepada pemerintah kota nyatanya mendapat penolakan keras. Sedangkan Roma yang sudah mendapat izin pembangunan pun masih terkendala oleh sejumlah syarat-syarat yang diajukan pemerintah Kota Abadi sehingga proyek stadion anyar mereka kini mandek, meski untuk sementara waktu.
Salah satu alasan klasik yang paling sering dijadikan dasar penolakan tersebut adalah potensi hilangnya pemasukan pemerintah kota dari biaya sewa yang mesti dibayarkan oleh klub-klub yang menggunakan stadion milik pemerintah kota.
Kolotnya pemerintah kota di mana kesebelasan-kesebelasan tersebut bermarkas pada akhirnya ikut berimbas pada perkembangan klub yang seiring waktu, harus bisa memacu diri untuk menjadi klub yang punya kondisi finansial sehat dan mampu bersaing di dalam industri sepak bola yang semakin gila.
Mengingat Italia adalah negeri yang mendewakan sepak bola, fakta bahwa pemerintah Italia sendiri, dalam hal ini pemerintah kota, terlihat enggan memberi izin kepada klub-klub profesional yang ada di wilayahnya membangun sebuah kandang sendiri merupakan anomali.
Diakui atau tidak, pemerintah di beberapa kota yang ada di Italia seakan-akan tak ingin melihat sepak bola di negerinya berkembang ke arah yang lebih baik. Padahal, dukungan pemerintah, dalam hal ini mempermudah proses birokrasi, merupakan hal yang sangat krusial terhadap perkembangan klub-klub sepak bola yang ada di kotanya.
Ketika pemangku kekuasaan di negara-negara lain justru menyambut hangat keinginan klub-klub profesional yang ada untuk membangun stadionnya sendiri, pemerintah kota justru mengekang keinginan tersebut. Jika keadaan ini bertahan dalam jangka waktu lama, tentu saja sepak bola di Italia akan berada di level bahaya.
Apalagi, kasus-kasus yang terkait dengan kualitas stadion yang semakin buruk di Italia juga ikut menghambat jalannya kompetisi. Stadion Luigi Ferraris di kota Genoa yang sudah berusia tua adalah salah satu contohnya. Hampir saban tahun, ketika hujan mengguyur kota pelabuhan itu dengan deras, maka bisa dipastikan stadion akan kebanjiran. Keadaan itu akhirnya memaksa laga, entah yang melibatkan Genoa atau Sampdoria, ditunda untuk sementara waktu.
Menyikapi kondisi semacam ini, ada baiknya jika asosiasi sepak bola Italia (FIGC) ikut turun tangan guna menyelesaikan problem tersebut. FIGC harus bisa menjadi jembatan yang menghubungkan pihak klub dengan pemerintah kota agar keinginan klub-klub profesional yang jadi anggotanya bisa terwujud dan pemerintah kota pun masih mendapat benefit yang disasar.
Karena jika FIGC juga tidak turut serta dalam polemik ini, sepak bola Italia akan semakin jauh tertinggal dari para rivalnya di Benua Biru seperti Jerman, Inggris, Spanyol, bahkan Prancis. Peluang Negeri Spaghetti untuk menghelat sejumlah ajang nomor wahid di dunia seperti Piala Dunia dan Piala Eropa pun bakal semakin menyusut akibat tidak adanya fasilitas yang menunjang. Sinergi di antara klub profesional, FIGC, dan pemerintah kota di Italia adalah kunci utama yang bisa memengaruhi kondisi sepak bola Italia di masa yang akan datang.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional