Eropa Italia

Kapan Duo Milan Mempunyai Stadion Sendiri?

Layaknya klub-klub yang berlaga di sepak bola Indonesia, sebagian besar kesebelasan yang mentas di Liga Italia juga sama-sama tak mempunyai stadion sendiri. Selama ini mereka kerap menggunakan stadion yang dimiliki pemerintah kota sebagai tempat untuk memainkan partai kandang.

Namun dalam kurun separuh dekade terakhir, mulai banyak tim-tim asal Italia yang punya stadion sendiri. Contohnya saja Juventus, Sassuolo, dan Udinese yang masing-masing sudah memiliki kandang pribadi. Terakhir, Atalanta juga telah mengambil alih kepemilikan Stadion Atleti Azzurri D’Italia dari tangan dewan kota Bergamo.

Tak berhenti sampai di situ, beberapa klub Italia lain seperti AS Roma dan Cagliari juga telah menunjukkan gelagat untuk membangun stadionnya sendiri. Realita ini tentu sebuah pertanda positif bagi perkembangan sepak bola Italia.

Dampak paling signifikan yang bisa dirasakan klub-klub Italia yang punya stadion sendiri adalah meningkatnya pemasukan sehingga berimbas pada stabilnya kondisi finansial. Pada era sepak bola sekarang, pasar benar-benar dikuasai oleh mereka yang berduit semisal Manchester City dan Paris Saint-Germain.

Membahas kepemilikan stadion sendiri oleh klub-klub Italia, tentu akan menyeret dua klub asal kota Milan yaitu AC Milan dan Internazionale Milano ke dalam arus pembicaraan. Bagi Interisti dan Milanisti, mungkin akan terasa menyebalkan, namun kenyataannya, hal itu memang sulit untuk ditepis begitu saja.

Dikenal sebagai klub yang punya segudang prestasi dan lekat dengan tradisi, amat ironis jika kita mengetahui kalau Milan dan Inter sama-sama tak mempunyai kandang yang mereka punyai sendiri. Sampai hari ini, kedua klub tersebut masih setia berbagi atap yang sama dengan mengontrak Stadion Giuseppe Meazza yang dimiliki oleh pemerintah kota Milan.

Berkapasitas sekitar 80 ribu tempat duduk, Stadion Giuseppe Meazza memang sangat cocok untuk dipergunakan kedua belah pihak dalam mengarungi kompetisi di ajang domestik maupun regional. Terlebih, ada banyak kisah yang sudah diukir oleh Milan dan Inter di stadion yang menjadi saksi bisu insiden saling ludah antara Frank Rijkaard (Belanda) dan Rudi Voeller (Jerman Barat) di laga perdelapan-final Piala Dunia 1990 itu.

Akan tetapi, kita juga tak bisa menyangsikan bahwa kondisi dari stadion yang telah dibangun sejak tahun 1925 ini semakin tidak representatif untuk dipakai terus menerus. Kondisi rumput lapangan yang jelek, keadaan tribun dan bangku penonton yang mulai using, serta tidak lengkapnya beberapa fasilitas penunjang, jelas menjadi masalah tersendiri.

Walau beberapa renovasi telah dilakukan untuk mempercantik sekaligus menutupi kekurangan yang dimiliki Stadion Giuseppe Meazza dalam kurun beberapa tahun terakhir, namun hal tersebut tidak serta merta menyelesaikan kebutuhan Milan dan Inter akan stadion sendiri yang lebih modern dan representatif.

Apalagi dengan tetap menyewa Stadion Giuseppe Meazza dari pemerintah kota, dua rival bebuyutan ini tentu sudah kehilangan fulus dalam jumlah yang cukup besar. Padahal, dana untuk menyewa stadion dari pemerintah kota itu sejatinya dapat dialokasikan untuk hal lain yang punya manfaat komersil bagi kedua kubu.

Apesnya lagi, dengan semakin berkembangnya waktu, persoalan dana yang mesti digelontorkan untuk membangun stadion baru juga ikut membengkak. Sebaik apapun kondisi keuangan Milan dan Inter saat ini, masing-masing kubu pasti akan kesulitan untuk menanggung biaya pembangunan itu sendirian.

Lebih lanjut, peliknya urusan pembangunan stadion sendiri bagi duo Milan ini juga kerap terganjal oleh birokrasi njelimet dari pemerintah kota. Sudah menjadi rahasia umum, khususnya di Italia sana, jikalau pemerintah kota Milan tampak enggan memberi izin kepada perwakilan dari sepasang tim tersebut untuk menjalankan proyek pembangunan stadion baru. Salah satu buktinya tentu bisa sama-sama kita lihat dari sulitnya kubu Milan dan Inter untuk mencari lahan di sekitar kota Milan yang bisa dijadikan venue sepak bola.

Beberapa tahun lalu, perwakilan Milan sempat mengkaji bekas lahan Expo Milan sebagai alternatif tempat didirikannya stadion baru mereka. Setali tiga uang, pihak Inter juga sempat mengajukan sebuah lahan bekas pabrik yang mangkrak di kota Milan supaya bisa mereka manfaatkan sebagai kandang baru.

Gagal terealisasinya rencana-rencana yang kubu I Rossoneri dan I Nerazzurri ajukan itu jelas menyiratkan preseden yang buruk. Seolah-olah, pemerintah kota Milan tak ingin kedua tim yang bermarkas di kotanya itu semakin maju dengan memiliki stadion sendiri.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Walikota Milan, Giuseppe Sala, yang menyebut bahwa kedua klub sebaiknya tetap berbagi Stadion Giuseppe Meazza. Sala juga mengungkapkan apabila arena yang juga populer disebut Stadion San Siro ini merupakan aset berharga milik pemerintah kota dan tetap layak dipergunakan kedua kubu sampai beberapa tahun mendatang.

Situasi ini pun membuat saya berani berasumsi jika pemerintah kota merasa jeri kehilangan pemasukan rutin dari Milan dan Inter perihal uang sewa stadion. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, pemerintah kota juga punya kans untuk mengeruk keuntungan masif terutama dari pajak andai mereka mengizinkan Milan dan Inter membangun stadionnya masing-masing.

Apabila situasi macam ini bertahan sampai satu dekade ke depan, peluang Milan dan Inter untuk menjadi klub yang lebih maju pasti akan terhambat. Karena bagaimanapun juga, memiliki stadion sendiri adalah keistimewaan yang tak ada bandingannya. Maka tak perlu heran jika pertanyaan soal kapan duo Milan bakal memiliki stadion sendiri akan terus jadi bahan ejekan para rival.

Saya pun merasa geli tatkala membayangkan suporter Cagliari yang notabene bukan tim papan atas, bakal menertawakan Milanisti dan Interisti disebabkan oleh kefakiran mereka yang tak punya stadion anyar nan modern seperti Gli Isolani, julukan Cagliari. Apa perlu kedua tim ini pindah home base saja sekalian?

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional