Nasional Bola

Pentingnya Inteligensi dalam Sepak Bola dan Masalah Kecerdasan Pesepak Bola di Indonesia

Inteligensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru.

Singkatnya, inteligensi dapat diartikan sebagai kecerdasan. Atribut ini seringkali terpinggirkan di olahraga, yang memang terkadang melulu soal fisik dan mental. Padahal, inteligensi juga sangat penting, dan sering sekkali inteligensi menjadi faktor pembeda di satu atlet dan atlet lain.

Di sepak bola, cukup sulit untuk menemukan pemain yang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi. Pemain-pemain yang ada kebanyakan memiliki kemampuan fisik yang luar biasa, seperti tubuh yang tinggi kekar dan kecepatan yang kencang, namun, tak jarang, otak si pemain tidak terasah karena mereka mungkin menganggap yang penting adalah kemampuan fisik mereka.

Latar belakang pendidikan tentu sangat berpengaruh di sini. Terutama di Indonesia, para pesepak bola sering sekali menomorduakan pendidikan dasar mereka, demi berkarier di sepak bola. Memang, kebanyakan pesepak bola di Indonesia lahir dari keluarga yang tidak berada, sehingga mereka harus memilih salah satu, pendidikan, atau sepak bola. Namun, itu adalah sebuah keputusan yang sebenarnya tidak benar.

Mengapa? Tanpa menjajaki pendidikan dasar, logika mereka tidak akan terasah dengan baik dan hasilnya pun akan terlihat ketika mereka bermain di lapangan hijau. Logika ini menjadi kunci, ketika pesepak bola membuat keputusan di lapangan. Apakah saya harus mengoper atau menembak? Ke mana saya harus mengoper bola? Seberapa besar tenaga yang harus saya keluarkan untuk menendang? Apakah saya harus menekel atau menunggu?

Seorang pemain yang mampu berpikir logis pasti akan melakukan keputusan yang tepat dan keputusan yang salah tentu akan merugikan dirinya sebagai pemain dan timnya sendiri.

Budaya apresiasi yang ada juga menjadi suatu masalah. Seringkali, pemain yang mampu berlari kencang lebih mendapatkan puja-puji ketimbang pemain yang menjadi otak tim. Memang, secara kasat mata, tentu lebih mudah untuk menyadari dan membedakan mana pemain yang lebih kencang dan mana pemain yang lebih cerdas. Apresiasi ini menjadi suatu penghalang, karena pemain yang kencang itu berada di atas angin dan tidak mau mengasah sisi inteligensinya.

Memang, tidak semua seperti itu, namun apabila apresiasi diberikan sama rata, atau bahkan lebih diberikan kepada si cerdas, bukan tidak mungkin si kencang akan termotivasi dan sisi inteligensinya akan menjadi lebih baik. Bayangkan, apa yang mungkin terjadi bila kemampuan berlari yang kencang, dipadukan dengan ketepatan dan ketelitian untuk pengambilan posisi? Sebuah kesempurnaan.

Tulisan ini muncul sebagai sebuah bentuk curahan hati, serta harapan agar sisi inteligensi pesepak bola Indonesia menjadi lebih baik lagi. Seusai kekalahan dari Malaysia, satu faktor yang teramat berpengaruh adalah faktor kurangnya inteligensi pemain Timnas U-22 kita yang berpengaruh kepada pengambilan keputusan mereka di lapangan.

Dapat dikatakan, hanya Evan Dimas, Ricky Fajrin, dan Septian David Maulana yang memiliki tingkat inteligensi sebagai pesepak bola yang di atas rata-rata. Pemain-pemain pelari kencang kita, Febri Haryadi, Osvaldo Haay, dan terutama, Yabes Roni, menunjukkan bahwa kemampuan fisik mereka tidak akan berguna dengan baik tanpa diimbangi dengan inteligensi.

Beberapa kali, ketiga pemain ini hanya mengandalkan kecepatan mereka untuk melewati lawan, namun ketika berhasil melewati lawan, mereka mengambil keputusan yang salah. Entah itu melakukan umpan yang tidak akurat, atau menyisir ke tengah dan melakukan tembakan yang entah mendarat di mana.

Andai Yabes yang dipindah ke posisi penyerang tengah oleh Luis Milla cukup cerdas untuk menyadari bahwa ia bukan lagi bermain di sayap kanan, mungkin hasil yang Garuda Muda raih akan berbeda. Andai Febri mengoper alih-alih menembak setelah menyisir dari sisi kiri, mungkin kita tidak akan kalah di akhir laga. Semua, kini, memang hanya sebuah pengandaian belaka usai kekalahan.

Sudah saatnya kita menyadari, bahwa intelegensi adalah atribut yang penting bagi pesepak bola, sebuah atribut yang harus diapresiasi. Tingkat intelegensi dapat menjadi pembeda, mana pemain elite dan mana pemain yang biasa-biasa saja. Memang, kemampuan fisik adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan, namun atribut fisik itu tidak akan sempurna apabila tidak diimbangi dengan tingkat inteligensi yang baik.

Mari berharap anak-anak muda Indonesia, calon pemain sepak bola timnas kita di masa depan, memperhatikan bagaimana cara mereka membuka diri untuk mengasah kemampuan inteligensi mereka dengan lebih baik lagi, demi kemajuan sepak bola Indonesia sendiri.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket