Romantisme bersama Jose Mourinho
Masa-masa singkat bersama Salguieros pun penuh kesedihan. Rentetan cedera membuat Deco hampir absen di separuh pertandingan musim itu. Namun, meski menit bermainnya sangat tipis, manajemen FC Porto sudah cukup yakin bahwa di tangan yang tepat dan cakap, Deco akan menjadi pemain penting.
Tahun 2002, ketika Jose Mourinho datang, para jurnalis dibuatnya tersentak. Mourinho, pelatih yang masih hijau, menegaskan bahawa FC Porto akan menjadi juara musim itu. Dengan skema 4-4-2 diamond, Deco menjadi pusat permainan. Namun sayang, pelatih muda yang angkuh itu gagal mewujudkan omong besarnya. Porto gagal juara dan hanya duduk di peringkat ketiga.
Namun memang, musim ini, menjadi pertanda kelahiran salah satu pelatih terbaik di dunia saat ini. Ia datang dengan kalimat-kalimat yang nyaring, persis seperti saat ini. Mourinho menggunakan pendekatan sains dan perhatian kepada detail ketika melatih. Cara yang segar untuk saat itu dan membantu evolusi FC Porto.
Musim perdana Deco bersama Mourinho berbuah gelar Piala UEFA, yang saat ini beruba nama menjadi Liga Europa. Pertandingan dramatis di partai puncak ketika mengalahkan Celtic FC menjadi pameran ketangguhan Porto, dengan Mourinho sebagai otak dan Deco memimpin orkestra di lapangan.
Bayern München dan Barcelona langsung mengungkapkan minat untuk mendapatkan Deco. Namun, Presiden Porto kalau itu, Jorge Nuno Pinto da Costa menahan Deco. Ia ingin Deco menjadi bagian dari usaha Porto mempertahankan gelar. Dan memang, musim selanjutnya, menjadi musim terbaik bagi Porto dan Deco.
Salah satu pertandingan yang akan selalu diingat adalah perempat-final Liga Champions, antara Manchester United menjamu FC Porto. Selain laga yang penuh intensitas, selebrasi Mourinho akan menjadi salah satu aksi paling atraktif yang akan terus dinarasikan sepanjang serajah Liga Champions. Selebrasi Mourinho adalah gambaran gairah Porto kala itu.
Dan memang, mereka bisa menapaki laga puncak. Melawan AS Monaco, salah satu kejutan selain Porto musim 2004/2005. Sebuah final, yang menjadi antiklimaks bagi Monaco, namun menjadi suka cita Deco dan Porto. Final itu berakhir dengan skor 3-0 untuk kemenangan Porto dan Deco mencetak satu satu gol.
Sebuah puncak, sebuah kemenangan yang menjadi penegasan bakat sekaligus kemegahan Deco yang sempat dibuang Benfica.