Eropa Italia

Ketika Jack Membentuk Royal Flush di San Siro

Jika Anda pernah bermain poker, istilah seperti full house, four of a kind, straight flush, atau royal flush pasti terdengar familiar. Mereka semua adalah senjata mematikan, momok utama bagi komposisi kartu rendahan seperti two pair, three of a kind, straight, dan flush.

Menggabungkan kartu menjadi salah satu dari empat istilah yang saya sebutkan di awal tadi tidaklah mudah, terutama untuk royal flush yang merupakan kombinasi terkuat dan Anda yang sering bermain poker pasti pernah mengalaminya. Dibutuhkan kesabaran dan kecermatan dalam melihat peluang, terutama dari kartu yang sedang dipegang.

Kartu-kartu seperti As, Queen, dan King, merupakan buruan utama di poker. Memiliki sepasang saja di antaranya sudah menjadi senjata tersendiri. Begitu pula dengan angka 10 atau 9 karena mereka adalah angka tertinggi. Lalu bagaimana dengan Jack? Meski terkesan tidak diperhitungkan, namun peran Jack bisa sangat krusial.

Saat bermain poker, memiliki Jack di tangan adalah hal yang sulit. Jika ada dua atau tiga, ia hanya bisa unggul dari sesama pair yang berisikan angka. Jika menunggu bangsawan lain yang lebih tinggi atau angka 10 datang, mereka harus memiliki lambang yang sama untuk membentuk royal flush atau berlambang bebas untuk sekadar menjadi flush dan itu akan memakan waktu lebih lama.

Memiliki Jack adalah pilihan yang dilematis. Di satu sisi, ia tidak memiliki kontribusi banyak, tapi di sisi lain, ia dapat membentuk kumpulan kartu super kuat yang dapat membuatmu kaya seketika.

***

Giacomo Bonaventura ketika itu sedang berada di kantor Atalanta. Pada tanggal 1 September 2014 di siang hari, ia sedang membicarakan detail kontrak dengan calon klub barunya, Internazionale Milano. Bonaventura saat itu memang sudah memantapkan niatnya untuk hengkang dari Atalanta demi bergabung ke klub yang lebih besar. Akan tetapi, kesepakatan itu urung terlaksana.

Tawaran yang diajukan kubu I Nerazzurri kurang menarik sehingga ia memutuskan untuk tetap bertahan di Bergamo, kota asal Atalanta. Raut kesedihan tampak jelas terpancar dari wajah Bonaventura. Ia sudah bersemangat akan segera pergi menuju Milan, namun impiannya gagal menjadi kenyataan. Hingga akhirnya, gawai Pierpaolo Marino (Presiden Atalanta) berdering. Suara tua seorang pria di telepon tersebut mengatakan bahwa ia tertarik mengontrak Bonaventura.

Sang presiden kemudian bergegas memanggil Bonaventura dan mereka pergi mengikuti arah suara telepon itu. Mereka berdua menuju Milan, tapi bukan ke sisi biru melainkan yang satunya, mengikuti arahan sang penelepon yang bernama Adriano Galliani.

Negosiasi berlangsung cepat. Kesepakatan terjalin antara Atalanta dan AC Milan dan Bonaventura menangis terharu karena mimpinya akhirnya menjadi kenyataan.

Pemain kelahiran 22 Agustus 1989 ini dibeli Milan untuk menggantikan Urby Emanuelson yang gagal memenuhi ekspektasi dan sebenarnya adalah opsi kedua setelah Rossoneri gagal memboyong Jonathan Biabiany.

Bonaventura adalah salah satu rekrutan AC Milan di zaman kegelapan (musim 2014/2015 hingga 2016/2017) yang tetap bertahan hingga saat ini. Ia didatangkan oleh Filippo Inzaghi di musim pertamanya menangani klub profesional dan semakin terasah saat diasuh Siniša Mihajlović, lalu kian meroket ketika dilatih Vincenzo Montella.

Peran kuat yang tak terlihat

Selama berada di San Siro, Bonaventura telah mengalami tiga pergantian pelatih, mulai dari penyerang legendaris Il Diavolo Rosso hingga penyerang dinamis yang melegenda bersama AS Roma. Dari semuanya, tak ada satupun yang tidak membutuhkan lulusan akademi Atalanta ini di dalam timnya.

Perubahan posisi juga dialaminya beberapa kali di Milan. Mulai dari penyerang lubang, penyerang kiri, gelandang tengah, hingga gelandang kiri. Dari semuanya, hanya posisi yang disebutkan pertama yang membuatnya tidak berkembang.

Saat diasuh Mihajlović, Bonaventura bermain dalam formasi menyerang 4-3-3 yang kemudian berubah menjadi 4-5-1 saat bertahan. Posisinya pun berubah menyesuaikan formasi, dari gelandang kiri saat menyerang, menjadi sayap kiri saat bertahan.

Lalu saat Milan dinakhodai Montella di musim pertamanya, Bonaventura lebih sering ditempatkan sebagai penyerang kiri, kemudian bergeser ke gelandang tengah di musim kedua Montella, untuk memberi tempat pada Gerard Deulofeu.

Perannya seringkali tak terlihat, tidak eksplosif, dan tidak memiliki tendangan keras, namun keberadaannya sangat penting untuk menunjang skema permainan timnya. Tak salah memang jika sejak di Atalanta ia mendapat julukan “Jack”, sama seperti kartu yang dimaksud dalam permainan poker. Sebuah kartu yang nilainya tidak setinggi As dan pamornya tidak sekeren King, tapi ketika ia berada sejajar dengan mereka, sebuah kombinasi terkuat bernama royal flush akan terbentuk.

Giacomo “Jack” Bonaventura, pamornya tidak setinggi Leonardo Bonucci, dan gol-golnya tidak akan sebagus Hakan Çalhanoğlu atau sebanyak Andre Silva, tapi ia adalah kepingan penting bagi AC Milan saat ini agar dapat membentuk royal flush demi menghancurkan dominasi Juventus di Serie A dan kembali menjejakkan kaki di Liga Champions.

Buon compleanno, Giacomo! Semoga nasib baik selalu menyertaimu

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.