Kolom

Apa Maumu, Filipe Oliveira?!

Menyapu bola dengan kaki yang terangkat tinggi, menghentikan pergerakan lawan juga dengan kaki setinggi dada, mengganggu Kurniawan Kartika Ajie saat hendak melakukan tendangan, dan menendang Evan Dimas. Maumu apa, hei Filipe Oliveira?

Ini sepak bola, ini ajang prestisius se-Asia Tenggara. Di sini tempatnya para olahragawan saling beradu menunjukkan kemampuan terbaik, inilah waktunya bagi para atlet untuk mempersembahkan medali demi mengharumkan nama bangsa, tapi apa yang kamu lakukan, Filipe?

Dua pemain kami kamu bahayakan dengan kaki yang diangkat tinggi hampir mencapai kepala. Satu pemain kami kamu perlakukan seperti mainan dengan mengganggunya sambil tertawa-tawa riang, padahal dia tidak salah apa-apa. Dan satu jenderal lapangan tengah kami kamu tendang di bagian rusuknya.

Keputusan wasit yang tidak tegas memang memiliki andil dalam perlakuan kasar Filipe yang terus berlanjut di laga Indonesia kontra Timor Leste (20/8) lalu. Akan tetapi, yang saya sorot di sini hanya tentang Filipe seorang, tidak beserta wasit Nagor Amir Nor Mohamed, karena yang dilakukan Filipe menurut saya sudah melewati batas wajar.

Sepak bola memang olahraga yang mengharuskan para pemainnya untuk beradu badan, tapi tentunya dalam taraf yang wajar, bukan? Harus ada sportivitas yang dijunjung tinggi, walau seorang pemain terpaksa menjatuhkan, mendorong, ataupun menyenggol lawannya.

Kamu boleh frustrasi dengan timmu yang terkunci di dasar klasemen, kamu boleh kecewa dengan timmu yang tak kunjung mencetak gol dari tiga laga pertama, dan kamu mungkin juga tertekan dengan gemuruh suara suporter Indonesia di Stadion Selayang. Namun, apakah kamu harus meluapkannya dengan amarah di lapangan? Perlakuanmu sangat kasar, bahkan sangat tidak sportif.

Empat tahun yang lalu, kamu beserta teman-temanmu secara mengejutkan menahan imbang Indonesia 0-0 di SEA Games 2013. Akibat hasil itu, langkah Garuda Muda sempat terancam akan terhenti di penyisihan grup karena baru mengumpulkan empat poin dari tiga laga dan harus menghadapi partai hidup mati kontra Myanmar di pertandingan terakhir.

Empat tahun yang lalu, kamu sudah membela negaramu di usia 18 tahun. Usia yang sama dengan Saddil Ramdani saat ini. Negaramu pasti sangat bangga karena memiliki bek tengah tangguh yang dapat diandalkan di masa depan. Namun apa yang kamu perbuat sekarang? Apakah kamu tertarik untuk mengikuti jejak Pepe di masa mudanya?

Sebelumnya, saya mohon maaf karena tidak pernah melihat liga Timor Leste, maka dari itu saya meminta maaf apabila asumsi ini salah. Dari hasil penelusuran saya, sepertinya sudah sejak lama kamu mendaku diri sebagai pemain dengan gaya yang keras, bahkan dengan bangganya sampai kamu unggah di media sosial dan wallpaper gawaimu menampilkan fotomu dengan senjatamu yang bernama kaki itu.

https://www.instagram.com/p/BWD37o4htj-/

https://www.instagram.com/p/BWgKB86BS1x/

 

Akan tetapi, apakah itu juga berarti kalau kamu harus melakukan segalanya dengan kaki? Kamu adalah manusia yang sama dengan sebelas pemain lawanmu. Kamu memilih sepak bola sebagai mata pencaharian, uang yang kamu pakai hidup saat ini pasti sedikit banyak berasal dari olahraga ini. Namamu bisa dikenal se-antero Timor Leste pasti juga berkat sepak bola.

Kamu sama dengan mereka. Memulai dari bawah, merangkak dari tim junior, naik perlahan ke tim senior, hingga kemudian menjadi seorang pria tersohor. Kamu pasti juga melakukan hal yang sama dengan mereka, meminta restu pada orang tua saat hendak berangkat ke Malaysia, mengharapkan doa dari kawan-kawanmu dan mungkin juga mengecup mesra kening pasanganmu sebelum bertempur di lapangan rumput.

Kamu sama dengan para lawanmu, tapi kenapa kamu perlakukan mereka seperti itu? Memangnya kamu mau diperlakukan begitu juga? Memangnya semua lawanmu tidak memiliki orang tua atau kekasih yang khawatir saat laki-laki yang mereka sayangi kesakitan dihajar perlakuan kasarmu?

Kartu merah sudah melayang dari kantong wasit, tapi menurut saya, keputusan itu sangat terlambat hampir setengah jam lamanya. Kamu seharusnya sudah mendapat kartu kuning di babak pertama saat membuang bola hasil penetrasi Osvaldo Haay, mendapat peringatan ketika mengganggu Kartika Ajie, dan diganjar kartu kuning kedua saat kakimu berada sama tingginya dengan dada Gavin Kwan Adsit.

Tindakanmu sangat jauh dari kata sportivitas, Filipe!

Saya hanya bisa berharap pihak yang berwenang di SEA Games atau federasi sepak bola Timor Leste dapat memberi hukuman yang setimpal bagi Filipe. Ia harus ditegur, diberi tindakan tegas, agar sifat buruknya ini bisa segera dihilangkan mumpung usianya masih muda.

Semoga tidak ada lagi perilaku menyedihkan seperti ini. Sepak bola bukan ajang bela diri, tapi sepak bola adalah karya seni dengan nilai tinggi, yang diproses oleh 22 pemain di atas lapangan. Sebuah karya seni, yang sebaiknya tidak melibatkan nama Filipe Oliveira jika ia hanya bisa merusak, alih-alih memperindah.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.