Suara Pembaca

Mempertanyakan Ambisi Ketua Umum PSSI

Dia bergerak dalam diam. Di kala seluruh masyarakat Indonesia sedang sibuk ribut–ribut tentang berbagai masalah sepak bola nasional, beliau dengan kesadaran penuh mencoba peruntungan dalam politik praktis di Pilkada Sumatera Utara 2018. Mungkin ada beberapa yang belum tahu, seseorang yang saya maksud adalah Ketua Umum PSSI saat ini, Edy Rahmayadi. Secara resmi Edy Rahmayadi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Utara ke Partai Hanura pada tanggal 1 Agustus 2018.

Entah apa yang ada dalam benak salah satu Perwira tinggi TNI ini, karena menjalankan amanah menjadi Ketua PSSI bukanlah tugas yang mudah apalagi jika melakukannya di saat masih mengabdi di satuan TNI Angkatan Darat. Seolah belum puas dengan dua jabatannya, Edy Rahmayadi kini sedang membidik kursi Sumatera Utara 1. Pangkostrad, Ketua Umum PSSI, dan bakal calon Gubernur. Versatility.

Suporter patut kecewa, apalagi 76 voters yang memilihnya di Kongres PSSI tahun lalu. Mengingat Edy bahkan belum genap satu tahun menjabat menjadi Ketua Umum PSSI dan masa baktinya pun masih cukup lama hingga 2020. Perlu juga diingat bahwa perebutan kursi PSSI 1 selalu punya cerita panjang pada era–era sebelumnya. Kelak, jika Edy memilih untuk meninggalkan jabatan Ketua Umum PSSI, ditakutkan akan terjadi (lagi) konflik pada tubuh PSSI yang mana akan menggangu pertumbuhan sepak bola nasional.

Sebenarnya belum ada catatan-catatan yang baik dalam sepuluh bulan kepemimpinan Edy Rahmayadi di PSSI. Kebanyakan hanya kebijakan-kebijakan yang menarik perhatian khalayak sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah ketika PSSI memilih untuk menjual tiket final AFF 2016 di markas Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Garnisun Tetap 1, Gambir, Jakarta. Proses penjualan tiket berjalan kacau, jauh berbeda saat penjualan tiket semifinal yang dilakukan di Stadion Gelora Bung Karno. Hal ini amat disayangkan karena Ketua PSSI mencoba menggabungkan dua kuasa yang ia miliki.

Tentu kebijakan paling kontroversial pada rezim Edy Rahmayadi adalah tentang regulasi pemain muda pada gelaran Go-Jek Traveloka Liga 1 kali ini. Meski ditentang banyak pihak kala itu, PSSI tetap teguh pada pendiriannya kala itu. Mereka percaya dengan sedikit pemaksaan, prestasi akan segera datang sendirinya.

Tak ingin setengah hati dalam mengejar prestasi, PSSI pun segera mengontrak pelatih kelas dunia, Luis Milla Aspas, untuk melatih tim yang akan bertanding pada SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Segalanya masih bisa diperdebatkan, akankan regulasi ini memberi emas SEA Games 2017 atau hanya menjadi regulasi yang mengada-ada.

Maju dan berkecimpung dalam politik adalah hak seluruh warga negara Indonesia tak terkecuali untuk Edy Rahmayadi. Jika segalanya berjalan sesuai keinginan pria kelahiran 10 Maret 1961 ini, dirinya hanya perlu pensiun dari kesatuannya dan menanggalkan jabatannya saat ini. Perihal jabatannya di PSSI sampai saat ini belum ada aturan yang melarang seorang kepala daerah merangkap jabatan sebuah federasi olahraga Indonesia. Pun begitu dari sisi statuta PSSI, yang memperbolehkan hal tersebut terjadi.

Kini sudah tak ada lagi aturan yang dilanggar oleh Ketua Umum PSSI. Hanya satu hal yang mungkin akan mengganjal ambisi Edy Rahmayadi, perihal kepatutan seseorang merangkap jabatan yang memiliki power begitu besar. Tentu suporter sepak bola tak rela melihat Ketua Umum PSSI sibuk di banyak tempat dan mengurusi berbagai permasalahan yang meliputi provinsi berpenduduk sekitar 13 juta orang.

Sama halnya dengan masyarakat Sumatera Utara yang tak ingin sang gubernur kelak terbagi konsentrasinya karena harus mengurusi sepak bola nasional. Dengan memiliki kuasa dua jabatan publik pada waktu yang sama ditakutkan adanya konflik kepentingan dalam melaksanakan kedua tugasnya kelak.

Memang masih terlalu dini untuk meramalkan Ketua Umum PSSI saat ini akan memenangkan perebutan posisi Gubernur Sumatera Utara, toh pertandingannya pun masih akan dilaksanakan tahun depan. Maka dari itu masih ada jalan panjang membentang untuk meraih posisi Sumatera Utara 1 untuk Edy Rahmayadi. Akan tetapi gelagat yang ditunjukkan Edy bukannlah suatu hal yang menyenangkan, seperti sudah disebut sebelumnya, bahwa menjadi seorang Ketua Umum PSSI bukanlah suatu pekerjaan sederhana apalagi jika harus membagi konsentrasi dengan jabatan publik lainnya. Sulit untuk tidak menafsirkan ambisi Edy terjun ke dunia politik adalah suatu sinyal bahaya tentang ambisinya dalam memimpin federasi PSSI.

Sejujurnya, memang masyarakat mana sih yang mau dimadu, bahkan oleh pemimpinnya sendiri?

Author: Daniel Fernandez (@L1_Segitiga)