Dear, tuan Javier,
Perkenalkan, aku seorang Interista yang berasal dari Indonesia, negeri asal Presiden Internazionale Milano saat ini, Erick Thohir. Tak perlu mengingat-ingat hingga kebingungan tuan Javier, Anda sudah pasti tidak mengenaliku karena kita juga tak pernah bertemu sebelumnya.
Jarak jauh yang membentang di antara Indonesia dan Italia, juga karena aku yang hidup sejak zaman Firaun, membuat kita berdua terpisah tak hanya angka ribuan kilometer, tapi juga terpisah ruang dan waktu. Biarlah waktu yang fana, tuan Javier, karena Anda tak pernah fana bagiku.
Seperti yang pernah aku tuliskan dahulu, Inter bukanlah kesebelasan pertama asal Eropa yang memikat perhatianku terhadap sepak bola internasional. Klub Inggris, Chelsea, dan penggawanya asal Italia di penghujung 1990-an sampai awal 2000-an, Gianfranco Zola, merupakan pihak yang lebih dulu melakukannya.
Walau begitu, di periode awal kekagumanku kepada Chelsea dan Zola, diri ini sempat menyaksikan laga yang Anda mainkan bersama Inter. Tepatnya di partai final Piala UEFA 1997/1998 saat berjumpa tim senegara, Lazio.
Aku juga masih ingat, ketika itu Anda menciptakan sebuah gol cantik dari luar kotak penalti. Gol yang Anda bukukan via sepakan first time keras itu berhasil membuat papan skor berubah menjadi 2-0. Hingga akhirnya, Anda bersama kawan-kawan sukses memenangi pertandingan tersebut dengan kedudukan 3-0, sekaligus membawa pulang trofi Piala UEFA ketiga Inter di era 1990-an.
Dan entah karena angin apa, pelan tapi pasti perhatianku kepada Chelsea dan Zola mulai terkikis seiring dengan makin menuanya pria bogel tersebut. Dari Inggris, atensiku pada sepak bola internasional mulai bergeser ke arah selatan, sekitar tahun 2001, tepatnya ke Italia yang ketika itu dijejali banyak sekali nama tenar dan sangat populer di Indonesia.
Menariknya, ketertarikan pada sepak bola Italia juga yang menuntunku kepada klub yang Anda bela, Inter. Sebagai penyuka warna biru, klub yang Anda bela merupakan salah satu opsi yang bisa kupilih untuk dijadikan tim favorit. Alasan ini juga yang membuatku memilih Chelsea, bukan Arsenal atau Manchester United, yang di penghujung 1990-an jadi kekuatan utama di tanah Britania.
Ya, aku mencintai Inter bukan karena keberadaan duo Ronaldo dan Christian Vieri yang begitu fenomenal itu, tuan Javier. Aku menyukai klub yang berdiri pada 9 Maret 1908 ini lebih dikarenakan nuansa biru yang melekat padanya meski harus terbagi dengan warna hitam. Toh, kombinasi warna biru dan hitam seperti yang terlihat di seragam tempur Inter tetaplah memukau bagiku.
Dari sekian sosok pesepak bola yang menggunakan seragam Inter, Anda salah satu yang paling menarik perhatianku. Kemampuan Anda berlari sambil menggiring bola, melewati lawan dengan beberapa gerakan yang tampak sederhana, hingga melepas umpan akurat dari sayap kanan I Nerazzurri bak sebuah tarian yang amat memesona. Tak eksepsional layaknya gocekan Lionel Messi memang, tapi apa yang Anda lakukan ketika itu sungguh ciamik bagiku.