Eropa Lainnya

Apa Kabar Ismaïl Aissati, Eks Wonderkid Winning Eleven?

Ismaïl Aissati

Kembali di waktu yang kurang tepat

Ya, itulah yang terjadi pada dewa Winning Eleven kita yang satu ini ketika dirinya menerima tawaran PSV untuk kembali. Liga Belanda musim 2007/2008 memang dijuarai timnya, namun mereka sempat berganti pelatih tiga kali dan sang pelatih ketiga yang bernama Sef Vergoossen memiliki andil dalam terhambatnya karier Aissati.

Meskipun eks pelatih Nagoya Grampus Eight itulah yang membawa trofi juara ke Philips Stadion, namun karakternya yang keras membuat beberapa pemain kurang nyaman, di antaranya adalah Heurelho Gomes dan Aissati sendiri.

Musim depannya, Ajax Amsterdam mencium peluang dari hubungan buruk Aissati dan Vergoossen. Mereka melayangkan proposal pembelian Aissati yang kemudian disetujui kedua klub di harga empat juta euro. Aissati meninggalkan kota Eindhoven menuju Amsterdam dan diberi nomor punggung 10.

Akan tetapi, semuanya hanya indah di awal bagi pemain yang selalu berambut pendek ini. Pada September 2008, dalam sebuah pertandingan di tim reserve, ia mengalami cedera. Awalnya, dokter tim mengatakan bahwa Aissati dapat kembali dalam lima sampai enam minggu. Namun kenyataannya, sang rekrutan anyar harus menunggu hingga Februari 2009 untuk melakukan debutnya bersama de Godenzonen. Di musim pertamanya, ia hanya tampil sembilan kali dengan sumbangan satu gol.

Jengah dengan penampilannya di musim pertama, Aissati bertekad memperbaik performanya di musim kedua. Akan tetapi, cedera kembali menghambat gelandang berusia 21 tahun ini untuk bersinar seperti kloningan dirinya di Winning Eleven. Pada Agustus 2010, Aissati dilepas ke Vitesse Arnhem dengan status pinjaman selama semusim.

Di klub berseragam kuning-hitam itu, Aissati mendapat kepercayaan untuk tampil reguler, tetapi posisinya digeser ke gelandang tengah. Di akhir musim, Vitesse menawarinya kontrak permanen, tapi ia menolaknya dengan alasan ingin kembali ke Ajax, untuk membuktikan bahwa dirinya pantas bermain di tim utama mereka.

Bak gayung bersambut, Frank de Boer yang saat itu menangani Ajax juga terkesan dengan penampilan sang pemain. Aissati pun melewati musim 2011/2012 sebagai pemain inti dan ditawari kontrak anyar di akhir musim. Akan tetapi, Aissati menginginkan gaji yang lebih besar. Kesepakatan akhirnya tak kunjung terjalin dan pemain kelahiran 16 Agustus 1988 ini dijual Ajax dengan harga tak sampai satu juta euro.

Kemana tujuannya? Antalyaspor, salah satu kontestan di Liga Turki. Sejak kepindahannya ke negeri pencipta kebab itu, gaung Aissati semakin memudar. Ia hanya semusim berkiprah di Antalyaspor dan kembali merantau, kali ini memperkuat FC Terek Grozny di Liga Rusia.

Sempat terkendala bahasa dan iklim di sana, ternyata Aissati betah tinggal selama tiga musim sebelum kembali ke Liga Turki membela Alanyaspor musim 2016/2017 lalu. Lalu, bagaimana kabarnya kini?

Akhir musim lalu, kontraknya tidak diperpanjang dan ia kini berstatus free agent alias bebas transfer. Sejauh ini belum diketahui ke mana dia akan berlabuh, tapi dari rekam jejaknya yang hanya berkutat di klub-klub semenjana, tampaknya ia tak akan jauh-jauh dari habitatnya itu.

Usianya masih 28 tahun, jauh dari kata gaek seperti salah satu penulis kami yang mengidolai Internazionale Milano. Masih ada waktu bagi dirinya untuk membuktikan kalau ia memang pantas disembah para pengikut Winning Eleven yang terhormat.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.