Generasi saat ini tentu begitu terkesan dengan gaya bermain Evan Dimas Darmono. Pemuda berusia 22 tahun asal Surabaya itu disebut-sebut sebagai tipe gelandang Indonesia yang jarang ada. Ia bermain di area yang lebih dalam dan operan-operan yang dilepaskannya begitu akurat. Belum lagi ia juga andal menciptakan gol. Gelandang dengan kemampuan lengkap.
Padahal sebenarnya, generasi terdahulu pun sempat memilik pemain dengan gaya bermain yang serupa dengan Evan. Bahkan generasi yang lebih lama menyebut bahwa Evan merupakan titisan dari pemain ini. Sosok yang dibicarakan adalah Ansyari Lubis. Bagi penikmat sepak bola Indonesia tahun 1990-an, permainan Ansyari Lubis adalah sebuah keindahan yang menarik dinikmati. Sama halnya seperti generasi saat ini yang menikmati cara bermain Evan Dimas.
Rekor transfer 25 juta rupiah
Posturnya tidak terlalu tinggi, cukup 160 sentimeter saja. Akan tetapi Ansyari Lubis selalu tampil dominan setiap kali berlaga di lapangan. Kiprahnya selalu diingat sebagai salah satu playmaker hebat yang pernah bermain di negeri ini. Ia memulai karier di kesebelasan tempat kelahirannya, PSKTS Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Permainannya kemudian memikat tim legendaries, Medan Jaya, yang kala itu sedang dalam masa-masa terbaiknya. Ansyari berkarier di sana selama empat tahun. Meskipun tidak berhasil memberikan trofi bergengsi untuk tim berjuluk Kijang Sumatera tersebut, kemampuan hebat Ansyari sudah tersohor di seluruh negeri.
Pelita Jaya yang juga pada era 1990-an berada di masa terbaik mereka, kemudian berusaha merekrut Ansyari. Hasrat Pelita sempat terhambat karena pemain yang akrab disapa ‘Uwak’ ini kemudian bermain di Persis Solo dengan status pinjaman.
Setelah negosiasi yang sulit, akhirnya Ansyari kemudian mendarat di Pelita dengan harga yang ditebus sebesar 25 juta rupiah jelang gelaran Galatama musim 1993/1994. Angka tersebut kemudian membuat Ansyari menjadi pemain dengan status termahal di Indonesia. Jumlah tersebut bisa jadi saat ini hanya setara dengan beberapa persen gaji yang Evan Dimas terima dari kontrak satu musimnya.
Tidak sia-sia, Ansyari berhasil memberikan gelar juara Galatama untuk Pelita pada musim tersebut. Pelita berhasil mengalahkan Gelora Dewata di partai final yang digelar di Stadion Sriwedari, Solo, dengan skor 1-0. Ansyari keluar sebagai pencetak gol terbanyak turnamen dengan 19 gol. Ditambah lagi, ia juga didapuk sebagai pemain terbaik kompetisi pada musim tersebut. Ansyari Lubis berada di Pelita hingga pergantian milenium baru.
Berkat kecemerlangannya di klub, Ansyari pun dipanggil masuk timnas Indonesia dan berkarier dari 1995 hingga terakhir ikut membela skuat Garuda di ajang kualifikasi Piala Dunia 1998. Sempat bermain di Persib Bandung dengan sisa-sisa kejayaannya, Ansyari kemudian kembali ke Sumatera Utara untuk memperkuat PSDS Deli Serdang dan pensiun di sana.
Setelah berhenti dari dunia sepak bola profesional, Ansyari kemudian melanjutkan kariernya sebagai pelatih. Klub terakhirnya adalah Pro Duta yang memutuskan mengundurkan dari kompetisi Liga 2 edisi tahun 2017 ini.
Setiap tanggal 29 Juli tiap tahunnya, Ansyari Lubis merayakan hari kelahirannya. Tahun 2017 ini, uwak Ansyari genap berusia 47 tahun. Namanya akan selalu dikenang sebagai salah satu gelandang hebat yang pernah ada di kancah sepak bola Indonesia.
Selamat ulang tahun, Ansyari Lubis!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia