Suara Pembaca

Menuju Industri Sepak Bola Indonesia

Bali United
Bali United mempunyai modal promosi yang kuat lewat media dan penjualan merchandise mereka. Kredit: Bali United Store

Memanfaatkan industri sepak bola modern di Indonesia dengan baik

Ketika aspek profesionalitas dikedepankan, ditambah kejelian melihat pasar, maka suporter akan mulai berdatangan. Selain itu, sponsor maupun investor akan menaruh kepercayaan terhadap klub tersebut. Madura United dan Bali United contohnya. Siapa mengira klub yang ‘lahir’ pada 2015 dan 2016 ini mampu menjadi tim yang dihuni pemain-pemain berkelas? Bahkan saat ini, keduanya mampu duduk di papan atas klasemen sementara Liga 1, jauh di atas tim seperti Persib, misalnya.

Profesionalitas inilah yang menjadi salah satu nilai utama mengapa sponsor mau ikut menjadi sponsor Bali United dan Madura United. Dengan adanya pemasukan dari sponsor, Madura United bahkan mampu membeli marquee player sekelas Peter Odemwingie, marquee player tersubur sampai pekan 16 Liga 1.

Bali United sama saja, jersey mereka dipercaya para sponsor sebagai media promosi efektif. Hasilnya, keuangan yang positif membuat Bali United mampu menghadirkan pemain-pemain berlabel timnas ke Bali, mulai dari Irfan Bachdim hingga pemain asing sekelas Sylvano Comvalius.

Tim yang solid dan kuat membuat kedua tim tersebut menjadi kandidat kuat juara Liga 1 musim ini. Di sisi lain, prestasi mereka di papan atas juga mampu menarik jumlah penonton untuk hadir langsung ke stadion. Alhasil, pendapatan dari tiket semakin terkatrol naik. Sponsor juga ikut memperoleh manfaat dengan semakin luas jangkauan pasar mereka.

Sebaliknya, ketika manajemen tidak bersikap profesional, sebuah tim yang memiliki aset berupa fanbase yang besar pun harus merasakan fase ditinggalkan pendukung, tidak dipercaya sponsor, kemerosotan prestasi, keuangan minus bahkan harus bangkrut.

Tanpa bermaksud menghakimi tim manapun, sudah banyak kita dengar kabar tim dengan basis suporter besar namun kesulitan membayar gaji pemainnya, terdegradasi, bahkan kabarnya pun nyaris tak terdengar. Adakah yang pernah mendengar klub bernama Persiter Ternate, Persibom Boalang Mongondow, Persikota Kota Tangerang, maupun Persitara Jakarta Utara? Lalu, ke mana mereka semua sekarang?

Beberapa contoh sikap profesional klub-klub Indonesia yang baik untuk ditiru dan diterapkan oleh tim lain di antaranya:

  1. Penjualan tiket secara online untuk menekan calo seperti yang sudah coba dilakukan Persib dan Persija.
  2. Penerapan scan barcode yang dilakukan Persib untuk mencegah adanya tiket palsu.
  3. Pengadaan toko merchandise resmi untuk menambah pemasukan klub seperti yang dilakukan Persebaya, PSS hingga Bali United
  4. Kontrak pemakaian stadion dengan durasi jangka panjang seperti yang dilakukan Bali United yang mengontrak Stadion Kapten I Wayan Dipta selama 10 tahun.
  5. Pembuatan situsweb maupun optimalisasi sosial media yang sudah dilakukan kebanyakan klub di Liga 1.
  6. Pengadaan tim junior yang sudah dikompetisikan sendiri oleh PSSI dengan berbagai jenjang kelompok usia.

Selain enam hal di atas, ada berbagai hal sederhana lain yang menjadi nilai tambah klub di mata suporter dan sponsor, di antaranya update laporan match attendance, pengadaan aplikasi klub (Persib sudah memiliki ini), media broadcast hingga mencoba langkah modernisasi logo klub (untuk menangkap semangat zaman seperti yang dilakukan Juventus, misalnya).

Harapannya, kelak tim-tim Indonesia bisa se-profesional klub-klub di Eropa. Atau, paling tidak, bisa meniru profesionalitas klub-klub di Liga Thailand yang sudah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Tidak akan terdengar lagi pemain yang belum digaji, klub melakukan walk-out karena kehabisan dana, ataupun klub berpindah homebase karena tidak bisa menjaring penonton untuk meramaikan stadion.

Author: Muhammad Kaka (@kkthegreen)