Apa yang ada di benak Anda saat mendengar seorang pemain menjalani debut profesional pada usia 15 tahun? Mungkin yang pertama terbesit adalah dia bisa jadi calon pemain luar biasa di masa mendatang. Sayangnya, Igli Tare praktis hanya jadi seorang pemain biasa saja sepanjang kariernya sebagai pesepak bola. Menghabiskan banyak waktu di Jerman dan Italia, imigran asal Albania ini dikenal ketika membela Lazio hingga jelang masa pensiunnya.
Lahir di kota Vlorë, Tare kecil langsung bergabung ke akademi klub ibu kota, Partizani Tirana, pada usia sembilan tahun. Enam tahun kemudian atau tepatnya 1988, dia menjalani debut profesional untuk klub tersebut. Dia akhirnya bermigrasi ke Jerman dan memperkuat klub gurem seperti Südwest Ludwigshafen, VfR Mannheim, hingga mulai menanjak kala bergabung ke Karlsruher SC, Fortuna Düsseldorf dan 1. FC Kaiserslautern dengan masa bakti masing-masing tak lebih dari dua tahun.
Awal tahun 2001, Tare dipinjamkan ke Brescia dan dibeli secara permanen pada musim panas. Di klub tersebut, dia bermain bareng legenda timnas Italia, Roberto Baggio, sebelum hijrah ke Bologna yang jadi salah satu momen puncaknya di dunia sepak bola. Di I Rossoblu, pemain bertinggi badan 191 sentimeter itu jadi idola karena mencetak gol-gol krusial, salah satunya ke gawang rival, Parma.
Pada 2005 silam, secara mengejutkan Tare hijrah ke Lazio. Kendati terkenal mandul selama berbulan-bulan, dirinya tetap dipertahankan skuat Gli Aquilotti hingga pensiun. Tare memulai karier dan gantung sepatu di klub ibu kota. Karier yang biasa-biasa saja sebagai pesepak bola akhirnya jadi pelajaran berharga hingga mendapat kepercayaan Presiden Lazio, Claudio Lotito, untuk mengemban posisi direktur olahraga klub, per musim panas 2008 lalu.
Jitu atur strategi transfer
Siapa sangka, potensi Tare sebenarnya malah terlihat usai pensiun. Perlahan tapi pasti, dia menapaki jabatan strategis di klub dan memberikan kontribusi besar pada bursa transfer. Dirinya dikenal jeli melihat potensi pemain dari klub medioker dan akhirnya dijual dengan harga tinggi.
Pada awal kariernya sebagai direktur olahraga, Lazio sukses mendatangkan bek kanan andalan masa depan tim, Stephan Lichtsteiner, seharga hanya 1,2 juta euro dari LOSC Lille dan tiga tahun kemudian, dijual ke Juventus dengan nilai transfer delapan kali lipat lebih tinggi. Selain itu, Tare juga dikenal piawai dalam mencoba potensi pemain, dengan meminjamnya terlebih dahulu, seperti pada perekrutan Sergio Floccari dan Antonio Candreva.
Keahlian Tare pada bidang ini juga disempurnakan dengan koneksi yang luas terkait pemandu bakat pemain. Senad Lulic, Sergej-Milinkovic Savic, dan Lucas Biglia didatangkan masing-masing dari tim Swiss dan Belgia, sebelum bersinar di Serie A. Nama terakhir baru saja ditransfer ke AC Milan dengan biaya dua kali lipat saat dibeli dari RSC Anderlecht.
Bukan cuma pemain yang belum terlalu matang, Tare bersama Lazio berhasil dalam transfer pemain veteran, salah satunya Miroslav Klose dan teranyar, Lucas Leiva, yang direkrut musim panas ini. Tare juga sempat terlibat pada penunjukan kontroversial pelatih Vladimir Petkovic yang menggantikan Edy Reja, musim 2012/2013. Tak disangka, pada musim pertama pelatih asal Swiss itu, Lazio sukses meraih gelar Coppa Italia.
Pada 2009, Tare sukses mendapat diploma kepelatihan dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) dan langsung berkomentar, “Ini seperti Scudetto bagi saya.” Dia melanjutkan, “Saya ingin jadi pelatih, tapi mungkin tak dalam waktu dekat.” Melihat sepak terjang sejak komentarnya hingga kini, Tare tampaknya tak perlu susah berusaha jadi pelatih karena sudah dikenal sebagai direktur olahraga yang cukup andal.
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho