Dunia Afrika

Digesernya Jadwal Piala Afrika, Berkah Bagi Klub Eropa

Piala Afrika yang biasa digelar di bulan Januari sampai Februari, seringkali menjadi momok bagi klub-klub Eropa yang menggunakan jasa pemain kelahiran Benua Hitam tersebut. Klub-klub Eropa harus merelakan pemainnya yang berasal dari Afrika untuk absen selama kurang lebih satu bulan demi membela timnas masing-masing.

Tak jarang, beberapa klub kelimpungan ketika ditinggal pemainnya, terlebih apabila pemain tersebut merupakan pemain penting di klubnya. Tentu saja kita masih ingat kejadian yang menimpa Liverpool ketika ditinggal Sadio Mane di medio Januari dan Februari lalu. Tanpa Mane, Liverpool menjalani tujuh laga dengan hanya sekali meraih kemenangan. Itu pun didapat Liverpool di ajang Piala FA, ketika menghadapi tim gurem, Plymouth Argyle. Akibat itu, Liverpool harus rela merosot peringkatnya di liga.

Namun, Liverpool dan klub-klub lainnya yang menggunakan jasa pemain Afrika kini tak perlu khawatir. Berdasarkan simposium Federasi Sepak Bola Afrika (CAF) yang digelar pada tanggal 18 dan 19 Juli kemarin, diputuskan bahwa Piala Afrika mendatang akan diadakan di bulan Juni dan Juli. Piala Afrika yang akan datang rencana akan digelar di Kamerun pada tahun 2019.

Salah satu alasan pergantian jadwal ini adalah banyaknya pemain yang menolak membela negaranya untuk tetap bermain di klub masing-masing. Pada Piala Afrika 2017 yang lalu, Kamerun mendapati tujuh pemainnya, yaitu Joel Matip, Andre Onana, Guy Ndy Assembe, Allan Nyom, Maxime Poundje dan Andre Anguissa, menolak bergabung di tim, walaupun pada akhirnya Kamerun mampu menjadi juara.

Keputusan ini akhirnya ditandatangani dan diumumkan secara langsung oleh Presiden CAF, Ahmad Ahmad. Selain pindahnya jadwal, diputuskan juga bahwa Piala Afrika yang sebelumnya diikuti 16 negara, akan ditambah jumlahnya menjadi 24.

Keputusan ini tentunya menguntungkan klub-klub Eropa, yang memang telah mengakhiri kompetisi domestiknya di bulan Mei. Dengan dipindahkannya jadwal Piala Afrika ke bulan Juni, klub-klub tersebut tak perlu pusing untuk mengatasi absennya pemain-pemain mereka ketika kompetisi domestik berlangsung. Banyak klub yang memusatkan permainannya pada kontribusi pemain Afrika, seperti contohnya Liverpool (Mane dan Mohamed Salah).

Piala Afrika

Efek pemindahan jadwal Piala Afrika bagi banyak pihak

Bila ditelaah, efek pemindahan jadwal pelaksanaan Piala Afrika ini berpengaruh masif pada beberapa pihak. Selain menguntungkan pemain, perubahan ini juga menguntungkan bagi pihak klub, bagi negara Afrika dan bagi gengsi Piala Afrika itu sendiri.

Dalam konteks keuntungan bagi pemain, masalah kebugaran yang sering menjadi problematika ketika Piala Afrika dimainkan di bulan Januari. Saat ketika kompetisi domestik tengah padat jadwalnya, mereka harus terbang ke Afrika dan kembali lagi dengan kondisi yang mungkin tidak prima, atau yang lebih parah lagi, kembali dengan cedera.

Dengan pemindahan jadwal ketika kompetisi domestik di Eropa sudah usai, mereka mendapatkan waktu istirahat sesaat sebelum Piala Afrika mulai dan kembali tanpa harus langsung berlaga bersama klub masing-masing. Dengan begini, pemain dan klub pemilik sama untungnya.

Keuntungan berikutnya, bagi timnas-timnas yang berlaga di Piala Afrika. Risiko pemain untuk menolak bergabung bersama timnas jauh lebih kecil. Tidak akan ada lagi cerita penolakan pemain untuk bergabung bersama timnas, seperti yang dialami Kamerun.

Sama seperti keuntungan yang didapat klub Eropa, timnas-timnas di Afrika pun menjadi lebih kuat secara materi pemain dan kompetisi pun akan menjadi lebih menarik. Nama-nama besar seperti contohnya, Joel Matip, pun kemungkinan besar akan bersedia untuk turun sehingga gengsi dari Piala Afrika itu sendiri menjadi lebih besar.

Piala Afrika sendiri akan mendapat keuntungan juga. Dengan diadakannya kompetisi ini di bulan Juni hingga Juli, Piala Afrika memiliki kemungkinan untuk memuaskan dahaga para pencinta sepak bola. Dengan kata lain, sorotan, liputan dan penayangan Piala Afrika akan lebih masif, sehingga tidak berbenturan dengan kompetisi liga di Eropa. Tentu ini juga akan meningkatkan gengsi turnamen serta pendapatan bagi CAF sendiri.

Meskipun begitu, tentu ada kerugian dari pindahnya jadwal ini. Issa Hayatou, Presiden CAF sebelum Ahmad, menolak ide ini ketika CAF masih di bawah rezimnya. Alasannya adalah, cuaca di Afrika sedang ekstrem-ekstremnya di bulan Juni dan Juli. Cuaca ini dapat memengaruhi keberlangsungan pertandingan dan kebugaran dari pemain dan berakibat pada menurunnya kualitas kompetisi. Selain itu, kompetisi liga domestik di Afrika juga sedang bergulir pada periode tersebut.

Pada akhirnya, langkah CAF ini tergolong revolusioner. Banyak pihak yang dapat diuntungkan dari digesernya jadwal Piala Afrika, terutama klub-klub di Eropa. Piala Afrika terkenal dengan permainannya yang menghibur, tak jarang ada intrik-intrik magis khas Afrika di dalamnya yang menarik dikulik. Tentu besar harapan bagi Piala Afrika dengan langkah baru yang diambil oleh CAF ini.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket