Memang selalu sulit untuk lepas dari bayang-bayang kesuksesan orang tua. Begitu pula yang dirasakan Cha Du-ri yang kerap dibandingkan dengan sang ayah, Cha Bum-kun. Du-ri dianggap tidak sanggup menggapai pencapaian yang serupa dengan sang ayah, si mana nama Cha Bum-Kun begitu melegenda di tanah Jerman. Cha senior menjadi pemain asal Asia pertama yang berhasil meraih gelar juara Piala UEFA.
Segala sesuatunya terasa sangat sulit pada awalnya untuk Cha junior. Selepas lulus dari Korea University, ia bergabung ke mantan klub sang ayah, Bayer Leverkusen pada tahun 2002. Sayangnya di sana ia tidak bermain sekalipun, hingga kemudian dipinjamkan ke Arminia Bielefield. Di sana ia bermain sebanyak 22 pertandingan dan menyarangkan satu gol. Ia kemudian dipinjamkan kembali ke mantan klub Cha senior yang lain, Eintracht Frankfurt.
Bisa jadi karena nama sang ayah yang begitu besar di Frankfurt sehingga komponen klub dan para penggemar juga menyukai Cha junior. Setelah bermain selama satu musim dengan status pinjaman, Cha junior kemudian dipermanenkan di musim selanjutnya. Selama dua musim Du-ri berada di sana, bermain sebanyak 56 pertandingan dan menciptakan 11 gol.
Di klub lama sang ayah tersebut pula, Cha junior mengalami perubahan besar dalam kariernya. Pada awalnya ia bermain di posisi penyerang sayap sama seperti sang ayah. Akan tetapi sejak musim keduanya di Frankfurt, posisi Cha junior kemudian dimutasi ke posisi bek kanan. Tepatnya pada 9 Desember 2005, dalam laga Bundesliga melawan Borussia Dortmund, adalah pertama kalinya Cha junior bermain di posisi bek kanan.
Cha junior kemudian dikenal sebagai pemain multifungsi yang bisa bermain di seluruh sektor flank. Selepas dari Frankfurt, Cha kemudian bertualang di kesebelasan-kesebelasan Jerman lain seperti Freiburg, Mainz dan Koblenz. Sampai akhirnya beberapa saat jelang digelarnya Piala Dunia 2010, Cha junior mendarat di Skotlandia untuk bergabung dengan Glasgow Celtic (kini Celtic FC).
Di Celtic, Cha junior bergabung dengan rekan senegaranya, Ki Sung-yueng, yang kala itu masih beraksi bersama tim Skotlandia tersebut. Aksi Cha cukup disukai oleh para penggemar tim berjuluk The Hoops tersebut. Latar belakangnya sebagai penyerang sayap membuat ia begitu berbahaya ketika bermain sebagai bek kanan. Ketika melakukan overlap, naik maju membantu serangan, Cha junior sulit dihentikan.
Di Skotlandia, Cha junior mendapatkan hal terbaik sepanjang kariernya. Ia meraih trofi Liga Skotlandia dan Piala Skotlandia dalam satu musim beruntun pada edisi 2011/2011. Sebuah gelar ganda. Sesuatu yang bahkan Cha senior belum pernah melakukannya. Lebih hebatnya lagi, ia melakukannya padahal Celtic pada musim tersebut juga mendaratkan bek kanan anyar yaitu Adam Matthews. Cha junior berhasil meraih prestasi di tengah persaingan ketat.
Sejak apa yang dilakukannya di Skotlandia, Cha Du-ri kemudian mendapatkan rasa hormat besar dari sang ayah juga dari publik sepak bola Korea Selatan khususnya. Ia tidak lagi dibanding-bandingkan dengan sang ayah. Cha Du-Ri dikenal atas namanya sendiri, bukan karena ia merupakan putra dari Cha Bum-Kun.
Apalagi pada medio tersebut, ia juga mendapatkan kehormatan menjadi deputi kapten timnas Korea Selatan. Beberapa kali ban kapten melingkar di lengannya andai kapten utama Park Ji-sung tidak dimainkan. Sebuah kebanggaan dan penghargaan besar yang bahkan Cha Bum-kun belum pernah mendapatkannya.
25 Juli ini, Cha Du-ri merayakan ulang tahunnya ke-37. Ia mungkin tidak sebeken sang ayah yang namanya begitu melegenda di Negeri Ginseng sana. Tetapi, ia punya catatan dan kisah tersendiri soal karier sepak bola dan kehidupannya. Cha Du-ri mengukir tinta emas di kariernya dengan nama yang ia sandang sendiri dan lepas dari bayang-bayang hebat sang ayah.
Saechulka hamnida, Cha Du-ri!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia