Kolom

Hulk: Kisah Sang Raksasa yang Ditolak Eropa

Hulk

Tidak diminati Eropa

Detik demi detik, hari demi hari dilalui Hulk tanpa ada satupun tawaran besar yang datang dari semenanjung Britania. Sudah sewajarnya Hulk mengharapkan nilai kontrak tinggi karena kualitas individu yang dimiliki dan rentetan gelar juara yang diraih.

Lama sekali Hulk yang buas itu termenung, menunggu tawaran serius dari kontestas liga-liga top Eropa, namun yang dinanti tak kunjung datang. Bursa transfer Eropa sudah hampir ditutup dan Hulk masih berstatus pemain Porto. Akan tetapi, Tuhan selalu bersama mereka yang sabar.

September 2012, tawaran besar itu datang. Bukan dari Inggris, Italia, Spanyol, apalagi Jerman, tapi dari Rusia! Sebuah negara di ujung utara Eropa yang sedang membangun kekuatan baru di sepak bola melalui tim kaya raya seperti Anzhi Makhachkala, CSKA Moscow dan Zenit Saint Petersburg. Nama terakhir adalah pelabuhan karier Hulk di negeri Vladimir Putin itu.

Keputusan ini sangat mengecewakan banyak orang yang ingin melihat Hulk berkarier di liga-liga papan atas Eropa. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Hulk lebih dari layak untuk melanjutkan kariernya di tiga besar liga domestik Eropa, menancapkan namanya di gim Fantasy Premier League (FPL) atau menjadi headline di media-media Italia atau Spanyol.

Akan tetapi, tak ada satupun dari puluhan tim di sana yang berani mengajukan tawaran sebesar Zenit yang mencapai 37 juta euro plus bonus. Bersama Axel Witsel, Hulk menjadi rekrutan terbaru Zenit, sekaligus melahirkan konflik baru di kamar ganti Zenitchiki, julukan Zenit.

Sang kapten, Igor Denisov, meminta kenaikan gaji yang setara dengan Hulk dan Witsel, namun manajemen menolaknya. Denisov kemudian dicadangkan dan dijual di akhir musim, padahal sejak kecil ia telah mengabdi di klub pemilik lima titel Liga Rusia itu.

Suporter garis keras Zenit juga melancarkan protes pada manajemen perihal perekrutan Witsel dan Hulk. Mereka tidak ingin klub kesayangannya diperkuat oleh pemain berkulit gelap. Isu rasisme memang seringkali melanda Rusia dan ini bukan yang pertama kalinya.

Akan tetapi, seperti tubuhnya yang sekuat baja, Hulk juga bermental baja. 76 gol dan 60 asis ia torehkan di Rusia, rataan golnya juga lebih tinggi dibandingkan ketika berseragam Porto. Dua titel domestik ia persembahkan untuk Zenit dan sekali meraih penghargaan pemain terbaik di tahun 2015.

***

Hulk adalah raksasa yang ditolak Eropa. Ia memang sempat bersinar di Porto dan Zenit, tetapi hingga detik ini dirinya sama sekali belum pernah mencicipi sepak bola Eropa sesungguhnya bersama tim-tim besar langganan juara Liga Champions.

Juli tahun lalu, ia kembali membuat keputusan yang tidak populer. Di usia yang masih sangat produktif untuk berkiprah di Eropa, ia justru hijrah ke Liga Cina membela Shanghai SIPG. Meski lagi-lagi disayangkan banyak pihak, namun Hulk telah menemukan kenyamanan di sana.

Dari 30 pertandingan, ia mengukir 20 gol dan 13 asis, jauh dari kata mengecewakan. Ia juga bermain reguler di tim utama dan tampil tajam di Liga Champions Asia.

Hari ini, usianya menginjak angka 31 tahun. Usia yang terhitung masih kompetitif untuk bermain di liga-liga elite Eropa. Semoga suatu saat nanti dirimu dapat kembali ke Eropa, membabi-buta menghancurkan pertahanan lawan dan menenggelamkan mereka yang sempat meragukanmu.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.