Pembuktian bersama I Gialloblu dan akhir karier
Kepindahan Dino ke Stadion Ennio Tardini ternyata tidak salah. I Gialloblu yang saat itu diperkuat pula oleh sejumlah nama beken semisal Faustino Aspirlla, Antonio Bennarivo, Lorenzo Minotti dan Gianfranco Zola, sukses mengejutkan publik.
Di bawah asuhan Nevio Scala, Parma sanggup merengkuh trofi Piala UEFA 1994/1995 setelah menggasak Juventus di sepasang leg final. Ciamiknya, Dino juga mencetak masing-masing satu gol di dua laga tersebut sehingga Parma beroleh keunggulan agregat 2-1.
Ironisnya, I Gialloblu gagal menambah pundi-pundi trofinya di musim tersebut setelah di babak final Piala Italia, ditekuk oleh tim yang mereka bungkam di final Piala UEFA, Juventus.
Sial buat Parma, pada musim berikutnya mereka justru gagal meraih trofi lantaran hanya duduk di posisi keenam Serie A, rontok di putaran kedua Piala Italia dan tumbang dari wakil Prancis, Paris Saint-Germain (PSG) di perempat-final Piala UEFA 1995/1996. Hal itu pula yang mendorong Scala meletakkan jabatannya sebagai allenatore Parma.
Tak butuh waktu lama buat I Gialloblu untuk mendapuk Carlo Ancelotti sebagai pelatih anyarnya. Ajaibnya, di tangan Ancelotti, Dino dan kolega justru bisa nangkring di posisi dua klasemen akhir musim 1996/1997. Pencapaian tertinggi mereka sepanjang mentas di Serie A. Namun torehan apik tersebut gagal diulangi di musim berikutnya. Ancelotti yang dipinang Juventus kemudian digantikan oleh Alberto Malesani.
Dino dan kawan-kawan secara eksepsional mampu menghadiahi Parma dengan tiga buah trofi di musim pertama Malesani. Tiga silverware itu didapat di final Piala Italia (unggul agresivitas gol di kandang lawan, 3-3, dari Fiorentina), Piala UEFA (menang 3-0 atas Olympique Marseille) dan Piala Super Italia (menang 2-1 dari AC Milan).
Dino lantas bertahan semusim lagi di Parma sebelum akhirnya menyeberang ke Lazio di awal musim 2000/2001. Sayang, kariernya di Stadion Olimpico hanya berlangsung singkat dan kurang sukses. Kondisi itu juga yang kemudian membuat Dino bersedia mencicipi kompetisi Liga Primer Inggris dalam tempo singkat bareng Blackburn Rovers di musim 2003/2004.
Bareng The Rovers, kesempatan main yang diidam-idamkan Dino juga tak didapatkannya. Alhasil, lelaki yang hari ini (24/7) merayakan ulang tahunnya yang ke-46, pun memilih kembali ke Italia guna dipinjamkan lagi ke Ancona. Karier profesional Dino akhirnya disudahi bersama klub yang mentas di Serie B, Triestina pada musim 2005/2006.
Di Italia, dari 60 juta penduduk, hanya sekitar dua ribu orang yang punya nama Baggio. Namanya tentu saja kalah pamor dari Roberto, namun bagaimanapun juga, Dino adalah salah satu Baggio terbaik yang pernah lahir dari negeri berbentuk kaki tersebut.
Buon compleanno, Dino!
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional