Gianluigi Buffon mungkin adalah salah satu kiper paling awet sepanjang sejarah sepak bola modern.
Sejak ia mulai berjaga di bawah gawang Juventus pada musim panas 2001, Irak telah diinvasi dan ditinggalkan oleh Amerika Serikat, presiden Indonesia telah berganti tiga kali dan berpuluh-puluh pemain telah silih berganti menyarungkan dan melepaskan seragam Putih-Hitam Bianconeri. Namun, Santo Gigi tetap setia dengan sarung tangannya, dan sosoknya yang meneduhkan, selalu siap siaga untuk melompat menghalau bola atau memberi komando pada rekan-rekannya.
Di sela-sela itu, Buffon mengoleksi lebih dari 600 penampilan untuk Juventus dan 169 buat tim nasional Italia, menempatkannya bersama nama-nama besar yang legendaris. Ia telah memenangkan satu Piala Dunia, tampil di tiga final Liga Champions, bahkan menghabiskan semusim di Serie B. Untuk ukuran seorang pesepak bola, kariernya adalah definisi dari sebuah keparipurnaan.
Tentu saja, setiap akhir musim, beriringan dengan satu gelar Scudetto lain yang ia persembahkan ke muka publik Juventus Stadium atau penghargaan individual yang ia rengkuh sendiri, selalu ada pembicaraan mengenai pengganti potensial untuk sang juru selamat.
Ketika Buffon bergabung ke Juventus dari Parma pada 2001 (dan memecahkan rekor transfer dunia untuk seorang kiper), Juve memiliki dua kiper lain, yaitu Michelangelo Rampulla dan Fabian Carini. Keduanya segera saja tahu bahwa posisi mereka sudah tergeser oleh lelaki yang menjalani debut Serie A-nya ketika berusia tujuh belas tahun ini: Rampulla pensiun pada musim selanjutnya dan Carini ditukar ke Internazionale Milano dengan Fabio Cannavaro pada tahun 2004. Luar biasa memang Inter ini, ya.
Pada musim panas 2002, Juventus secara khusus membeli Antonio Chimenti dari Lecce untuk menjadi letnan Buffon. Buat kali pertama, manajemen tim merasakan bahwa Buffon akan bertahan lama dan memutuskan untuk membangun tim di sekeliling sang kiper. Pada periode ini, Antonio Mirante, mantan kiper utama Parma yang kini menjaga gawang Bologna, juga bertugas sebagai pelapis ketiga.
Tantangan serius pertama untuk takhta Buffon terjadi pada musim 2005/2006. Di musim terakhir Juve di Serie A sebelum keputusan kontroversial untuk menurunkastakan mereka pada musim selanjutnya, Buffon mengalami cedera bahu setelah berbenturan dengan Kaka dalam laga pramusim Trofeo Luigi Berlusconi. Milan meminjamkan kiper Christian Abbiati sebagai kompensasi.
Abbiati-lah deputi Buffon pertama yang nyaris selevel dengannya. Dengan bantuan si botak ini, Juventus bertahan mengarungi beberapa bulan pertama Serie A sebelum Buffon kembali pada bulan November, namun komplikasi cedera selanjutnya membuat kiper yang akrab disapa Gigi ini tak dapat pulih sepenuhnya sampai Januari. Abbiati kembali ke Milan pada akhir musim setelah mencatatkan 27 penampilan dan membantu memenangkan satu Scudetto yang kemudian dianulir.
Di Serie B, tak ada yang dapat menentang solidnya posisi Buffon sebagai kiper utama, namun ia kembali terkena cedera pada musim kedua Juve kembali ke Serie A pada September 2008. Deputinya saat itu, kiper Austria Alex Manninger, menjaga gawang Juventus sampai bulan Februari 2009. Dan pada titik ini, performa Manninger dan cedera Buffon tampaknya menjadi kali pertama Juventus merasa ragu dengan masa depan sang santo.
Pada Mei 2009, ketika hari-hari Claudio Ranieri tampaknya tinggal sedikit di Olimpico, Buffon dan Mauro Camoranesi dilaporkan berang dengan performa buruk tim (termasuk seri 2-2 di kandang Lecce). Ia meninggalkan stadion selepas pertandingan tanpa berbicara dengan siapa-siapa. Kontan saja, rumor transfer menggelegak dengan sederet nama seperti Edwin van der Sar, Pepe Reina, bahkan Manninger sendiri, dikaitkan dengan pos penjaga gawang utama Bianconeri. Bukan rahasia kalau tim-tim Inggris macam Manchester United dan Chelsea telah lama mencoba merayunya dengan gaji berlipat-lipat lebih tinggi.
Buffon akhirnya bertahan dengan menandatangani kontrak baru hingga 2013. (Dan Ranieri, tentu saja, dipecat). Manninger bertahan di Juve hingga 2012, dan terakhir bermain untuk Liverpool. Ia tak pernah sekalipun melampaui level permainan Gigi.
Setelah naiknya Andrea Agnelli ke tampuk Presiden dan Antonio Conte sebagai pelatih kepala, posisi Buffon semakin tak tergoyahkan. Conte menunjuk Buffon sebagai kapten Juventus dan memberikannya keleluasaan penuh untuk mengendalikan ruang ganti dengan sorot matanya yang tenang dan suaranya yang meneduhkan.
Di bawah gawang, pendahulu Conte, Luigi Delneri, memberinya deputi terbaik yang pernah ia miliki dalam bentuk Marco Storari. Storari, pria tinggi besar dengan jambang lebat dan antusiasme menggelegak, adalah purwarupa kiper kelas dua yang hampir sempurna: ia bermain untuk Napoli dan Milan namun menghabiskan musim-musim yang panjang dipinjamkan ke tim-tim kasta bawah.
Pengalaman Strorari membuatnya dapat diandalkan pada saat-saat krusial. Siapapun tak akan dapat melupakan double save pada tendangan Rodrigo Palacio dan Mauro Icardi yang ia buat kontra Inter di akhir musim 2014/2015, ketika Juve telah memastikan gelar juara dan Buffon diistirahatkan jelang final Liga Champions. Tak heran bila Buffon memberikan ucapan selamat jalan yang hangat pada Storari kala ia dilepas.
Grande @marcostorari30..In bocca al lupo per la tua nuova avventura…e magari presto torneremo ad affrontarci pic.twitter.com/UfduxUzK4w
— Gianluigi Buffon (@gianluigibuffon) July 4, 2015
Selepas Storari, Norberto Neto tak membuat begitu banyak dampak karena masanya di Juventus begitu singkat. Sederet nama beken macam Mattia Perin, Salvatore Sirigu dan Gianluigi Donnarumma, tak pernah mendekat ke pintu masuk Juventus Stadium.
Namun, seiring dengan kedatangan Wojciech Szczesny yang tinggal selangkah lagi pada bursa transfer ini, Juventus mungkin pada akhirnya menemukan jawaban dari pertanyaan mereka tentang pengganti Buffon. Sederet deputi, dari kelas dunia sampai cap teri, tak berdaya untuk menyodok Santo Gigi dari takhtanya. Szczesny, di sisi lain, boleh dikatakan telah memiliki pengalaman yang panjang bersama Arsenal dan dua tahun peminjaman bersama AS Roma.
Buffon sendiri barangkali sudah boleh mengistirahatkan sarung-sarung tangannya yang super itu.
Author: Ramzy Muliawan (@ramzymuliawan)
Penulis dan pembaca. Penikmat kopi hitam, punk rock dan Luca Toni.