Tak ada kemeriahan, juga sambutan luar biasa di bandara. Penutupan bursa transfer musim panas Liga Super Cina (CSL) 2017, jelang akhir pekan ini, dilalui dengan sunyi senyap dan sebuah ironi besar. Klub-klub yang biasanya tampak tidak berpikir dua kali lagi untuk mengeluarkan dana, kini tiba-tiba pelit. Penurunan besar yang terjadi disikapi beragam baik penikmat sepak bola maupun pemerintah lokal.
CSL yang sukses memecahkan rekor transfer Asia lima kali hanya dalam 12 bulan, tiba-tiba lesu memasuki bursa transfer yang berlangsung 19 Juni sampai 14 Juli 2017. Tak ada nama semisal Hulk, Oscar, Ezequiel Lavezzi, sampai Carlos Tevez. Bahkan nama yang santer bakal merapat ke Negeri Tirai Bambu mulai dari Diego Costa, Pierre-Emerick Aubameyang, hingga Wayne Rooney, urung dan batal terlaksana.
Kenaikan perputaran uang pada bursa transfer hingga mencapai angka fantastis 785 persen, seakan tak tersisa. Musim panas ini, klub-klub tercatat hanya kedatangan nama sekelas Muriqui (ke Guangzhou Evergrande Taobao), Mario Suárez dan Ruben Castro (Guizhou Hengfeng Zhicheng), dan Anthony Modeste (Tianjin Quanjian). Itupun, dua nama terakhir didatangkan dengan status pinjaman, masing-masing dari Real Betis dan FC Köln.
Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah fenomena transfer fantastis CSL berhenti sampai di sini? Jawaban untuk pertanyaan kedua mungkin bisa saja. Faktor utama ketiadaan nama besar sepanjang bursa transfer musim panas tak lepas dari perubahan drastis oleh Asosiasi Sepak Bola Cina (CFA) yang didukung pemerintah. Seakan telat sadar, mereka menerapkan aturan untuk menjaga bakat muda Negeri Tirai Bambu
Perubahan yang (sangat) ekstrem
Perubahan regulasi yang paling menonjol adalah perihal transfer pemain di atas 45 juta yuan atau sekitar 5,8 juta euro di mana klub wajib membayar dana transfer plus biaya retribusi yang mencapai 100 persen! Contohnya seperti ini: Jika harga Aubameyang adalah 80 juta euro, klub peminat di CSL wajib membayar dua kali lipatnya atau 160 juta euro. Hal ini jelas memberatkan tim untuk leluasa bergerak di bursa transfer seperti musim sebelumnya.
Biaya retribusi tersebut akan disinkronisasi untuk pembinaan pemain muda Cina oleh CFA. “Perekrutan pemain oleh klub melalui pembiayaan kapital akan dikenakan retribusi senilai yang sama dan akan digunakan oleh Chinese Football Development Foundation untuk melatih pemain muda, promosikan sepak bola, dan aktivitas amal di dunia sepak bola,” tulis pernyatan CFA, dilansir The Independent.
Selain biaya retribusi yang membengkak, aturan lain juga diterapkan CFA dengan memangkas jatah pemain asing yang tampil di atas lapangan, dari empat menjadi hanya tiga dan sudah termasuk kuota legiun asal Asia. Satu kuota diambil lewat kebijakan untuk mewajibkan pemain di bawah usia 23 tahun masuk starting line-up dan satu lainnya ada dalam skuat utama.
Aturan-aturan yang menjurus ekstrem dan perubahan drastis ini membuat klub-klub CSL memutar otak untuk tetap bisa mencapai target lewat pembatasan yang dilakukan CFA. Hal ini menurut asosiasi, dilakukan sebagai bagian dari persiapan Cina jadi kekuatan sepak bola beberapa tahun mendatang. Pertanyaan besar mengemuka, apakah CSL akan kembali jadi liga yang biasa-biasa saja atau kembali bergairah lewat rekrutan papan atasnya?
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho