Mendaku diri sebagai negeri di mana permainan sepak bola lahir, tak serta merta membuat Inggris jadi salah satu kekuatan yang mengerikan. Berkaca pada torehan prestasinya, tim nasional Inggris hanya memiliki satu titel prestisius yakni Piala Dunia 1966. Itu pun dimenangi tatkala mereka berstatus sebagai tuan rumah serta diwarnai gol kontroversial dari Geoff Hurst di babak final.
Selain pencapaian itu, Inggris tak punya apa-apa lagi untuk dibanggakan ke khalayak. Keikutsertaan mereka di Piala Dunia edisi berikutnya serta Piala Eropa juga selalu nirhasil. Mereka pun semakin tertinggal jauh dari Italia, Jerman, Prancis dan Spanyol, yang lemari trofinya punya isi lebih banyak.
Induk organisasi sepak bola Inggris (FA), akhirnya menyadari jika ada yang salah dengan mindset mereka selama ini. Memang benar jika kompetisi Liga Primer Inggris yang digagas dua setengah dasawarsa silam telah berkembang menjadi liga yang paling glamor di muka bumi mengalahkan Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol dan Serie A Italia.
Akan tetapi, kondisi semacam itu tak memberi dampak positif bagi perkembangan timnas Inggris. Meski kerap digembar-gemborkan media (utamanya yang berasal dari Inggris), jika mereka punya skuat yang tangguh jelang bergulirnya sebuah turnamen, hasil yang didapat selalu saja minor.
Dan seperti yang pernah dipaparkan Aun Rahman dalam artikelnya, salah satu langkah yang diambil FA untuk berbenah adalah berguru ke asosiasi sepak bola Jerman (DFB) yang sanggup membangun ulang timnasnya menjadi lebih digdaya usai remuk redam di Piala Eropa 2000. Salah satunya tentu pembangunan kompleks St. George Park National Football Center yang menjadi pusat pengembangan sepak bola Inggris.
Hasil
Pencapaian instan bukan lagi sasaran FA seperti yang menjadi ciri khas mereka sebelumnya. Kali ini, mereka lebih menekankan pada pencapaian di masa yang akan datang, khususnya di level junior sebagai fondasi awal timnas Inggris.
Pelan tapi pasti, meski tetap diiringi ekspos berlebihan dari media Inggris, timnas Inggris junior sanggup menampakkan kemilaunya. Dari sejumlah jenjang usia yang ada, yakni U-21, U-20, U-19 sampai U-17, timnas yang kondang dengan seragam utama berwarna putih ini berhasil mengunci gelar.
Pada Piala Eropa U-21 yang diselenggarakan Juni kemarin di Polandia, timnas Inggris U-21 finis sebagai semifinalis. Upaya James Ward-Prowse dan kolega untuk menembus final serta menjuarai turnamen tersebut dijegal oleh Jerman U-21 yang kemudian menjadi kampiun usai menundukkan Spanyol U-21 di partai puncak.
Sementara di ajang Piala Dunia U-20, timnas Inggris U-20 berhasil keluar sebagai yang terbaik. Pada turnamen yang dihelat di Korea Selatan itu, Dom Solanke dan kawan-kawan mampu mengatasi perlawanan Venezuela U-20 yang dimotori Sergio Cordova lewat gol tunggal Dominic Calvert-Lewin.
Pencapaian tak kalah baik juga ditorehkan timnas Inggris U-17 ketika mentas di kejuaraan Piala Eropa U-17 bulan Mei silam dengan Kroasia bertindak sebagai tuan rumah. Saat itu, anak asuh Steve Cooper sukses bertanding hingga partai final sebelum dikandaskan oleh Spanyol U-17 via adu penalti.
Last but not least, akhir pekan nanti (15/7), timnas Inggris U-19 akan tampil di partai final turnamen Piala Eropa U-19 guna menantang Portugal U-19. Laju Ryan Sessegnon dan kolega di ajang ini pun terhitung mulus. Mereka tak terkalahkan sejak babak penyisihan grup dan jadi favorit juara.
Terlepas dari gelar Piala Eropa U-19 akan jatuh ke tangan Inggris U-19 atau tidak, catatan apik yang berhasil ditorehkan timnas junior St. George Cross ini merupakan sebuah sinyal positif jika persepak bolaan Inggris punya sinar cerah di masa depan. Bahwa timnas Inggris juga bisa mencetak dan menghasilkan bakat-bakat hebat di bidang sepak bola.
Pekerjaan rumah selanjutnya bagi FA adalah, bagaimana mengembangkan berlian-berlian muda ini agar kemampuannya bisa terus diasah serta ditingkatkan dan siap ketika tampil bersama timnas senior nanti. Sehingga di masa depan tak ada lagi kisah suram tentang timnas Inggris senior yang dicibir sebagai pecundang sejati.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional